Liputan6.com, Purwokerto - Belakangan, topik gender netral atau non-biner kembali mengemuka, setelah anak Nadya Hutagalung, Nyla memutuskan untuk bergender netral. Kabar itu disampaikan oleh Nadya Hutagalung berapa waktu lalu.
Semula, anak Nadya Hutagalung itu bernama Nyla. Setelah memutuskan gender netral, dia mengubah namanya menjadi Alex.
Sebelumnya, gender netral ini juga sempat ramai dibicarakan usai viralnya video seorang mahasiswa Unhas yang mengaku non-biner. Usai viral mahasiswa Unhas, ada seorang jemaah yang menanyakan soal ini jika dilihat dalam perspektif Islam.
Advertisement
Baca Juga
Pertanyaan itu disampaikan kepada KH Yahya Zainul Maarif atau Buya Yahya. Soal ini, Buya Yahya menuturkan, istilah gender netral itu harus diketahui maksud sesungguhnya. Jika istilah netralitas gender maksudnya soal urusan profesi dan sebagainya, hendaknya tidak dibeda-bedakan.
Sebab, sejak semula Islam memang sangat menghargai dan menghormati perempuan. Karena itu, dalam Islam tak ada istilah emansipasi. Sebab, emansipasi dalam Islam sudah dilaksanakan dengan wujud penghormatannya terhadap wanita.
“Kalau itu gak usah pusing, dalam Islam pun sama, sudah jelas dalam Islam. Bahkan, Islam itu memang ga perlu emansipasi. Emansipasi gak berlaku dalam Islam. Makanya aneh orang Islam pake istilah emansipasi, termasuk menetralkan gender,” jelas Buya Yahya, dikutip dari Al Bahjah TV.
Lebih lanjut Buya Yahya menerangkan, dulu kasus emansipasi wanita bukan di kalangan kaum muslimin. Di saat wanita direndahkan, maka wanita menuntut disamakan. Akhirnya ada emansipasi.
Namun, peristiwa itu tak terjadi pada dunia Islam. Justru saat Islam datang, wanita sangat dimuliakan.
“Dalam Islam wanita sangat mulia, jadi gak perlu itu (emansipasi) akhirnya,” katanya.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Lelaki dan Perempuan
Soal gerakan netralitas gender yang dicontohkan dengan toilet umum unisex, Buya Yahya menegaskan justru adanya toilet laki-laki dan perempuan untuk kenyamanan masing-masing.
“Ini jangan Anda punya pikiran begitu (netralitas gender) gara-gara suatu ketika Anda sakit perut, Anda laki-laki waktu mau ke toilet laki-laki penuh, (sedangkan) di toilet perempuan kosong. Anda pengen masuk (ke toilet wanita) dilarang. Gara-gara gitu Anda marah, (muncul pertanyaan) kenapa dibeda-bedain,” tutur Buya Yahya.
“Adanya toilet laki-laki dan perempuan demi kenyamanan perempuan dan laki-laki. Perempuan lebih nyaman dengan itu dan semuanya, dan mereka senang. Jangan ngikutin orang sakit ini. Ini kan mentalnya sakit,” tandas pengasuh LPD Al Bahjah ini.
Dia juga mencontohkan hal lain. Misalnya, tradisi kopyah di sebuat tempat. Jika seseorang tidak menggunakan kopyah, maka perlu diingatkan.
"soal tradisi saja diatur, apalagi soal agama," ucap dia.
Namun begitu, dia pun mengingatkan agar masyarakat mau membantu jika ada seorang laki-laki yang bersifat seperti wanita. "Kalau ada laki-laki bersifat seperti perempuan, ayolah kita bantu," ucap dia.
Begitu pula dengan ciri khas lelaki dan perempuan. Sejak semula, keduanya memiliki jatidiri berbeda. Namun, jika ada yang menginginkan disamakan, maka yang perlu diluruskan adalah pandangannya.
"Masalah psikologinya. Ini orang yang perlu diterapi," kata Buya Yahya.
Tim Rembulan
Advertisement