Begini Filosofi Opor dan Ketupat Sebagai Tanda Kesucian di Hari Lebaran

Folosofi opor dan ketupat.

oleh Nisa Mutia Sari diperbarui 06 Jun 2019, 19:00 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2019, 19:00 WIB
Filosofi Opor dan Ketupat
Opor dan Ketupat / Sumber: iStockphoto

Liputan6.com, Jakarta Saat ini umat Muslim sedang bersiap menyambut hari Lebaran yang tinggal menghitung hari lagi. Terdapat berbagai persiapan yang biasanya dilakukan untuk menyambut Lebaran, salah satunya adalah menyiapkan hidangan makanan.

Salah satu menu sajian khas yang hadir saat Lebaran ini adalah opor dan ketupat. Opor dan ketupat merupakan dua hidangan yang tak pernah terlupakan dalam sajian hari raya Idul Fitri. Keduanya menjadi pasangan paling cocok yang tak pernah terpisahkan.

Bukan hanya sekedar pasangan hidangan karena kecocokan rasanya. Rasanya yang saling melengkapi ini ternyata tak hanya sekedar muncul begitu saja. Ternyata keduanya memiliki filosofi opor dan ketupat.

Berikut ini Liputan6, telah merangkum dari berbagai sumber terkait filosofi opor dan ketupat di hari Lebaran, Sabtu (1/6/2019).

Filosofi Opor dan Ketupat

Filosofi Opor dan Ketupat
Ketupat dan Opor / Sumber: iStockphoto

Tak hanya sebatas rasanya yang pas. Opor dan ketupat ini memiliki filosofiinya sendiri. Ya, tentunya filosofi opor dan ketupat ini ada kaitannya dengan lebaran.

Sajian ketupat ini diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga saat sedang menyebarkan agama Islam di Jawa Tengah. Sunan Kalijaga ini menggunakan budaya dan tradisi lokal untuk mengenalkan agama Islam agar mudah diterima, termasuk kuliner lokal ini.

Awal mulanya masyarakat lokal sudah memiliki kebiasaan menggantungkan ketupat di depan pintu rumah yang dipercaya mendatangan keberuntungan. Nah, oleh Sunan Kalijaga tradisi ini diubah dengan menjadikan ketupat sebagai sajian bernuansa islami untuk menghilangkan unsur mistisnya.

Makna Ketupat

Filosofi Opor dan Ketupat
Ketupat / Sumber: iStockphoto

Ketupat yang berbentuk belah ketupat ini memiliki filosofi kuat bagi masyarakat di Jawa. Bentuk ketupat ini dilambangkan sebagai perwujudan kiblat papat limo pancer. Maksudnya adalah sebagai keseimbangan alam dalam empat arah mata angin utama, tmur, selatan, barat, dan utara. Meskipun memiliki empat arah, namun hanya ada satu kiblat atau pusat.

Keempat sisi ketupat ini diasumsikan sebagai empat macam nafsu yang dimiliki manusia yang dikalahkan dengan berpuasa. Oleh karenanya, jika makan ketupat sendiri bisa diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengalahkan empat nafsu ini.

 

Makna Ketupat di Hari Raya Idul Fitri

Filosofi Opor dan Ketupat
Ketupat / Sumber: iStockphoto

Di dalam filosofi Jawa, makna ketupat lebaran bukanlah sekedar hidangan khas raya lebaran saja. Melainkan makna lebaran disini lebih khusus. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat.

Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan. Ngaku lepat ini merupakan tradisi sungkeman yang menjadi implementasi mengakui kesalahan (ngaku lepat) bagi orang Jawa. Prosesi sungkeman yakni bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon ampun, dan ini masih membudidaya hingga kini.

Pada tradisi sungkeman ini mengajarkan akan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan, dan ampunan dari orang lain, khususnya orang tua.

Sedangkan laku papat artinya empat tindakan dalam perayaan lebaran. Empat tindakan tersebut adalah lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Arti dari masing-masing kata ini adalah:

Lebaran memiliki makna usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Kata ini berasal dari kata lebar yang artinya pintu ampunan telah terbuka lebar. Luberan memiliki makna meluber atau melimpah. Sebagai simbol ajaran bersedekah untuk kaum miskin. Pengeluaran zakat fitrah menjelang lebaran pun selain menjadi ritual yang wajib dilakukan umat Islam, juga menjadi wujud kepedulian kepada sesama manusia.

Leburan memiliki makna habis dan melebur. Maksudnya pada momen lebaran, dosa dan kesalahan kamu akan melebur habis. Karena setiap umat islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain. Sedangkan laburan adalah labor atau kapur. Kapur adalah zat yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding. Maksudnya adalah agar manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin satu sama lain.

Filosofi Ketupat

Filosofi Opor dan Ketupat
Ketupat / Sumber: iStockphoto

1. Mencerminkan beragam kesalahan manusiaHal ini bisa terlihat dari rumitnya bungkusan ketupat.

2. Kesucian hatiSetelah ketupat dibuka, maka akan terlihat nasi putih dan hal ini mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah memohon ampunan dari segala kesalahan.

3. Mencerminkan kesempurnaan Bentuk ketupat begitu sempurna dan hal ini dihubungkan dengan kemenangan umat Islam setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak Idul Fitri.

4. Karena ketupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan, maka dalam pantun Jawa pun ada yang bilang “KUPA SANTEN“, Kulo Lepat Nyuwun Ngapunten (Saya Salah Mohon Maaf).

Filosofi Opor

Liputan 6 default 3
Ilustraasi foto Liputan 6

Tak kalah dengan ketupat, opor juga sangat eksis saat momen lebaran. Opor menjadi hidangan yang tak boleh terlewatkan saat lebaran. Menjadi pasangan dari ketupat, opor ayam ini merupakan masakan yang biasa dikenal berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, yang memiliki akar budaya Jawa.

Pada opor ayam menjadikan santan sebagai bahan utamanya. Santan sendiri dalam bahasa Jawa disebut dengan santen yang mempunyai makna ‘pangapunten’ alias memohon maaf.

Kombinasi antara opor dan ketupat ini diyakini menjadi sebuah lambang permintaan maaf yang tulus serta keinginan untuk memperbaiki kesalahan dengan hati yang putih dan suci.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya