Kisah Gus Iqdam ‘Nakal’ Rajin Ngaji karena Ingin Motor, Peroleh Hidayah Setelah Gurunya Wafat

Pendakwah muda asal Blitar, Jawa Timur Muhammad Iqdam Kholid atau Gus Iqdam memiliki kisah menarik selama nyantri di Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri. Kisah ini menjadi titik balik seorang Gus Iqdam hingga menjadi penceramah yang populer.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 05 Des 2023, 09:30 WIB
Diterbitkan 05 Des 2023, 09:30 WIB
Gus Iqdam sedang berdialog dengan santri asal Malaysia (SS: YT Preman Dua Alam)
Gus Iqdam sedang berdialog dengan santri asal Malaysia (SS: YT Preman Dua Alam)

Liputan6.com, Jakarta - Pendakwah muda asal Blitar, Jawa Timur Muhammad Iqdam Kholid atau Gus Iqdam memiliki kisah menarik selama nyantri di Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri. Kisah ini menjadi titik balik seorang Gus Iqdam yang pengasuh Majelis Ta'lim Sabilu Taubah ini hingga menjadi penceramah yang populer.

Dikisahkan, Gus Iqdam merasa tidak nyaman ketika awal mondok di Queen Al-Falah. Ia pernah menderita penyakit kudis, penyakit gatal-gatal yang cukup sering dialami para santri. Ia juga merasa mondok itu melelahkan.

Sembari belajar agama di pesantren, Gus Iqdam juga sekolah di SMAN 1 Mojo Kediri. Ketika kelas XI SMA, Gus Iqdam mengumpulkan uang untuk membeli knalpot motor saat liburan pesantren. Ia ingin bermain trek-trekan motor.

Abah Gus Iqdam tidak mempermasalahkan keinginan putranya itu. Bahkan bukan hanya motor, mobil sekali pun akan dibelikan abahnya jika jika Gus Iqdam lulus dari pesantren. Sejak itu, ia semakin semangat ngaji karena diiming-imingi hadiah.

"Jadi dari situ saya ngaji beneran, tidak pengen pintar tidak pengen pandai, tapi pengen motor. Lalu ingin segera pulang ke rumah dan trek-trekan," katanya seperti dikutip dari NU Online Jombang, Selasa (5/12/2023).

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Gus Iqdam Down Ketika Gurunya Wafat

Gus Iqdam
Gus Iqdam (tangkap layar)

Ketika Gus Iqdam duduk di bangku SMA kelas XII, ia yang ‘nakal’ itu diberikan mandat menjadi tim sukses kelulusan satu angkatannya. Kebetulan teman-teman seangkatannya mayoritas santri di Pesantren Al-Falah Ploso.

Kala itu, ia menyadari bahwa selama tiga tahun nyantri di Al-Falah Ploso belum pernah ketemu dengan pengasuh pesantren, Kiai Munif Djazuli. Akhirnya, saat mendekati ujian SMA ia tergugah hatinya untuk sowan dan sungkem kepada Mbah Yai Munif.

"Mendekati ujian, Mbah Yai sakit. Tiba-tiba Mbah Yai dirujuk ke rumah sakit di Surabaya. Semua putra-putrinya ke Surabaya, santri-santri setiap hari istighosah mendoakan Mbah Yai Munif itu. Tiba-tiba di suatu hari, hati saya tergugah, 'Mbah Yai Munif itu sakit, masa saya belum pernah meminta restu?'," katanya.

Keesokan harinya, Kiai Munif wafat dan diumumkan ke santri-santri. Gus Iqdam yang mendengar berita duka langsung down, terlebih ia belum sowan ke gurunya.

“Mbah Yai Munif ini orangnya kharismatik. Banyak orang penting sowan kepadanya. Lha saya koordinator angkatan kok bisa-bisanya belum sowan kepadanya, dari mana doanya?” gumamnya dalam hati.

Titik Balik Gus Iqdam

Gus Iqdam
Gus Iqdam (tangkap layar)

Gus Iqdam langsung menghampiri pengurus pesantren yang membawa gawai, lalu ia pinjam dan dibawa ke kamar mandi. Ia kemudian menelpon kakaknya, Gus Dalhar sambil menangis.

Seketika, pikiran yang dipenuhi ngaji karena ingin motor dan lain-lain luntur. Ia merasa tidak punya cita-cita sama sekali. 

"Mas, saya kalau tidak jadi apa-apa ini bagaimana?," kata Gus Iqdam

"Kenapa dek? Ada apa?," kakaknya menanggapi.

"Mbah Yai Munif meninggal," jawab Gus Iqdam.

"Sudah tidak apa-apa, besok sowan ke putranya," kakaknya menenangkan.

Atas saran kakaknya, Gus Iqdam sowan ke putra Kiai Munif. Ia juga menjadi panitia pemakaman Kiai Munif. Selama prosesi pemakaman gurunya, tangisan Gus Iqdam tidak berhenti. 

Kejadian yang sempat membuat hatinya down itu membuat Gus Iqdam selalu mengirimkan doa kepada Kiai Munif setiap harinya. Bahkan, Gus Iqdam ingin mondok lagi, padahal awalnya tidak suka dengan dunia pesantren dan ngaji pun karena ingin motor. 

Masya Allah, inilah salah satu keberkahan yang ia rasakan. Kini santri yang pernah merasa tidak betah di pesantren itu menjadi pendakwah muda populer dan banyak disukai oleh berbagai kalangan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya