Bagaimana Hukum Uang Hasil Judi Online untuk Bayar Utang, Emang Boleh?

Apakah boleh membayar utang dengan uang hasil judi online?

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Jul 2024, 18:30 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2024, 18:30 WIB
Utang konsumtif
Beli Tiket Konser Coldplay sebagai Self Reward, Awas Kebablasan Jadi Utang Konsumtif. Ilustrasi uang. Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Liputan6.com, Cilacap - Judi online saat ini banyak digemari oleh orang banyak karena menjanjikan keuntungan yang berlipat ganda tanpa harus bersusah payah.

Sebenarnya, jika pun ada keuntungan yang didapat namun jumlah kerugiannya juga sangat besar. Tak ada manfaat dalam berjudi, yang ada adalah kesengsaraan.

Tak sedikit dari para pelaku judi online ini akhirnya terjebak  dalam jeratan utang yang cukup besar dan membuat hidupnya sangat sengsara.

Keuntungan yang diperoleh tidak akan bertahan lama. Biasanya hanya cukup untuk makan dan untuk membayar utang.

Berdasarkan hal tersebut, pertanyaannya adalah bolehkan membayar utang dengan uang hasil judi online?

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak Video Pilihan Ini:


Hukum Judi Online

Infografis Transaksi Judi Online Capai Rp 600 Triliun. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Transaksi Judi Online Capai Rp 600 Triliun. (Liputan6.com/Abdillah)

Menukil NU Online, sebelum menjawab pertanyaan di atas, perlu diketahui bahwa judi baik online maupun secara offline tidak dibenarkan dalam Islam. Dengan demikian, orang-orang yang terlibat dalam judi terjerumus dalam perbuatan yang terlarang. Larangan ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban) untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Ma’idah: 90).

Dari ayat diketahui bahwa judi hukumnya haram, dan uang yang didapatkan dari praktik tersebut juga haram karena diperoleh dari cara yang dilarang dalam Islam. Sebab itu, menggunakan uang tersebut juga diharamkan. Larangan ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an:

وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقاً مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالأِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya, “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 188).

Syekh Sulaiman bin Umar As-Syafi’i menjelaskan, kata al-bathil pada ayat adalah semua praktik yang dihasilkan dari cara-cara yang haram. Di antaranya adalah mencuri, ghasab, merampok, judi, suap-menyuap, dan lainnya.” (Sulaiman Al-Jamal, Al-Futuhatul Ilahiyah bi Taudhihi Tafsiril Jalalain lid Daqaiqil Khafiyah, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], juz I, halaman 227).

 


Hukum Bayar Utang dengan Uang Hasil Judi Online

Ilustrasi uang koin
Ilustrasi uang koin. (Bola.com/Pixabay)

Dengan demikian, uang yang dihasilkan dari judi online adalah haram.

Barang haram sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Sa’duddin At-Taftazani (wafat 793 H) terbagi menjadi dua bagian, yaitu: (1) haram karena esensinya (dzatiyah), seperti bangkai dan khamar; dan (2) haram karena faktor lain, seperti harta orang lain yang didapatkan dengan cara yang haram.

Faktor kedua ini, barangnya merupakan barang halal, hanya saja karena didapatkan dengan cara yang haram, maka menjadikannya sebagai barang haram pula. Keharamannya juga karena disebabkan barang tersebut bukan menjadi miliknya, namun tetap menjadi milik pemilik aslinya. Karenanya ia tidak boleh menggunakannya untuk makan dan lainnya.

وَالثَّانِي مَا يَكُوْنُ مَنْشَأُ الْحُرْمَةِ غَيْرَ ذَلِكَ الْمَحَلِّ كَحُرْمَةِ أَكْلِ مَالِ الْغَيْرِ فَإِنَّهَا لَيْسَتْ لِنَفْسِ ذَلِكَ الْمَالِ بَلْ لِكَوْنِهِ مِلْكَ الْغَيْرِ

Artinya, “Kedua, yaitu barang yang penyebab haramnya selain esensi (barang) tersebut, seperti keharaman memakan harta orang lain, karena sesungguhnya (keharaman tersebut) bukan karena esensi barangnya, namun karena milik orang lain.” (At-Taftazani, Syarhut Talwih ‘alat Taudhih li Matnit Tanqih fi ushulil Fiqh, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 1996], juz II, halaman 263).

Karena harta haram masih menjadi milik pemiliknya yang asli, maka menggunakannya tidak diperbolehkan. Termasuk juga menggunakannya untuk membayar utang sebagaimana kasus-kasus yang umum terjadi saat ini, yang mana hasil judi online digunakan untuk membayar utang.

Tidak hanya itu, semua akad atau transaksi yang dilakukan dengan cara yang rusak (fasid), hasilnya pun tidak halal, sehingga orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak boleh menggunakan barang yang diraih dari transaksi yang cacat tersebut. Bahkan ia wajib mengembalikan uang yang didapatkan kepada pemilik aslinya. Berkaitan hal ini, Imam Syihabuddin Ar-Ramli (wafat 957 H) dalam kitabnya mengatakan:

سُئِلَ: هَلْ الْمَأْخُوذُ بِالْبَيْعِ الْفَاسِدِ مَعَ رِضَا الْمُتَبَايِعَيْنِ حَلَالٌ أَمْ لَا؟ فَأَجَابَ: بِأَنَّهُ لَا يَحِلُّ لِلْآخِذِ لَهُ التَّصَرُّفُ فِيهِ لِأَنَّهُ يَجِبُ عَلَى كُلٍّ مِنْهُمَا رَدُّ مَا أَخَذَهُ عَلَى مَالِكِهِ

Artinya, “(Imam Ar-Ramli) ditanya: "Apakah barang yang didapatkan dari transaksi yang rusak dengan kerelaan dari kedua pihak dihukumi halal atau tidak?" Lalu ia menjawab: "Sesungguhnya tidak halal bagi orang yang mendapatkannya untuk menggunakannya, karena wajib bagi keduanya mengembalikan apa yang telah ia dapatkan kepada pemiliknya".” (Ar-Ramli, Fatawar Ramli, [Maktabah al-Islamiyah: tt], juz II, halaman 470).

Dari penjelasan dapat disimpulkan bahwa membayar utang menggunakan uang hasil judi online, sebagaimana marak terjadi saat ini, hukum tidak diperbolehkan. Karena status uang bukan menjadi hak miliknya yang halal, sehingga ia tidak berhak menggunakannya untuk apapun.


Menerima Bayaran Utang dari Hasil Judi

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Terus Melemah
Petugas menghitung pecahan 100 dolar AS di jasa penukaran uang, Melawai, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Nilai tukar rupiah tembus Rp15.236 per dolar AS pukul 10.41 WIB pada perdagangan Rabu (28/9/2022). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Hanya membahas hukum membayar utang dengan uang hasil judi saja rasanya belum lengkap jika tidak membahas hukum menerima uang dari hasil judi. Sebab, kendati pun uang ini haram dan tidak boleh digunakan untuk membayar utang, masih saja banyak orang yang melakukannya.

Lantas bagaimana hukum menerima uang tersebut? Merujuk penjelasan Syekh Abu Bakar Syatta Ad-Dimyathi, menerima harta dari orang yang hartanya bercampuran antara halal dan haram hukumnya makruh, dan tidak haram. Namun jika penerima benar-benar tahu bahwa keseluruhan uangnya adalah nyata dari hasil yang haram, maka hukum menerimanya juga haram. (Syatta Ad-Dimyathi, Hasyiyatu I’anatit Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 1997], juz II, halaman 405).

Simpulan Hukum

Penjelasan dapat disimpulkan, membayar utang dengan uang hasil judi adalah tidak diperbolehkan. Sedangkan hukum menerimanya adalah diperinci, yaitu: (1) jika tidak tahu bahwa uang itu benar-benar dari praktik judi, maka hukumnya makruh; dan (2) jika tahu bahwa uang tersebut dari judi, maka hukumnya haram. Wallahu a’lam.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya