Jenis Makanan Halal dan Haram dalam Al-Qur'an, Bagaimana Jika Ragu Kehalalannya?

Sebagai umat Islam, kita harus mengonsumsi makanan yang halal dan thayyib. Halal memiliki arti bahwa apa yang kita makan diperbolehkan menurut agama Islam. Sedangkan thayyib berarti makanan yang sehat, tidak berlebihan, dan halal.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 15 Nov 2022, 14:30 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2022, 14:30 WIB
Ilustrasi makanan halal
Ilustrasi makanan halal (Dok.Unsplash/ Jay Wennington)

Liputan6.com, Bogor - Sebagai umat Islam, kita harus mengonsumsi makanan yang halal dan thayyib. Halal memiliki arti bahwa apa yang kita makan diperbolehkan menurut agama Islam. Sedangkan thayyib berarti makanan yang sehat, tidak berlebihan, dan halal.

Dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 168, Allah SWT telah memperingatkan hamba-Nya agar mengonsumsi makanan halal dan baik, bukan makanan yang haram.

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ. 

Artinya: “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Ayat Al-Qur’an terkait dapat dilihat di sini)

Makanan yang tergolong haram juga telah disebutkan dalam Al-Qur’an. Dalil terkait makanan haram dapat dilihat di Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 3.

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ  ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ  اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ  اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ  فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ  فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. 

Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. 

Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Ayat Al-Qur’an terkait dapat dilihat di sini)

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Doa Makanan yang Diragukan Kehalalannya

Ilustrasi makanan halal
Ilustrasi makanan halal (Dok.Unsplash/Rachel Park)

Jika merujuk pada dalil-dalil di atas, sudah jelas bahwa kita umat Islam harus mengonsumsi makanan halal. Jika memilih makanannya sendiri tentu saja kita mudah untuk menentukan pilihan makanan yang tergolong halal. 

Namun, kadangkala kita juga diundang oleh pihak lain. Kemudian muncul keraguan akan kehalalan makanan tersebut, sebab kita tidak tahu perihal bahan baku makanan yang digunakan dan sumber makanan tersebut. Lantas, harus bagaimana?

Menukil laman resmi NU, ketika kita sedang berada di posisi tersebut dapat membaca doa. Kita dapat membaca doa dari Syekh Sya’rani yang dikutip oleh Syekh Nawawi Al-Bantani ketika diundang untuk mengonsumsi jamuan makanan yang diragukan kehalalannya.

اللَّهُمَّ احْمِنِي مِنَ الأَكْلِ مِنْ هَذَا الطَعَامِ الَّذِي دُعِيْتُ إِلَيْهِ فَإِنْ لَمْ تَحْمِنِي مِنْهُ فَلَا تَدَعْهُ يُقِيْمُ فِي بَطْنِي فَاحْمِنِي مِنْ الوُقُوْعِ فِي المَعَاصِي الَّتِي تَنْشَأُ مِنْهُ عَادَةً فَإِنْ لَمْ تَحْمِنِي مِنَ الوُقُوعِ فِي المَعَاصِي فَاقْبَلْ اسْتِغْفَارِي وَأَرْضِ عَنِّي أَصْحَابَ التَّبَعَاتِ فَإِنْ لَمْ تَقْبَلْ اسْتِغْفَارِي وَلَمْ تُرْضِهِمْ عَنِّي فَصَبِّرْنِي عَلَى العَذَابِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ 

Arab-latin: Allāhummahminī minal akli min hādzat tha‘āmil ladzī du‘ītu ilahi. Fa in lam tahminī minhu, fa lā tada‘hu yuqīmu fī bathnī. Fahminī minal wuqū ‘I fil ma‘āshīl latī tansya’u minhu ‘ādatan. Fa in lam tahminī minal wuqū‘I fil ma‘āshī, faqbal istighfārī wa ardhi ‘annī ashhābat taba‘āti. Fa in lam taqbal istighfārī wa lam turdhihim ‘annī, fa shabbirnī ‘alal ‘adzābi, yā arhamar rāhimīna. 

Artinya: “Ya Allah, lindungi aku dari mengonsumsi makanan ini yang mengundangku untuk itu. Jika Kau tidak melindungiku darinya, jangan biarkan dia bermukim di perutku. Lindungilah aku dari maksiat yang biasanya muncul karena makanan seperti ini. Kalau Kau tidak melindungiku dari maksiat, terimalah istighfarku. 

Buatlah mereka yang memiliki hak atasku ridha. Jika Kau tidak menerima istighfarku dan tidak membuat mereka yang memiliki hak atasku ridha, berikanlah kekuatan bagiku dalam menanggung azab-Mu, wahai Tuhan yang maha pengasih.” (Lihat Syekh M Nawawi Banten dalam Syarah Qamiut Thughyan, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 12). 

Wallahu’alam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya