Kisah Ibnu Batutah, Penjelajah Maroko Melintasi 44 Negara hingga Indonesia

Ibnu Batutah adalah seorang pengelana hebat dan tokoh besar Islam berdarah asli Maroko. Separuh hidupnya dihabiskan dalam pengembaraan mengelilingi belahan timur bumi. Terkadang dia mengikuti rombongan unta, di lain waktu menumpang kapal, dan tak jarang juga berjalan kaki untuk mencapai negeri tujuan.

oleh Putry Damayanty diperbarui 12 Sep 2023, 20:30 WIB
Diterbitkan 12 Sep 2023, 20:30 WIB
Ibnu batutah.
Ibnu batutah.

Liputan6.com, Jakarta - Kisah penjelajahan Ibnu Batutah sangat populer di kalangan umat Islam. Namun banyak di antara kita yang hanya mengenal nama petualang asal Maroko ini, tanpa tahu seperti apa kisahnya dalam melintasi berbagai negara selama 30 tahun.

Dilansir dari laman surau.co, Abu Abdullah Muhammad bin Battutah atau yang dikenal dengan nama akrabnya Ibnu Batutah lahir di Tangier, Maroko sekitar tahun 1304 dan 1307 M.

Menurut catatan Dunn Ross E dalam tulisannya The Adventures of Ibn Battuta, University of California Press, bahwa Ibnu Batutah adalah seorang keturunan Berber, terlahir sebagai putra keluarga Ulama Fikih di Tanjah (Tangier), Maroko, pada 24 Februari 1304 (703 Hijriah), yang pada saat itu Maroko diperintah oleh sultan-sultan dari Bani Marin.

Sedari muda, Ibnu Batutah mendalami ilmu fikih di sebuah madrasah sunni bermazhab Maliki, yakni bentuk pendidikan yang paling banyak terdapat di Afrika Utara kala itu. Umat Muslim dari mazhab Maliki meminta Ibnu Batutah menjadi kadi (hakim syariat) mereka, karena ia berasal dari negeri yang mengamalkan Mazhab Maliki.

Pada usianya yang ke 21 tahun, Ibnu Batutah menunaikan rukun iman kelima, dan sejak perjalananya menuju ke Baitullah, rupanya  telah membawanya berpetualang dan menjelajahi dunia.

Ia mengarungi samudra dan menjelajah daratan demi sebuah tujuan mulia yang bernama “ilmu”. Sampai kemudian Ia melanjutkan perjalanannya hingga melintasi sekitar 44 negara selama 30 tahun.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Penjelajahan Ibnu Batutah

Ibnu Batutah sangat terinspirasi dengan salah satu hadis Nabi Muhammad SAW, meski lemah, “Carilah ilmu sampai ke negeri Cina”. Dari hadis tersebutlah, Ibnu Batutah pun melakukan perjalanan untuk mencari pengalaman dan ilmu, sehingga membentuk konsep Al-Rihlah fi talab al-‘ilmi (perjalanan menuntut ilmu).

Ibnu Batutah menghabiskan hidupnya hingga 30 tahun dalam penjelajahan dari satu negara ke negara lain. Hampir seluruh penjuru dunia telah ia jelajahi, mulai dari Afrika Utara hingga Timur Tengah, dari Persia hingga India dan hingga ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan India. Kemudian berlanjut ke timur laut ke daratan Cina dan barat ke Spanyol.

Dia melakukan penejelajahan antara musim haji dan musim berikutnya. Ia menjadikan Makkah Al Mukaromah sebagai titik awal pelayaran dan tempat kembalinya berlabuh. Sungguh petualangan yang penuh dengan peristiwa sejarah penting, penuh makna dan kebijaksanaan.

Penjelajahan pertamanya dimulai ketika ia melakukan ziarah pertamanya, tepatnya pada tanggal 14 Juni 1325. Dengan sidang-sidang lain dari Tangier, ia melakukan perjalanan melalui atmosfer Laut Mediterania yang gersang menuju panas teriknya tanah berpasir di  Afrika Utara. Semuanya dilakukan hanya dengan berjalan kaki.

Ibnu Batutah di Samudera Pasai (Aceh)

Penjelajahan dan perjalanan panjang Ibnu Batutah membuatnya terdampar di Samudra Pasai (sekarang Aceh). Antara abad ke-13 dan ke-15 M, yang merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara dan terletak di pantai utara Aceh memiliki raja pertamanya, Sultan Sultan Malikussaleh (W 1297) dan sultan (pemimpin) pertama di negara itu.

Ia menginjakkan kaki di Aceh pada tahun 1345. Pelancong itu diketahui tinggal di serambi Mekah selama 15 hari.

Ibnu Batutah mengatakan dalam catatan perjalanan lautnya di Cina bahwa ia pernah singgah di daerah Pasai. Ibnu Batutah menggambarkan Laut Pasai dengan begitu indah dalam catatan perjalanannya, “Ruang hijau dengan kota pelabuhan besar yang indah,” ucap sang pengembara bergumam kagum. Kedatangan penjelajah terkenal Maroko itu disambut hangat oleh para ulama dan pejabat di Samudra Pasai.

Kedatangan Ibnu Batutah atas perintah Amir (panglima) Daulasa, Qadi Syarif Amir Sayyir Al-Syirazi, Tajuddin Al-Asbahani dan Sultan Mahmoud Malik Zahir (1326-1345) Selamat datang di beberapa ahli Fiqih. Menurut pengamatan Ibnu Batutah, Sultan Mahmood adalah pengikut sekte Syafi’i, dan dia aktif menyelenggarakan pengajian tentang Islam.

Berkat penjelajahan singkat Ibnu Batutah, masyarakat Indonesia kini dikenal masyarakat Maroko sebagai masyarakat yang ramah, santun, toleran yang mencintai Islam sebagai agama moderat. Cendekiawan Maroko juga mengakui bahwa “Moralitas umat Islam Indonesia sangat terpuji dan mereka memiliki kecintaan yang luar biasa terhadap agama,” kata Dr Idris Hanafi, dosen ahli hadis, dalam pidato tentang studi Islam beberapa waktu lalu. Universitas. Imam Nafi, Tangier – Maroko.

Begitu pula orang Maroko yang dikenal dengan sikapnya yang sangat ramah, menghormati tamunya, secara kodrat mereka menganggap dirinya benar-benar seperti raja. Hal ini tentunya juga menjadi ciri khas dari negara Maroko.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya