Hukum Menyentuh Kuku Lawan Jenis, Apakah Membatalkan Wudhu?

Mengenai hukum menyentuh kuku lawan jenis setelah berwudhu, para ulama berbeda pendapat dalam menyikapinya. Namun, sikap seorang muslim dalam menanggapi perbedaan ini alangkah baiknya diambil dengan sikap hati-hati.

oleh Putry Damayanty diperbarui 21 Sep 2024, 22:30 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2024, 22:30 WIB
Kuku - Vania
Ilustrasi Kuku/https://www.shutterstock.com/Photoromeo

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu syarat sah sholat adalah suci dari hadas dan najis. Bersuci dengan berwudhu merupakan cara untuk membersihkan diri dan menghilangkan hadas kecil.

Oleh karena itu, tidak sah sholat tanpa wudhu. Namun, seseorang dapat mengganti wudhu dengan tayamum jika terdapat uzur tertentu yang diperbolehkan syariat.

Selain itu, seorang muslim juga wajib hukumnya mengetahui hal-hal yang sekiranya dapat membatalkan wudhu. Di antaranya adalah menyentuh lawan jenis, baik menyentuh maupun yang disentuh.

Namun sejauh manakah batasan anggota wudhu yang membatalkan wudhu? Apakah menyentuh kuku lawan jenis termasuk hal yang membatalkan wudhu? Berikut penjelasannya melansir dari laman bincangmuslimah.com.

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Hukum Menyentuh Kuku Lawan Jenis Setelah Berwudhu

Ilustrasi Gigit Kuku (Onikofagia) (sumber: Freepik)
Ilustrasi Gigit Kuku (Onikofagia) (sumber: Freepik)

Dalam surah An-Nisa ayat 43 disebutkan salah satu hal yang membatalkan wudhu adalah non-mahram, dalam hal ini ayat ditujukan kepada laki-laki sehingga yang disebut adalah perempuan,

اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُ

Artinya: atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu.

Sebelum menuju pemahaman mengenai anggota tubuh yang tidak membatalkan wudhu, kita perlu memahami bahwa makan  لامس dalam bahasa Arab artinya menyentuh tanpa perantara. Jika menggunakan perantara, seperti kain atau lainnya maka tidaklah membatalkan wudhu.

Ayat tersebut secara umum menyebutkan bahwa menyentuh lawan jenis dapat membatalkan wudhu. Akan tetapi di dalamnya tidak disebutkan secara spesifik bagian tubuh mana yang dapat membatalkan wudhu. Beberapa ulama kemudian menjelaskan bagian tubuh yang jika disentuh tidak membatalkan wudhu.

Wudhu Tetap Sah Apabila Tidak Menimbulkan Syahwat

20161202-Aksi-2-Desember-Jakarta-FF
Peserta aksi damai 212 mengambil air wudhu untuk melaksanakan salat jumat dalam Bela Islam III di Monas, Jakarta, Jumat (2/12). Adapun peserta massa aksi damai 212 menggunakan botol air minum untuk berwudhu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dalam kitab al-Minjah al-Qawim Syarh al-Muqoddimah al-Hadromiyyah karya Ibnu Hajar al-Haetami disebutkan bahwa rambut, kuku, dan gigi bukanlah anggota yang dapat membatalkan wudhu. Berikut keterangan aslinya,

“ولا ينقض شعر وسن وظفر” إذ لا يلتذ بلمسها

Artinya: Tidaklah membatalkan wudhu (bila menyentuh) rambut, gigi, dan kuku karena menyentuhnya tidak menimbulkan syahwat.

Adapun alasan tidak menimbulkan syahwat ini kemudian menimbulkan pendapat lain di kalangan ulama. Sebagian ulama akhirnya berpendapat bahwa menyebutkan bahwa ketiga anggota tersebut membatalkan wudhu jika memunculkan syahwat. Salah satunya dalam Tukhfatul Mukhlasin karya Syamsudin al-Jazari,

وَلَمْسٌ يَلْتَذُّ صَاحِبُهُ بِهِ عَادَة  وَلَوْ كَظُفْرٍ أَوْ شَعْرٍ

Artinya: dan (hal yang membatalkan wudhu) menyentuh yang menimbulkan syahwat bagi yang menyentuhnya secara hukum kebiasaan, walaupun itu hanya kuku atau rambut.

Kemudian Syekh Muhammad bin Abdullah al-Kharsyi mensyarah kitab Tukhfatul Mukhlasin dengan judul Syarh Mukhtashor Khalil. Pada pendapat ini, kuku dan rambut memang tidaklah menimbulkan syahwat secara hukum kebiasaan. Itu artinya, jika ternyata menyentuh anggota tersebut menimbulkan syahwat maka wajiblah memperbarui wudhunya.

Sikap yang diambil dalam menanggapi perbedaan ini alangkah baiknya diambil dengan sikap hati-hati. Pendapat pertama adalah pendapat yang lebih unggul sehingga lebih mengarah pada sikap bahwa menyentuh gigi, kuku, dan rambut tidak dapat membatalkan wudhu. Adapun pendapat berikutnya dihadapi sebagai sikap kehati-hatian saja, jika memang benar-benar menimbulkan syahwat. Wallahu a’lam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya