Liputan6.com, Jakarta - Pada sidang isbat penentuan awal bulan Syawal atau Idulfitri, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin mendorong Kementerian Agama untuk mengeluarkan kalender Islam. Usulan itu untuk meminimalkan perbedaan mengenai awal Idulfitri dan awal Ramadan pada masa mendatang.
Dorongan MUI itu pun mendapat restu dari Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid angkat bicara.
"Memang memerlukan dialog yang lebih berkenegarawanan dan mementingkan kemaslahatan umum (untuk pembuatan kalender Islam)," kata Hidayat di kediamannya di Jalan Kemang Selatan Raya, Jakarta Selatan, Sabtu (18/7/2015)
Secara pribadi, Hidayat menyebut bangsa Indonesia sudah terbiasa dengan keragaman. Apalagi saat menentukan hari besar Islam.
"Ada rukyat ada hisab itu sudah dari dulu. Sehari-hari kita kalau ramadan juga beragam, tarawih kita beragam ada 23 rakaat ada 11 rakaat, ada yang 23 (rakaat) lebih cepat selesai dengan yang 11 (rakaat)," tutur dia.
"Menurut saya lebih baik kalau disepakati mekanisme penanggalan tidak keluar dari ajaran agama yang sesungguhnya bisa mengakomodasi antara rukyat dan hisab," jelas dia.
Meski demikian, kata mantan Presiden PKS ini, seharusnya untuk penentuan Ramadan atau awal Syawal tidak perlu diperdebatkan. Sebab dalam pandangannya, fenomena ini tak pernah terjadi saat penentuan tahun baru Islam.
"Kita sering ribut waktu awal ramadan dan kadang awal Zulhijjah, tapi untuk satu Muharam? Pernah tidak ada yang ribut pas 1 Muharam, semua sepakat 1 Muharam di penanggalan nasional," terang Hidayat.
"Kalau itu dijadikan ukuran, kalau 1 Muharam bisa dimulai bersama kenapa kita ribut lagi dengan rukyat dan hisab. Kalau itu bisa disepakati, saya kira sangat bagus," tandas Hidayat. (Ali/Ans)
Energi & Tambang