Muhammadiyah Sambut Ramadan dengan Transisi Energi

Internalisasi nilai-nilai Islam di momen Ramadan bagi Muhammadiyah salah satunya adalah efisiensi dan transisi energi.

oleh Abdul Jalil Diperbarui 21 Feb 2025, 12:30 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2025, 12:30 WIB
PLTS Komunal
PLTS Komunal milik BUMDes Desa Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara menjadi solusi kelistrikan bagi masyarakat di kawasan terpencil dan terisolir.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, tetap perhatian pada isu transisi energi. Bagi Muhammadiyah, efisiensi dan transisi energi menuju sumber energi terbarukan merupakan bagian dari internalisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi bagian penting di momen Ramadan.

Dikutip dari laman muhammadiyah.or.id, Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah Agus S Djamil menyebut pentingnya kemandirian energi kini tak hanya menjadi perbicangan di ranah akademik, namun agama juga ikut andil.

“Kita perlu segera mewujudkan kemandirian energi, mengingat saat ini sebagian besar energi kita masih bergantung pada impor. Padahal Indonesia dianugerahi Tuhan dengan kekayaan energi, mulai energi air, panas bumi, laut, matahari, hingga angin,” kata Agus S Djamil yang juga Direktur Eksekutif Muhammadiyah Climate Center, Rabu (19/2/2025).

Hal itu disampaikannya pada kegiatan diskusi yang bertajuk ‘Cahaya Ramadan: Menjalani Ibadah Energi dengan Energi Berkelanjutan’. Kegiatan ini merupakan kolaborasi Suara Muhammadiyah, Greenfaith Indonesia, MOSAIC, 1000Cahaya, dan Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah.

Acara ini berfokus pada peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya energi bersih dalam perspektif Islam, serta mendorong praktik ibadah Ramadan yang lebih ramah lingkungan.

Agus menekankan pentingnya mewujudkan kemandirian energi menggunakan sumber energi terbarukan yang melimpah. Beberapa contoh yang disebutkan adalah memanfaatkan sungai untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), serta potensi panas bumi dan energi laut.

Sumber energi berkelanjutan juga harus mempertimbangkan biaya Levelized Cost of Electricity (LCOE) yang rendah dan pengembalian investasi energi yang optimal.

 

Buku Fikih Transisi Energi Berkeadilan

Energi Berkelanjutan
Suara Muhammadiyah, Greenfaith Indonesia, MOSAIC, 1000Cahaya, dan Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, melaksanakan diskusi bertajuk ‘Cahaya Ramadan: Menjalani Ibadah Energi dengan Energi Berkelanjutan’.... Selengkapnya

Diskusi ini juga gelar sosialisasi Buku Fikih Transisi Energi Berkeadilan, yang yang ditulis secara inklusif dengan melibatkan masyarakat yang terdampak. Buku ini diharapkan dapat menjadi landasan kerja bersama umat Islam dalam mendukung ambisi transisi energi Indonesia.

Qaem Aulassyahied dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, yang juga salah satu penulis buku tersebut, menekankan adanya disparitas ekonomi dalam energi. Sehingga penggunaan dan pemanfaatan sumber daya menjadi tidak seimbang.

Menurutnya, salah satu persoalan penting adalah kepemilikan dan bagaimana kita mengatur penggunaannya untuk kesejahteraan bersama. Keserakahan dan kejahatan struktural dapat merusak sistem perekonomian, termasuk energi.

“Maka wujud konservasi energi yang bisa kita lakukan yaitu melakukan penghematan energi dan mengupayakan pencarian energi alternatif,” ungkap Qaem.

Sementara itu, Koordinator Nasional Greenfaith Indonesia, Hening Parlan menambahkan bahwa bulan Ramadan adalah waktu yang penuh berkah dan introspeksi.

“Jika kita tidak bijak dalam mengelola energi, kita justru memperbanyak pemborosan. Saya mengajak semua untuk ‘puasa energi’—di rumah dan di masjid. Mari kita matikan lampu saat tidak digunakan, terutama saat kita beribadah, untuk mengurangi konsumsi energi,” ungkapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya