Mengenal Sosok Cucu Rasulullah Asal Indonesia yang Lukisannya Laku Rp120 Miliar

Sebuah lukisan karya seniman Indonesia Raden Saleh mampu terjual dengan harga fantastis dalam lelang yang diselenggarakan di Prancis

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Agu 2022, 12:30 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2022, 12:30 WIB
Berburu rusa, lukisan karya Raden Saleh. (Sumber Foto: Wikimedia Commons)
Berburu rusa, lukisan karya Raden Saleh. (Sumber Foto: Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah lukisan karya seniman Indonesia berjudul 'Perburuan Banteng' atau 'Banteng Hunt' terjual dengan harga fantastis yakni 7,2 juta euro, atau sekitar Rp120 miliar, dalam kurs waktu itu, sebesar Rp 16.803 per euro.

Lelang digelar di Vanes, Prancis, pada akhir Januari 2018.

Pelukisnya adalah Raden Saleh, pelukis legendaris asal Indonesia. Lukisan ini pertama kali ditemukan di sebuah rumah di Prancis pada Agustus tahun lalu.

Beberapa menit setelah dijual dalam lelang, harga lukisan tersebut langsung ditawar dengan harga tinggi. Hingga akhirnya lukisan laku ke angan seorang kolektor asal Indonesia yang dirahasiakan identitasnya.

Lukisan perburuan banteng yang dilakukan oleh bangsawan Jawa. Diketahui, di Pulau Jawa ada sapi endemik yang hidup di hutan dengan nama latin Bos Javanicus.

Lukisan ini begitu detail menggambarkan perburuan banteng yang juga tak menyerah begitu saja saat sudah terluka. Si banteng tampak menanduk kuda tunggangan pembantu.

Sementara, si bangsawan sudah mengangkat pedang siap menebas leher banteng mengamuk tersebut.

 

 

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Sosok Keturunan Arab Pioner Seni Lukis Modern

Between life and death karya Raden Saleh. (Sumber Foto: Setkab.go.id)
Between life and death karya Raden Saleh. (Sumber Foto: Setkab.go.id)

Lukisan Perburuan Banteng dibuat oleh Raden Saleh pada 1855. Pihak rumah lelang percaya, lukisan ini awalnya dibuat Raden Saleh untuk dibeli oleh seorang pedagang abad 19 asal Belanda, Jules Stanislas Sigisbert Cezard.

Ruellan dari rumah lelang Cabinet Turquin mengatakan, awalnya lukisan ini ditaksir memiliki nilai 200 ribu euro. Ia tidak menyangka bahwa karya maestro Indonesia ini bisa melonjak dengan sangat tinggi.

"Awalnya kami melelang lukisan ini seharga 200 ribu euro. Tiga puluh detik setelahnya tawaran sudah mencapai 1,5 juta euro. Ini merupakan rekor untuk lukisan Raden Saleh dan lukisan asal Indonesia pada umumnya," tutur Ruellan.

Raden Saleh dikenal sebagai pelukis Indonesia beretnis Arab-Jawa yang mempionirkan seni modern. Lukisannya merupakan perpaduan Romantisisme yang sedang populer di Eropa saat itu dengan elemen-elemen yang menunjukkan latar belakang Jawa sang pelukis.

Karya-karya lukisan dari Raden Saleh menyindir sifat nafsu dari manusia yang terus mengganggu kehidupan makhluk lain seperti berburu banteng, rusa, singa, dan sebagainya. Dalam membuat sebuah karya, ia tidak segan-segan untuk mengembara ke berbagai tempat agar ia dapat menghayati unsur-unsur dramatis yang ia butuhkan.

Pengamatannya tersebut membuahkan sejumlah lukisan perkelahian satwa buas dalam bentuk pigura­-pigura besar.

Sebelumnya rumah lelang Christie juga pernah melelang lukisan karya Raden Saleh berjudul Perburuan Rusa pada 1996. Lukisan tersebut laku dengan harga US$ 3,08 juta.

 

Sosok Habib atau Keturunan Rasulullah

20160801-Melihat Langsung Lukisan Koleksi Istana Negara di Galnas Jakarta
Pengunjung memperhatikan lukisan karya Raden Saleh berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro tahun 1857 yang dipamerkan di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (1/8). (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Akhir-akhir ini, nama Raden Saleh cukup mengemuka, seturut ditayangkannya film 'Mencuri Raden Saleh', sebuah film bergenre 'heist'.

Bagi bangsa Indonesia, Raden Saleh bukan nama asing. Dia adalah maestro lukis masa kolonial, yang sukar dicari tandingannya, bahkan hingga hari ini.

Lahir di 1807, pemilik nama lengkap Raden Saleh Sjarif Bustaman adalah pelukis Indonesia keturunan Arab-Jawa pioner lukis seni modern Indonesia.

Ada yang janggal kenapa Raden Saleh lebih memilih gelar Raden. Pasalnya, pelukis ini merupakan keturunan Hadramaut, Yaman dan sosok sayid.

Sayid, dalam khazanah Islam nusantara merujuk pada keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Sedangkan syarif, merupakan keturunan Husein bin Ali bin Abi Thalib.

Lazimnya, seorang sayid, atau habib menonjolkan sisi sebagai cucu Rasulullah. Namun, berbeda, Raden Saleh memilih gelar Jawa, yakni Raden.

Meski terkesan menyembunyikan silsilahnya, Raden Saleh sejak muda sudah dihormati karena bakatnya. Pada masa dewasanya, dia adalah pelukis yang sangat disegani.

Gelar Ksatria Belanda, Austria dan Prusia

Ruang Diponegoro
Lukisan penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal de Kock dilukis oleh Raden Saleh di Ruang Diponegoro, Museum Sejarah Jakarta (dok. Liputan6/Fairuz Fildzah)

Raden Saleh dilahirkan di keluarga Jawa ningrat. Dia cucu dari Sayyid Abdoellah Boestaman dari sisi ibunya. Ayahnya adalah Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal bin Jahja, seorang keturunan Arab.

Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen, tinggal di daerah Terboyo, dekat Semarang. Sejak 10 tahun, ia diserahkan pamannya, Bupati Semarang, kepada orang-orang Belanda atasannya di Batavia.

Kegemaran menggambar mulai menonjol sewaktu bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School). Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang Belanda dan lembaga-lembaga elite Hindia Belanda.

Dikutip dari Jakarta.go.id, Raden Saleh mendapat beasiswa untuk belajar di negeri Belanda tahun 1829. Di sana ia berkenalan dengan kalangan ningrat dari banyak istana di Eropa, khususnya dengan Grojbherzog von Sachsen-Corburg-Gotha.

Raden Saleh juga menerima gelar ksatria Belanda, Austria dan Prusia.

Dialah pelukis Indonesia yang paling berbakat dan berhasil pada abad ke 19. Raden Saleh adalah pelukis Jawa pertama yang secara sistematis menggunakan cat minyak dan mengambil teknik-teknik Barat: realisme pada potret, pencarian gerak, perspektif dan komposisi berbentuk piramid dan sebagainya. Kini ia dikenal sebagai "bapak" ilmu seni lukis Indonesia.

Pada Jumat pagi 23 April 1880, dia jatuh sakit. Hasil pemeriksaan diketahui bahwa aliran darahnya terhambat karena pengendapan yang terjadi dekat jatungnya.

Pelukis ini meninggal di Bogor tahun 1880 dan dimakamkan di Jalan Bondongan (kini Jalan Pahlawan). Bersebelahan dengan makam istrinya RA Danurejo, putri dari Kesultanan Mataram.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya