Liputan6.com, Jakarta - Perseteruan dua selebritis Lesti Kejora dan Rizky Billar yang beberapa waktu terakhir menyita perhatian publik berakhir damai. Ini terjadi setelah Lesti mencabut laporan polisi atas dugaan kasus KDRT yang dialaminya.
Hal ini diungkapkan oleh penasihat hukum Rizky Billar, Surya Darma Simbolon. Dia mengklaim, Lesti Kejora mencabut laporan polisi di Polres Metro, Jakarta Selatan.
"Iya berdamai mereka. Sudah dicabut surat Pencabutan sudah di tanda tangan. Surat sudah dikasihkan langsung. Fisiknya sudah ada di atas," kata Surya di Polres Metro Jaksel, Kamis (13/10/2022).
Advertisement
Surya menerangkan, pelapor dan tersangka telah bertemu di salah satu ruangan Polres Metro Jaksel. Penyidik memfasilitasi pertemuan kedua belah pihak. Surya bahkan menyampaikan, Lesti Kejora sampai meneteskan air mata.
Baca Juga
"Ada lah pasti (pelukan). Jelas Lesti menangis di ruang Kanit, kita juga biarkan mereka bebas di situ. Mereka suami-istri kita gak mau intervensi mereka, biarkan mereka lepas saja di situ," ujar dia.
Surya menolak berkomentar terkait alasan Lesti Kejora cabut laporan KDRT. Dia hanya menyampaikan, penasihat hukum pelapor dan kliennya menyaksikan penandatangan surat pencabutan laporan.
"Itu gak bisa saya sampaikan itu internal mereka antara mereka suami istri kita hanya menyaksikan. Surat pencabutan tadi di depan saya kesepakatan mereka berdua," ujar dia.
Kendati, Rizky Billar belum bisa langsung bebas. Surya menyebut, ada prosedur yang harus dilalui. "Kalau proses kepolisian ada mekanisme nya. Kita hormati saja. Prosedur nya ada tidak mungkin tanda tangan langsung keluar kita saling menghormati saja," dia menjelaskan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
3 Hal Penting Sebelum Rujuk
Terlepas dari itu, sebelumnya dikabarkan Rizky Billar telah menjatuhkan talak 1 kepada Lesti Kejora. Lantas, bagaimana jika ingin rujuk?
Perlu dicatat ada yang harus diperhatikan saat seseorang ingin rujuk. Mengutip laman NU, Syekh Ibrahim al-Baijuri dalam Hasyiyah al-Bajuri, menjelaskan ada tiga hal yang harus diperhatikan sebelum dilakukan rujuk.
Pertama, suami yang hendak rujuk. Kedua, istri yang akan dirujuk, dan ketiga redaksi rujuk (lihat: Hasyiyah al-Bajuri [Semarang: Maktabah al-‘Alawiyyah], tt., jilid 2, hal. 174).
Berikut adalah penjelasannya. Pertama, suami yang melakukan rujuk harus orang yang sah melakukan pernikahan. Seperti baligh, berakal sehat, dan memiliki kemauan sendiri. Artinya, tidak sah rujuk dilakukan oleh anak kecil, orang tunagrahita, dan orang murtad.
Berbeda dengan laki-laki yang sedang ihram atau mabuk, walaupun disengaja, maka keduanya tetap sah melakukan rujuk.
Kedua, istri yang dirujuk masih dalam masa iddah dari talak raj‘i—yakni talak satu atau talak dua—bukan dari talak ba’in. Sehingga, tidak sah rujuk setelah habis masa iddah. Jika suami tetap ingin kembali kepada istrinya, maka ia harus melakukan akad baru, sebagaimana akad perkawinan pada umumnya.
وإذا طلق امرأته واحدة أو اثنتين فله مراجعتها ما لم تنقض عدتها فإن انقضت عدتها حل له نكاحها بعقد جديد
Artinya, “Jika seorang suami menalak istrinya dengan talak satu atau talak dua, maka ia berhak rujuk kepadanya selama masa iddahnya belum habis. Jika masa iddah telah habis maka sang suami boleh menikahinya dengan akad yang baru.” (Lihat: Abu Syuja, al-Ghâyah wa al-Taqrîb, Alam al-Kutub, tt., hal. 33).
Advertisement
Ucapan Rujuk
Ketiga, ungkapan yang dipergunakan untuk rujuk bisa ungkapan sharih (jelas) atau ungkapan kinayah (sindiran) disertai dengan niat.
Contoh ungkapan sharih, “Aku rujuk kepadamu,” atau “Engkau sudah dirujuk,” atau “Aku mengembalikanmu kepada pernikahanku.” Sedangkan ungkapan kinayah contohnya “Aku kawin lagi denganmu,” atau “Aku menikahimu lagi.”
Tentunya ungkapan-ungkapan tersebut berlaku bagi orang yang normal bicara. Sedangkan bagi orang yang tunawicara cukup dengan isyarat yang memberikan makna yang sama.
Lebih lanjut, Syekh Ibrahim mempersyaratkan agar ungkapan rujuk di atas tidak diikuti dengan ta’liq atau batas waktu tertentu. Seperti ungkapan, “Aku rujuk kepadamu jika engkau mau,” meskipun istrinya menjawab, “Aku mau.” Atau ungkapan, “Aku rujuk kepadamu selama satu bulan.”
Kemudian, rujuk tidak cukup dilakukan dengan niat saja tanpa diucapkan. Pun tidak cukup hanya dilakukan dengan tindakan semata, seperti dengan hubungan suami-istri. Tetaplah harus diucapkan, bahkan sunahnya, di hadapan dua saksi.
Tujuannya agar terhindar dari fitnah dan keluar dari wilayah perdebatan orang yang mewajibkannya. Kemudian, rujuk juga boleh dilakukan tanpa kerelaan istri.
Namun, tentu saja hal ini perlu dipertimbangkan, mengingat salah satu tujuan pernikahan adalah mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan bersama. Jika kerelaan istri diabaikan, bukan mustahil tujuan itu tidak akan tercapai walaupun sudah rujuk.
Tim Rembulan