Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) diharapkan dapat meminimalisir konflik dan kekerasan antar-agama atau kelompok minoritas yang masih muncul di beberapa daerah di Indonesia.
"Supaya ke depan lebih baik dan nggak ada lagi kasus kekerasan atas nama agama, diskriminasi terhadap kelompok minoritas atau agama yang tidak diakui di negara ini," kata Direktur Megawati Institute Musdah Mulia dalam seminar 'Merancang Masa Depan Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Rezim Baru JKW-JK', Menteng, Jakarta, Jumat (15/8/2014).
"Karena mereka itu ada dan mereka adalah warga negara," tegas Musdah.
Dalam seminar tersebut, sejumlah persoalan mengenai kebebasan beragama dan berkeyakinan dibahas beberapa tokoh. Seperti Koordinator Setara Institute Hendardi, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Machasin, dan perwakilan dari Muhammadiyah Abdul Mu'ti.
"Jadi pertemuan ini juga membicarakan tentang apa yang seharusnya dilakukan pemerintah terkait dengan pembangunan bidang agama. Dalam konteks ini kami semua menyusun pikiran-pikiran, agar pemerintah nantinya dapat memenuhi seluruh kepentingan warga negara, tanpa ada diskriminasi," demikian Musdah.
Baca juga:
Usai Dengar Pidato SBY, Jokowi Janji Prioritaskan Pendidikan
SBY Siap Bantu, Jokowi Yakin Transisi Pemerintahan Berjalan Baik
Jokowi: Rekonsiliasi? Wong Tidak Ada Perpecahan
(Sss)