Hukum Ketika Waswas Kentut atau Tidak dalam Sholat, Apakah Sah?

Terkadang rasa waswas dapat mengganggu kekhusyukan dalam beribadah, seperti ragu telah batal sholat akibat buang angin atau kentut. Berikut penjelasannya dalam hukum islam.

oleh Putry Damayanty diperbarui 20 Feb 2024, 18:30 WIB
Diterbitkan 20 Feb 2024, 18:30 WIB
Ilustrasi Sholat Tarawih (Istimewa)
Ilustrasi Sholat Tarawih (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Buang angin atau kentut adalah salah satu hal yang membatalkan wudhu. Sementara wudhu merupakan bagian dari syarat sah sholat.

Apabila wudhu batal maka begitupun dengan sholatnya menjadi tidak sah. Rasulullah SAW bersabda,

لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

Artinya: "Allah tidak menerima sholat salah seorang kamu bila berhadas sampai ia berwudhu." (HR Bukhari).

Kita mungkin pernah waswas atau ragu, ketika merasa sholat belum mencapai tingkat khusyuk. Misalnya apakah telah melakukan hal yang membatalkan sholat seperti buang angin atau kentut.

Lantas ketika dalam posisi tersebut, apakah sholat yang dilaksanakan batal atau tidak? Berikut jawabannya mengutip dari laman NU Online.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Perbedaan antara Waswas dan Syak (Ragu-ragu)

Sebelum membahas tentang status sholatnya orang yang waswas soal kentut, patut kita pahami terlebih dahulu perbedaan antara waswas dan syak (ragu-ragu). Sebab perbedaan di antara kedua istilah ini dalam disiplin fiqih cukup signifikan, namun seringkali banyak orang yang masih salah paham dan menyamakan terhadap kedua istilah tersebut.

Perbedaan di antara keduanya misalnya dijelaskan dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin:

“Perbedaan antara syak dan waswas bahwa syak adalah ragu-ragu dalam terjadi dan tidaknya sebuah hal. Syak juga merupakan meyakini keseimbangan di antara kedua hal tersebut (terjadi dan tidak terjadi) tanpa adanya keunggulangan pada salah satunya. Jika salah satunya unggul karena unggulnya hal yang dihukumi atas kebalikannya maka disebut dzan (dugaan kuat), sedangkan kebalikannya disebut wahm (dugaan lemah). Sedangkan waswas adalah bisikan hati dan syaitan yang tidak berdasar pada tendensi. Berbeda halnya dengan syak yang berdasar pada tendensi.” (Abdurrahman bin Muhammadbin Husein Ba’lawi, Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 10)

Dari referensi di atas dapat dipahami bahwa derajat waswas ada di bawah syak. Sebab terjadinya syak berpijak pada suatu tendensi, sedangkan waswas hanya sebatas bisikan hati yang tidak berdasar pada tendensi apa pun. Sehingga dalam banyak permasalahan pada shalat, orang yang waswas pada suatu hal (batalnya shalat) sama sekali tidak dipertimbangkan, sedangkan ketika seseorang syak pada sebagian permasalahan dijadikan pertimbangan. Misalnya seperti dalam kasus taraddud (ragu-ragu) pada niat keluar dari shalat yang membedakan antara syak dan waswas, seperti yang dikutip dalam Kifayah al-Akhyar:

وليس من الشك عروض التردد بالبال كما يجري للموسوس فإنه قد يعرض بالذهن تصور الشك وما يترتب عليه فهذا لا يبطل

“Tidak termasuk kategori syak datangnya rasa ragu-ragu (membatalkan sholat) dalam hati seperti halnya yang terjadi pada orang yang waswas, sebab terkadang terjadi pada orang yang waswas munculnya gambaran ragu-ragu dalam hati dan hal yang diakibatkan dari keraguan itu, maka hal demikian tidak membatalkan sholat” (Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Huseini, Kifayah al-Akhyar, hal. 181).

Hal yang Perlu Diperhatian

Sehingga ketika pemahaman di atas ditarik dalam permasalahan seseorang yang waswas antara kentut atau tidak ketika sholat, maka hal tersebut bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan. Sholatnya tetap dihukumi sah dan wajib untuk melanjutkan sampai selesai dengan tanpa mempertimbangkan waswas yang muncul tanpa berdasarkan tendensi yang jelas. Sebab waswas tersebut hanyalah pembujuk dari syaitan yang mengganggu ibadah sholat yang sedang dilakukan olehnya, hal ini seperti yang dijelaskan dalam hadis:

يَأْتِي أَحَدَكُمُ الشَّيْطَانُ فِي صَلَاتِهِ فَيَنْفُخُ فِي مَقْعَدَتِهِ فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ أَحْدَثَ وَلَمْ يُحْدِثْ فَإِذَا وَجَدَ ذَلِكَ فَلَا يَنْصَرِفُ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا

“Syaitan akan datang pada sholat kalian, lalu ia meniup anus kalian hingga seolah-olah kalian berhadas padahal kalian tidak berhadas. Maka ketika kalian menemukan kejadian demikian, janganlah berpaling (membatalkan sholat) sampai kalian mendengar suara atau mencium bau.” (HR Bazzar)

Dalam hadis di atas secara tegas dijelaskan bahwa selama tidak ada tendensi yang jelas, seperti mendengar suara kentut atau mencium bau kentut, maka keragu-raguannya (syak) tidak dipertimbangkan. Jika ragu-ragu (syak) pada kentut saja tidak berpengaruh dalam keabsahan sholatnya, apalagi ketika ia waswas antara kentut atau tidak, maka jelas hal tersebut sangat tidak berpengaruh dalam keabsahan sholatnya.

Kesimpulan

Namun mendengar suara kentut dan mencium bau kentut dalam hadis di atas bukanlah suatu syarat paten (qayyid) dalam menentukan batalnya sholat seseorang, sebab yang menjadi pijakan adalah yakinnya seseorang atas keluarnya sesuatu pada duburnya, meskipun ia tidak mendengar suara kentut ataupun mencium bau kentut, misalnya seperti dia merasakan sendiri keluarnya kentut dari duburnya tanpa mendengar suara dan mencium bau kentut. Penakwilan makna hadits di atas secara tegas dijelaskan dalam kitab Bujairami ala al-Khatib:

والمراد العلم بخروجه لا سمعه ولا شمه ، وليس المراد حصر الناقض في الصوت والريح بل نفي وجوب الوضوء بالشك في خروج الريح

“Yang dimaksud dengan hadis di atas adalah mengetahui (yakin) keluarnya kentut, bukan yang dimaksud adalah mendengar suara kentut dan juga bukan mencium bau kentut. Dan yang dimaksud bukanlah meringkas batalnya wudhu hanya terbatas pada suara dan bau, tetapi menafikan wajibnya wudhu sebab ragu-ragu (syak) dalam keluarnya angin” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami ala al-Khatib, juz. 2, hal. 180)

Dengan begitu, selama sesorang yakin dalam kesucian dirinya dari hadas karena telah melakukan wudhu, maka waswas atau ragu-ragu dalam batalnya wudhu tidak dipertimbangkan, baik itu terjadi ketika sedang shalat ataupun di luar sholat. Seperti yang dijelaskan dalam kitab Dalil al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj:

ومن تيقن الطهارة وشك في الحدث بنى على يقين الطهارة سواء كان في الصلاة أو خارجاً عنها

“Seseorang yang yakin dalam keadaan suci lalu ia ragu-ragu dalam wujudnya hadas maka dia dianggap tetap suci, baik hal tersebut terjadi pada saat sholat ataupun di luar sholat” (Syekh Abu Abdurrahman Rajab Nuri, Dalil al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj, juz 1, hal. 38).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya