Akankah Pasar Malam Dugderan Semarang Tahun Ini Tanpa Tong Setan?

Pasar malam Dugderan biasa digelar sepanjang Ramadan di Semarang, Jawa Tengah. Saat itu, tong setan juga ikut tampil.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 09 Mei 2018, 11:00 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2018, 11:00 WIB
20160101-Atraksi Gila Tong Setan di Malam Akhir Tahun
Pengendara motor melakukan akrobat 'Tong setan' di pasar malam PURI BETA II, Tangerang , Banten, Kamis (31/12). Acara ini untuk menghibur masyarakat yang ingin menghabiskan malam tahun baru. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Semarang - Ramadan akan kembali datang. Tradisi Dugderan khas Semarang juga akan kembali dipertunjukkan. Tak hanya iring-iringan, tetapi juga gelaran pasar malam. Namun, panitia Dugderan diperingatkan oleh Sekretaris Takmir Masjid Agung Semarang atau biasa disebut Masjid Kauman.

Pasalnya, pasar malam bakal digelar di eks Pasar Yaik Baru Semarang yang berseberangan persis dengan Masjid Agung Semarang. Pasar itu baru saja dibongkar dan diratakan tanah karena akan dibangun menjadi alun-alun seiring dengan proyek revitalisasi Pasar Johar Semarang.

Persoalan muncul karena biasanya pasar malam Dugderan yang digelar sepanjang Ramadan selain berisi berbagai pedagang, juga menghadirkan wahana permainan, seperti Tong Setan yang merupakan tempat atraksi sepeda motor, komidi putar, dan bianglala.

"Kami tidak tahu jika arena atau wahana permainan-permainan yang besar akan ditempatkan di eks Pasar Yaik Baru," kata Sekretaris Takmir Masjid Agung Semarang Muhaimin di Semarang, Senin, 7 Mei 2018, dilansir Antara.

Di eks Pasar Yaik Baru yang sudah rata dengan tanah, terlihat sejumlah wahana permainan yang biasa mengisi Dugderan. Muhaimin mengatakan, wahana permainan dilengkapi pengeras suara yang dikhawatirkan mengganggu kegiatan di masjid.

Maka itu, ia meminta keberadaan wahana permainan Dugderan di bekas Pasar Yaik Baru ditinjau ulang. Selain mengganggu kegiatan di masjid, kata dia, tentunya keberadaan wahana permainan Dugderan di bekas Pasar Yaik Baru akan menyakiti perasaan pedagang pasar tersebut yang baru saja direlokasi.

Ia berharap wahana permainan besar untuk pasar malam Dugderan itu bisa ditempatkan di sekitar Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang yang lahannya lebih besar dan berdekatan dengan relokasi pedagang Pasar Johar.

"Kami juga menyelenggarakan, tetapi permainannya terbatas. Sebatas untuk menjaga tradisi dan kebudayaan dan tidak di eks Pasar Yaik Baru. Istilahnya Dugderan mini," kata Muhaimin.

 

 

Tujuan Dugderan

Dugderan Semarang
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi memukul bedug, tanda pawai Dugder dimulai. (foto : Liputan6.com / edhie prayitno ige)

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dalam sambutan pada pembukaan prosesi tahun lalu menyebutkan, tradisi Dugder awalnya digelar untuk mengumumkan awal dimulainya bulan Ramadan. Selain itu, tradisi bertujuan untuk meminimalisir perbedaan dimulainya awal Ramadan.

Hendi, sapaan akrab wali kota, dalam prosesi tahun lalu memerankan Kanjeng Bupati Arya Purbaningrat. Ia merepresentasi pejabat yang membuka tradisi sejak 1881 dan mengandung banyak makna.

"Dugderan menandakan kita dekat dengan Bulan Suci Ramadan. Dugderan menciptakan rasa guyub, rukun, persatuan dan kesatuan warga Kota Semarang. Wajar bila Menteri Agama memberikan penghargaan Semarang sebagai kota yang berpartisipasi aktif dalam pembinaan kerukunan umat beragama," kata Hendi menyampaikan sambutan dalam Bahasa Jawa, Kamis, 25 Mei 2017.

Prosesi Dugder dimulai dengan arak-arakan, kembang manggar, dan tradisi tektekan. Mereka berbaris rapi di depan para tamu undangan dan berjalan menuju Masjid Agung Kauman.

Tiba di Masjid Agung Semarang di Kauman, dilaksanakan penyerahan Suhuf Halaqoh dari alim ulama Masjid Kauman kepada Kanjeng Bupati Arya Purbaningrat. Setelah Suhuf Halaqof dibacakan, dilanjutkan dengan pemukulan bedug dan diikuti suara meriam.

Dari suara bedug dan bunyi meriam inilah awal mula nama tradisi ini disebut Dugder. "Dug, dug, dug," dari suara bedug dan "der, der, der," dari suara meriam.

Kemeriahan bertambah seru ketika usai prosesi, Wali Kota Semarang membagikan kue khas Semarang, Ganjel Rel dan air khataman Alquran.

Menurut Hendi, hal itu dimaksudkan sebagai ajakan bahwa warga Semarang harus merelakan hal-hal yang mengganjal ketika memasuki bulan Ramadan. Hati harus bersih sehingga diminumkan air Khataman Alquran.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya