Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa pernah menyebut Indonesia menjadi negara Fatherless Country ketiga di dunia. Klaim tersebut telah membuka mata pentingnya peran ayah dalam keluarga yang tak sekadar pencari nafkah.
Fatherless sendiri menjadi istilah yang memang tidak hanya diartikan sebagai hilangnya sosok ayah karena telah meninggal dunia. Namun juga peran ayah yang sangat minim dalam pengasuhan anak atau parenting dalam keluarga.
Hal ini menjadi perhatian serius bagi Ustaz Bendri Jaisyurrahman, seorang aktivis dan konselor ketahanan keluarga di Indonesia. Dalam Podcast di Channel Youtube Nikita Willy Official, Ustaz Ajo Bendri, demikian ia akrab disapa membeberkan pentingnya parenting ayah dan ibu dalam menciptakan anak-anak yang saleh.
Advertisement
Baca Juga
Pendiri dan pembina Yayasan Langkah Kita ini sering kali menemukan masalah pada remaja seperti penyimpangan seksual, narkoba, dan lainnya bermuara dari anak-anak yang tidak merasakan kehadiran ayah baik secara fisik maupun psikologis.
Ia pun menggali akar penyebab permasalahan-permasalahan pada remaja. "Mereka selalu bilang gini fungsi bokap tu cuma dua pertama memberi nafkah yang kedua memberi izin untuk menikah," ungkapnya.
Padahal berdasarkan riset yang dia lakukan bersama Yayasan Kita dan Buah Hati, anak laki-laki rata-rata sudah mengalami mimpi basah sebagai tanda kedewasaan di kelas 5 SD atau sekitar usia 10-11 tahun. Namun, ternyata ayah lupa untuk mengajarkan pentingnya bersuci ketika mimpi basah terjadi.
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Berkaca pada Kisah Nabi Yusuf
Untuk itu, Ustaz Bendri mengingatkan agar kembali pada Al Quran di mana dalam kisah nabi Yusuf (AS) dijelaskan bahwa peran sang ayah, Nabi Yaqub (AS) menjadi sosok yang penting. Simbol ayah digambarkan dalam Al Quran dalam sosok nabi.
"Ini untuk memberitahu bahwa itu mulia," tambahnya.
Seperti bagaimana dialog ketika nabi Yusuf (AS) mengalami mimpi yang menggelisahkan dengan spontan beliau langsung menceritakannya kepada sang ayah. Tanpa perlu sang ayah mengorek-orek hal pribadinya. "Yusuf ingin memberitahu bahwa ayahnya sosok yang sangat dipercaya sehingga enggak perlu ada privasi," kata Ustaz Bendri.
Karenanya, ia menekankan pentingnya peran ayah untuk membentengi anak-anaknya dari kejahatan yang kerap terjadi seperti pelecehan dengan selalu dekat dengan anak secara psikologis. Sehingga anak mau membuka diri dan bercerita tanpa perlu didesak. Dengan membuka privasi akan mencegah anak mengalami love bombing dan grooming dari para penjahat melalui dunia maya.
Di dalam Al Quran sosok ayah disebut dengan terminologi abati yang memiliki gambaran meski adalah sosok yang sibuk namun selalu dirindukan dan dinantikan kehadirannya di rumah. "Dari terminologi abati menjadi ayah bukan berarti membuat ayah harus stay at home, salah, menjadi ayah haruslah ayah yang produktif anak-anak belajar tentang produktivitas dari sosok ayahnya," bebernya.
Hal ini dia gambarkan dalam bukunya yang berjudul Fatherman. Terinspirasi dari tokoh hero Spiderman maupun Superman, ayah sejatinya adalah pahlawan yang meskipun tidak selalu hadir setiap saat namun selalu ada di waktu yang tepat.
Advertisement
Pentingnya Pendidikan Bersuci
Ustaz Bendri menekankan mengajarkan anak bersuci atau taharah tidak boleh dilewatkan. Jadi tidak hanya menekankan anak untuk menjalankan kewajiban salat lima waktu, ayah juga harus mengajarkan cara mandi junub.
Ia juga memaparkan fenomena anak enggan bercerita lebih banyak soal perubahan dalam tubuhnya ditambah lagi dengan banyaknya tayangan di era digital. Menurutnya, anak bisa mendapat informasi yang tidak baik termasuk pornografi.
"The main problem of parenting is disconnection, hal ini tentang diskoneksi khususnya antara ayah dan anak yang menyebabkan akhirnya anak-anak sulit untuk bercerita tentang apa yang dipikirkan apa yang dirasakan, dia banyak menerima banyak konten di tontonan dia tidak bisa bercerita kepada ayahnya dan ibunya," katanya.
Setelah hal ini terjadi, anak pun membatasi diri dengan berlindung pada kata privasi. Padahal, hal ini bisa menjadi celah bagi predator di dunia digital melakukan pelecehan terhadap anak melalui love bombing dan grooming.
"Ini menjadi sebuah problem akhirnya dari situlah anak-anak isi pikirannya, perasaannya menerima sampah-sampah pemikiran di luar termasuk yang ekstrem dari sisi ideologi, membunuh orang misalnya. Itu semua tidak bisa diseleksi oleh ayahnya padahal ayah adalah penjaga nilai," sebutnya.