Liputan6.com, Jakarta - Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai sosok yang memiliki sifat-sifat mulia, seperti kasih sayang, sabar, dan bijaksana. Namun, beliau juga adalah manusia yang bisa merasakan emosi, termasuk tersinggung dan marah.
Salah satu hal yang dapat membuat Nabi Muhammad SAW marah adalah tindakan atau perkataan yang merendahkan atau menghina ajaran Islam, atau yang menyalahi prinsip-prinsip moral dan etika yang beliau junjung tinggi.
Advertisement
Baca Juga
KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang akrab disapa Gus Baha, dalam sebuah ceramah yang dikutip dari kanal YouTube @Hasbyae, mengisahkan momen ketika Nabi Muhammad SAW pernah tersinggung dan marah besar.
Kisah ini terkait dengan pentingnya memahami ilmu Al-Qur'an secara mendalam, bukan sekadar membacanya tanpa pengamalan dalam kehidupan sehari-hari.
Gus Baha memulai ceritanya dengan mengutip sebuah pernyataan Nabi Muhammad SAW yang, jika diukur dengan standar zaman sekarang, mungkin terdengar kontroversial.
Nabi Muhammad SAW bersabda, "Kamu harus mencari ilmu sebelum ilmu itu dihilangkan oleh Allah." Pernyataan ini sempat menimbulkan kebingungan di kalangan sahabat.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Ini yang Menyebabkan Nabi Muhammad SAW Marah
Para sahabat merasa janggal dengan pernyataan tersebut. Mereka bertanya-tanya bagaimana ilmu bisa hilang, sementara Al-Qur'an telah terdokumentasi dengan baik dan diajarkan kepada keluarga, anak-anak, dan generasi penerus.
Salah seorang sahabat bertanya, "Bagaimana ilmu bisa hilang, padahal kita masih punya Al-Qur'an yang kita ajarkan kepada anak dan istri kita?"
Mendengar pertanyaan ini, Nabi Muhammad SAW tersinggung dan marah besar. Gus Baha menjelaskan bahwa Nabi sangat tersinggung karena para sahabat salah memahami makna dari hilangnya ilmu yang dimaksud.
Menurut Nabi, meskipun Al-Qur'an ada dan terus dibaca, ada kemungkinan ilmu dari Al-Qur'an tidak lagi dipraktikkan dalam kehidupan sosial.
Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa meskipun kitab suci Al-Qur'an ada, ilmu dari Al-Qur'an bisa "hilang" ketika ajaran-ajaran di dalamnya tidak diaplikasikan dalam perilaku sehari-hari.
“Nabi menjawab, ‘Ada kitab suci, tetapi tidak menjadi perilaku sosial.’ Inilah yang membuat Nabi marah,” ungkap Gus Baha.
Gus Baha menambahkan, Nabi Muhammad SAW khawatir umat Islam hanya sebatas membaca Al-Qur'an tanpa mengamalkan isinya dalam kehidupan mereka.
Advertisement
Jangan Sampai Nasib Al-Quran Jadi Teks yang Dibaca tanpa Diaplikasikan
“Jangan sampai nasib Al-Qur'an seperti itu, hanya menjadi teks yang dibaca tanpa dipahami dan diaplikasikan,” kata Gus Baha mengutip kekhawatiran Nabi.
Menurut Gus Baha, inti dari marahnya Nabi Muhammad SAW adalah peringatan agar umat Islam tidak hanya sebatas membaca atau menghafal Al-Qur'an, melainkan juga memahami dan menerapkan ajaran-ajaran mulia dari Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.
Nabi menekankan pentingnya menjadikan Al-Qur'an sebagai panduan perilaku sosial.
Gus Baha kemudian memberikan contoh nyata bagaimana ilmu Al-Qur'an harus diterapkan dalam hubungan sosial.
"Jika seseorang selalu marah atau bertindak kasar ketika kecewa, atau bahkan cenderung melakukan tindakan kekerasan seperti membacok ketika merasa dikecewakan, maka meskipun ia membaca Al-Qur'an, ilmunya tidak diaplikasikan," ujar Gus Baha.
Gus Baha juga menjelaskan bahwa aplikasi ilmu Al-Qur'an seharusnya terlihat dalam setiap interaksi kita dengan orang lain. Al-Qur'an mengajarkan untuk bersabar, memaafkan, dan berbuat baik, bahkan ketika dihadapkan pada situasi sulit.
"Jika kita membaca Al-Qur'an tapi tetap marah-marah dan menyakiti orang lain, itu berarti ilmunya tidak diterapkan," tegas Gus Baha.
Lebih lanjut, Gus Baha menekankan pentingnya menjaga ilmu Al-Qur'an agar tidak hilang dalam makna yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Ilmu Al-Qur'an hanya akan bertahan jika ajaran-ajarannya dijalankan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. “Jangan hanya sekadar membaca, pahami dan amalkan ilmunya,” ujar Gus Baha.
Kisah ini, menurut Gus Baha, menjadi pelajaran penting bagi umat Islam untuk tidak hanya fokus pada hafalan atau bacaan Al-Qur'an, tetapi juga pada implementasi nilai-nilai Al-Qur'an dalam tindakan nyata. Hal ini penting untuk menjaga relevansi ajaran Islam dalam kehidupan sosial yang terus berkembang.
Dalam ceramahnya, Gus Baha juga mengingatkan bahwa ilmu tanpa praktik bisa dianggap "hilang" meskipun teks suci tetap ada. Umat Islam harus selalu berusaha untuk menjadikan ajaran Al-Qur'an sebagai panduan moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari. "Ilmu harus dihidupkan, bukan hanya dihafal," pungkas Gus Baha.
Ceramah Gus Baha ini menggarisbawahi pentingnya memahami secara mendalam pesan-pesan dari Nabi Muhammad SAW tentang ilmu dan penerapannya. Umat Islam diajak untuk tidak hanya menjadi pembaca, tetapi juga pelaku dari ajaran-ajaran suci yang ada di dalam Al-Qur'an.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul