Liputan6.com, Jakarta - Kapal yang mengangkut pengungsi Muslim-Rohingya kembali berlabuh di Aceh Besar, Minggu sore (8/1/2023).
Dikabarkan, para pengungsi tumpah ruah ke pantai di kawasan Kuala Gigeng, Lamnga, Kecamatan Krueng Raya, Aceh Besar.
Kabid Humas Polda Aceh Joko Krisdiyanto menyebutkan pengungsi sebanyak 184 orang. Terdiri dari laki-laki dewasa 69 orang, perempuan dewasa 75 orang, dan anak-anak 40 orang. Lantas siapa sebenarnya mereka?Â
Advertisement
Baca Juga
Diketahui, mendaratnya ratusan jiwa Muslim-Rohingya itu bukan kali pertama di Aceh. Beberapa waktu sebelumnya, ratusan imigran Rohingya juga telah 'diselamatkan' di Aceh.
Lantas, siapakah mereka? Kenapa etnis Muslim-Rohingya kabur dari negaranya?
Â
Saksikan Video Pilihan ini:
Asal Usul Etnis Rohingya
Keberadaan Rohingya di Myanmar bermula dari abad ke-7. Rakhine, yang dulunya disebut Arakan, merupakan tujuan bagi orang-orang dari India. Daerah ini terletak di sisi barat Myanmar yang berbatasan langsung dengan Teluk Benggala (Bay of Bengal). Berada tepat di seberang Benggala, India. Rakhine merupakan daerah yang strategis karena menjadi pusat perdagangan dan pintu masuk gerbang Myanmar.
Pedagang dari berbagai penjuru dunia, datang ke Teluk bengal dan Rakhine. Termasuk para pedagang muslim dari Arab. Dari sinilah etnis Rohingya terbentuk berasal dari keturunan pedagang Arab yang menetap di sana dan muslim dari Benggala.
Sejak tahun 1942 masyarakat Rohingya mengalami upaya pengusiran dari wilayah Arakan. Pada masa itu, terjadi pembantaian muslim Rohingya oleh pasukan pro Inggris.Diketahui setidaknya, 100 ribu muslim Rohingya tewas dan ribuan desa hancur dalam tragedi berdarah tersebut. Sejak saat itu, muslim Rohingya hidup dalam ketakutan.
Masyarakat Islam di Myanmar tidak tinggal dalam satu kawasan, komunitas mereka berpisah satu sama lain berdasarkan suku bangsa dan keturunan.
Aa empat kelompok besar muslim Myanmar, yaitu kelompok Islam keturunan Birma, kelompok Islam keturunan India (Tamil dan Bengal), kelompok Islam keturunan Rohingya atau Arakan dan kelompok Islam keturunan China, seperti dikutip dari buku Sejarah Sosial Muslim Minoritas di Kawasan Asia karya Asep Achmad Hidayat.
Suku Rohingya memiliki karakter fisik tulang pipi yang tidak begitu keras, mata yang tidak begitu sipit, dan hidung yang tidak terlalu pesek. Tubuhnya tinggi dengan kulit berwarna gelap, beberapa di antaranya memiliki kulit kemerahan, namun tidak terlalu kekuningan.
Advertisement
Menyandang Status Manusia Tanpa Negara
Setelah Burma Merdeka pada 1948, ketegangan antara pemerintah dengan muslim Rohingya berlanjut dengan gerakan politik dan bersenjata. Sekitar 13.000 orang Rohingya mencari perlindungan di kamp pengungsian India dan Pakistan.
Hal itulah yang menyebabkan mereka ditolak hak warga negaranya untuk kembali ke Birma dan terjadilah penolakan terhadap muslim Rohingya. Sehingga, etnis Rohingya menyandang status manusia tanpa negara.
Semenjak Birma merdeka, muslim Rohingya mengalami banyak pengucilan dalam hal pembangunan bangsa. Pada 1962, Jenderal Ne Win mensistematiskan penindasan terhadap Rohingya dengan membubarkan organisasi politik dan sosial mereka.
Pasukan pemerintah Birma mengusir ribuan muslim Rohingya secara brutal, dibuktikan dengan pembakaran pemukiman, pembunuhan, hingga pemerkosaan. Hingga 1978, tercatat lebih dari 200 ribu muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Upaya pengusiran muslim Rohingya di Arakan terus dilakukan pemerintah Birma yang kini berubah menjadi Myanmar. Ribuan muslim Rohingya mengungsi ke sejumlah negara, sayangnya tidak semua negara mau menerima mereka.