Liputan6.com, Jakarta - Manusia seringkali merasa khawatir akan hidup yang dijalaninya. Takut dengan kehidupan di masa depan, bersedih hati dengan apa yang sedang dijalani, bahkan merenungi apa yang telah terjadi di masa lalu.
Hal seperti inilah yang dalam bahasa populer saat ini disebut dengan overthinking yaitu memikirkan segala sesuatu secara berlebihan. Padahal overthinking dapat berakibat buruk pada kondisi fisik dan mental seseorang.
Advertisement
Baca Juga
Namun, sebaliknya ada orang-orang yang justru tidak pernah merasakan takut, khawatir maupun sedih dalam hidupnya. Hal ini tentu menjadi pertanyaan bagi kita, siapakah orang itu?
Merekalah yang disebut sebagai Wali Allah. Memang tidaklah sembarang orang untuk dapat memiliki derajat kewalian, akan tetapi bukan berarti kita orang awam tidak bisa untuk menggapainya.
Simak penjelasan Ustadzah Halimah Alaydrus berikut ini.
Saksikan Video Pilihan ini:
Orang-orang yang Tak Pernah Takut dan Bersedih
Allah SWT menyebutkan dalam QS. Yunus ayat 62 tentang orang-orang yang hidupnya tidak ada rasa khawatir, kesusahan, ketakutan maupun bersedih,
اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ
Artinya: Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.
Dikutip dari tayangan YouTube @UstadzahHalimahAlaydrusChannel, beliau menegaskan bahwa yang dimaksud dari ayat di atas adalah mereka yang disebut sebagai kekasih Allah, hamba-hamba tercinta atau orang-orang pilihan Allah.
"kemudian Allah memilihnya, nih hasil jaring-jaringnya Allah ketika bekerja memilih para kekasih-kekasihnya nya Allah SWT. Allah cerita sebagai hasilnya 'lā khaufun 'alaihim wa lā hum yaḥzanūn' enggak punya rasa takut, enggak punya takut, enggak punya khawatir" jelasnya.
Lantas, kita mungkin juga bertanya apakah benar ada orang yang tidak memiliki rasa takut, khawatir, atau pun sedih?
Jawabannya ada, bahkan banyak. Lebih lanjut, Ustadzah Halimah Alaydrus juga menyebutkan bahwa orang-orang yang demikian bukanlah karena kehidupannya selalu terjadi seperti apa yang diinginkan, hidupnya selalu menyenangkan, tidak pernah sakit atau sulit, namun karena dia tidak pernah berhenti menjadi hamba-Nya dan meyakini bahwa Allah sebaik-baik penjaga.
حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ
Artinya: Cukuplah bagi kami Allah, sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya penolong kami.
Advertisement
Ketentuan Utama Menjadi Wali Allah
Dikutip dari tafsiralquran.id, KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) mengatakan syarat untuk menjadi wali Allah adalah logika kita, mindset (pola pikir) kita sejalan dengan syariat yang ditentukan oleh Rasulullah SAW.
Hal ini selaras dengan pendapat yang terdapat di dalam kitab Hidayatul Azkiya Ilaa Thariqil Awliyah tentang tahapan-tahapan bagi seseorang untuk mencapai derajat waliyullah. Di dalam kitab tersebut disebutkan inna thariqa syariatun wa thariqatun wa haqiqatun fasma’ lahaa ma mitstsila yang artinya, “sesungguhnya jalan untuk menjadi waliyullah ada tiga yaitu syariat, tarekat dan hakekat dan dengarkanlah yang menjadikan perumpamaannya.”
Tiga tahapan tersebut diibaratkan dengan kata: fa syariatun ka-safinatin wa thariqatun kal-bahri tsumma haqiqatun dzurrul ghala. Artinya: syariat bagaikan perahu, tarekat seperti lautan, sedangkan hakikat laksana mutiara yang terdapat dalam lautan.
Dari keterangan di atas syarat ketentuan yang dasar untuk menjadi waliyullah adalah berpegang dengan syariat Rasulullah SAW. Naik ke tingkat berikutnya meniti jalan menuju Allah yang disebut tarekat, dan menyelam ke samudera untuk menemukan hakikat kehambaan kita kepada Allah SWT.