Liputan6.com, Jakarta - Habib Umar bin Hafidz menjadi salah satu ulama Tarim yang terkenal di Indonesia. Beberapa kali ia telah berkunjung ke Tanah Air untuk melakukan safari dakwahnya. Tak sedikit santri-santri asal Indonesia yang mondok di tanah Yaman.
Salah satu muridnya yang berhasil di Indonesia adalah Habib Jindan bin Novel. Habib Jindan sering mendampingi Habib Umar manakala gurunya melakukan safari dakwah di Indonesia.
Sebagai salah satu ulama tersohor di era modern ini, Habib Umar tidak terlepas dari kritikan. Ulama Yaman ini pernah dituduh membiarkan perbuatan syirik oleh seorang pemuda. Syirik termasuk dosa besar dalam Islam yang mengacu pada menyekutukan Allah dengan sesuatu atau seseorang.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini karena banyak yang mencium tangan Habib Umar bolak-balik sambil membungkukkan badan. Fenomena ini memang sering terjadi sebagai bentuk penghormatan seorang murid terhadap gurunya. Tuduhan tersebut dijawab Habib Umar dengan cerdas dan bijaksana.
Berikut ini kisah Habib Umar dituduh membiarkan perbuatan syirik yang diceritakan Habib Umar bin Agil Al-Hamid, disarikan dari laman resmi Pesantren Lirboyo, Rabu (24/4/2024).
Simak Video Pilihan Ini:
Saat Pemuda Menuduh Habib Umar Membiarkan Syirik
Dalam sebuah majelis, seorang pemuda memberanikan diri bertanya kepada Habib Umar bin Hafidz, “Kenapa engkau membiarkan murid-muridmu menundukkan badannya dan mencium tanganmu berbolak-balik?”
Habib Umar hanya diam. Pemuda itu kemudian menuduhnya, “Tidak tahukah engkau itu perbuatan yang syirik?”
Habib Umar masih diam. “Engkau seolah-olah membuat murid-muridmu menyembah sesama mahkluk? tidakkah hanya Allah lah yang layak disembah? Tunduk atau menunduk kepada makhluk adalah perbuatan syirik.”
Di akhir pertanyaan itu, Habib Umar hanya tersenyum. Habib Umar kemudian memanggil pemuda tadi dan mendekatinya. Sang habib mengambil pena yang ada di dalam saku baju pemuda itu, lalu menjatuhkannya ke bawah.
Advertisement
Jawaban Cerdas Habib Umar
Ketika si pemuda ini menundukkan kepala dan badannya ke bawah guna mengambil pena, Habib Umar menahannya, “Jangan menunduk! tidakkah menunduk kepada makhluk adalah bathil?”
Seketika sang pemuda mengelaknya, “Tidak, aku hanya ingin mengambil penaku di bawah.”
Sang Habib kemudian memberi pemuda itu hikmah bijak, “Aku ini ibaratkan pena. Seorang pencari ilmu tidak akan mendapat ilmu jika tidak mempunyai pena. Begitu juga dengan murid-muridku. Mereka menghargai dan menghormatiku bukan atas permintaaanku. Aku tidak pernah memaksa. Aku tidak pernah menyuruh mereka mencium tanganku. Tetapi ketahuilah wahai pemuda, seorang pencari ilmu tidak akan mendapatkan setetespun ilmu yang bermanfaat jika dia tidak menghormati gurunya.”