Liputan6.com, Jakarta - Tradisi bersalaman setelah sholat kerap menimbulkan perdebatan di kalangan umat Islam. Ada yang mempertanyakan dalil dan keabsahan praktik ini dan menganggapnya bid'ah.
Sementara yang lain menganggapnya sebagai bentuk perbuatan baik.
Perdebatan ini memunculkan diskusi tentang bagaimana agama harus dijalankan antara formalitas dalil dan nilai sosial yang terjalin di masyarakat.
Advertisement
KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Baha, membahas topik ini dengan pendekatan khasnya yang santai namun dalam.
Dalam pengajian yang dikutip dari kanal YouTube @Channel_JBR17, Gus Baha memberikan perspektif unik yang mengundang tawa sekaligus renungan bagi banyak orang.
Gus Baha mengakui bahwa mencari dalil yang jelas mengenai bersalaman setelah sholat memang cukup sulit.
"Kalau ditanya mana hadisnya, ya tentu kita kesulitan. Kalaupun ada, biasanya derajatnya dhaif," ungkapnya.
Namun, ia menegaskan bahwa keabsahan sebuah tradisi tidak selalu harus diukur dengan hadis-hadis kuat.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Orang yang Kritik juga Tak Punya Dalil
Ia kemudian menjelaskan bahwa banyak kegiatan yang dilakukan setelah sholat yang tidak memiliki dalil langsung. Misalnya, menyentuh telepon seluler setelah salam.
"Setelah salam, nyalain HP yang off itu boleh enggak? Boleh. Mau ke kamar mandi juga boleh," ucap Gus Baha, mencontohkan dengan gaya khasnya yang mengundang senyum.
Menurut Gus Baha, jika orang mengizinkan hal-hal seperti menyalakan ponsel atau pergi ke kamar mandi setelah sholat tanpa mempertanyakan dalilnya, mengapa mereka mempermasalahkan bersalaman?
"Kencing boleh, nyalain HP boleh, tapi salaman malah dipermasalahkan," tambahnya.
Ia menyoroti bahwa beberapa orang sering kali sibuk mengkritik kegiatan seperti wirid dan bersalaman, tetapi mereka tidak sadar bahwa tindakan mereka juga tidak memiliki dalil yang spesifik.
"Mereka itu mengkritik wiridan, mengkritik salaman, padahal kalau ditanya mana dalil nyalain HP setelah salam, enggak ada juga," tegas Gus Baha.
Bagi Gus Baha, fokus pada hal-hal kecil seperti itu justru dapat membuat seseorang kehilangan esensi utama dari sholat, yaitu mengingat Allah. "Akhirnya, orang-orang yang terlalu sibuk mengkritik ini malah jadi korban aliran yang membuat mereka lupa mengingat Allah," jelasnya, menyoroti ironi yang terjadi.
Advertisement
Bahaya jika Aktivitas Menjauhkan dari Allah SWT
Ia mengingatkan bahwa aktivitas yang mengalihkan perhatian dari mengingat Allah justru lebih berbahaya.
"Kalau sudah selesai sholat dan langsung ingat HP, itu enggak ada yang mempermasalahkan. Tapi kalau salaman, langsung dipermasalahkan," katanya.
Gus Baha mengajak umat untuk tidak terjebak dalam perdebatan yang terlalu formalistis. Menurutnya, esensi dari ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah, bukan saling menuding mana yang benar atau salah berdasarkan dalil-dalil yang kadang tidak sepadan.
Pendekatan yang ditawarkan Gus Baha ini mendapatkan respons positif dari para santri dan jemaah. Banyak yang merasa tercerahkan oleh caranya mengemas tema keagamaan dengan logika yang mudah dipahami, namun tetap dalam kerangka keilmuan Islam.
Ia juga mengingatkan bahwa hal-hal seperti bersalaman sebenarnya mengandung nilai sosial yang penting. Bersalaman setelah sholat dapat mempererat hubungan antarsesama muslim, menciptakan kehangatan dan rasa saling peduli. "Ada nilai kebersamaan di situ, dan itu juga penting," tambahnya.
Gus Baha sering kali menggunakan pendekatan humor dalam menyampaikan pesan-pesan agama. Hal ini membuat pengajian yang dibawakannya terasa ringan tetapi tetap memberikan makna mendalam.
"Kadang, kalau tidak dijelaskan dengan canda, orang bisa tegang dan malah tidak paham esensinya," ujar Gus Baha.
Pendekatan seperti ini juga menjadi ciri khas Gus Baha sebagai santri Mbah Maimoen Zubair. Ia mewarisi cara berdakwah yang santai namun tetap berakar kuat pada ilmu fikih. "Yang penting, agama ini dijalankan dengan penuh kesadaran, bukan hanya formalitas," ujarnya, mengingatkan.
Ulasan Gus Baha ini menjadi pengingat bagi banyak orang untuk tidak mudah terjebak dalam formalitas ibadah yang semata-mata didasarkan pada hukum, tetapi melupakan nilai-nilai sosial dan spiritual yang menyertainya. Refleksi ini diharapkan dapat mempererat hubungan antarsesama muslim tanpa meninggalkan esensi utama ibadah.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul