Liputan6.com, Jakarta Jepang, negara dengan populasi Muslim minoritas, kini tengah bertransformasi menjadi destinasi wisata ramah Muslim. Perubahan ini didorong oleh potensi ekonomi yang besar dari pasar wisata halal global dan jumlah wisatawan Muslim yang signifikan, terutama dari Asia Tenggara. Bagaimana Jepang mewujudkannya? Jawabannya terletak pada berbagai strategi inovatif yang dijalankan pemerintah dan masyarakatnya.
Populasi Muslim di Jepang saat ini diperkirakan mencapai 230.000 jiwa, dengan 47.000 di antaranya merupakan warga negara Jepang. Angka ini menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam satu dekade terakhir. Transformasi Jepang menjadi negara ramah Muslim menjadi sorotan karena keberhasilannya dalam menyediakan berbagai fasilitas pendukung bagi umat Muslim di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha dan Shinto.
Advertisement
Baca Juga
Perkembangan fasilitas ramah Muslim di Jepang bukan sekadar upaya komersial, tetapi juga cerminan dari komitmen Jepang dalam menghargai keberagaman dan kebebasan beragama. Strategi ini tidak hanya menarik wisatawan Muslim, tetapi juga memperkaya pengalaman budaya dan interaksi antarumat beragama di Jepang.
Lalu bagaimana Jepang bisa bertransformasi menjadi negara yang ramah bagi muslim? Simak pembahasan selengkapnya berikut ini sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (27/2/2025).
Sejarah Islam di Jepang, Dari Isolasi Hingga Keterbukaan
Pada era Tokugawa (1600-1868), Jepang menerapkan kebijakan isolasi yang membatasi kontak dengan dunia luar, termasuk penyebaran agama baru. Namun, setelah Restorasi Meiji (1868), Jepang mulai membuka diri terhadap dunia internasional.
Perkenalan awal dengan Islam terjadi sekitar tahun 1877, ketika terjemahan kitab tentang kehidupan Nabi Muhammad mulai beredar di Jepang. Hal ini menandai awal dari pemahaman masyarakat Jepang tentang Islam.
Hubungan diplomatik antara Jepang dan Kesultanan Ottoman pada tahun 1890-an semakin memperkenalkan Islam ke Jepang. Namun, penyebaran Islam yang signifikan baru terjadi setelah gelombang imigran Muslim dari Asia Tengah dan Rusia pasca-Revolusi Bolshevik.
Para imigran ini mendirikan komunitas dan masjid di berbagai kota besar, seperti Kobe dan Tokyo. Masjid Kobe, yang dibangun pada tahun 1935, menjadi masjid pertama di Jepang, disusul Masjid Tokyo pada tahun 1938.
Imigrasi Muslim pasca Perang Dunia I dan II, ditambah dengan mahasiswa dan pekerja asing dari negara-negara mayoritas Muslim, semakin memperkaya keberagaman komunitas Muslim di Jepang.
Perkembangan Islam di Jepang juga dipengaruhi oleh beberapa warga Jepang yang tertarik dan memeluk agama Islam. Faktor-faktor seperti nilai-nilai moral Islam, pengaruh media sosial, dan interaksi dengan komunitas Muslim menjadi pendorongnya.
Advertisement
Titik Balik, Krisis Minyak 1973 dan Perkembangan Hubungan dengan Negara Muslim
Krisis minyak tahun 1973 menjadi titik balik dalam hubungan Jepang dengan negara-negara Muslim, terutama di Timur Tengah. Krisis ini meningkatkan kesadaran Jepang akan pentingnya kerja sama ekonomi dengan negara-negara penghasil minyak.
Penguatan hubungan diplomatik dengan negara-negara Timur Tengah mendorong peningkatan interaksi antara masyarakat Jepang dan Islam. Hal ini juga membuka peluang bagi penyebaran Islam di Jepang.
Dukungan Raja Faisal dari Arab Saudi terhadap komunitas Muslim di Jepang memberikan dampak yang signifikan. Bantuan finansial dan moral dari Raja Faisal sangat membantu dalam pembangunan fasilitas-fasilitas Islam di Jepang.
Setelah krisis minyak, berbagai organisasi Islam mulai bermunculan di Jepang. Organisasi-organisasi ini berperan penting dalam menyebarkan ajaran Islam dan melayani kebutuhan komunitas Muslim.
Organisasi-organisasi ini juga berperan dalam menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Jepang dan menyelenggarakan berbagai kegiatan keagamaan.
Perkembangan organisasi-organisasi Islam ini menunjukkan dinamika komunitas Muslim di Jepang yang semakin berkembang dan terorganisir.
Kebebasan Beragama di Jepang, Landasan Legal dan Sosial
Konstitusi Jepang menjamin kebebasan beragama melalui Pasal 20, yang melindungi hak setiap warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadahnya.
Pemerintah Jepang secara konsisten menghormati kebebasan beragama ini dan tidak melakukan intervensi dalam urusan keagamaan. Sikap toleran ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan berbagai agama, termasuk Islam.
Masyarakat Jepang juga menunjukkan sikap yang relatif toleran terhadap keberagaman agama. Meskipun Islam masih minoritas, komunitas Muslim diterima dengan baik dan dihargai.
Berbeda dengan beberapa negara Asia Timur lainnya yang masih menghadapi tantangan dalam hal toleransi beragama, Jepang menunjukkan sikap yang lebih inklusif.
Sikap toleran ini menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan Jepang dalam menciptakan lingkungan yang ramah bagi komunitas Muslim.
Kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi dan didukung oleh masyarakat menjadi landasan penting bagi perkembangan Islam di Jepang.
Advertisement
Perkembangan Fasilitas Ramah Muslim di Jepang
Jepang telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam menyediakan fasilitas ramah Muslim untuk memenuhi kebutuhan spiritual dan praktis para wisatawan dan penduduk Muslim. Upaya ini mencakup berbagai sektor, dari tempat ibadah hingga akomodasi dan kuliner.
Tempat Ibadah
Jumlah masjid di Jepang telah meningkat secara signifikan, dari hanya 15 pada tahun 1999 menjadi 113 pada tahun 2021. Pertumbuhan ini menunjukkan perkembangan pesat komunitas Muslim di Jepang.
Beberapa masjid utama di Jepang, seperti Masjid Kobe, Tokyo Camii, Masjid Istiqlal Osaka, dan Masjid Nagoya, menjadi pusat kegiatan keagamaan dan komunitas Muslim.
Selain masjid, musala juga tersedia di berbagai lokasi strategis, seperti bandara, stasiun kereta api, tempat peristirahatan di jalan tol, dan pusat perbelanjaan, untuk memudahkan umat Muslim menjalankan ibadah salat.
Makanan Halal
Perkembangan restoran dan penyedia makanan halal di Jepang menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Sejak tahun 2010, semakin banyak restoran yang menyediakan menu halal, baik masakan Jepang maupun internasional.
Proses sertifikasi halal di Jepang masih menghadapi tantangan, karena belum adanya badan sertifikasi halal nasional yang resmi. Namun, beberapa lembaga swasta dan organisasi Islam telah berperan aktif dalam memberikan sertifikasi halal.
Pertumbuhan bisnis makanan halal di Jepang menunjukkan potensi ekonomi yang besar. Semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk menyediakan produk dan layanan halal untuk memenuhi permintaan pasar.
Distribusi geografis restoran halal masih terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Tokyo, Osaka, Kyoto, Nagoya, dan Fukuoka. Namun, upaya untuk memperluas jangkauan restoran halal ke kota-kota kecil terus dilakukan.
Akomodasi Ramah Muslim
Sejumlah hotel di Jepang telah menyediakan fasilitas ramah Muslim, seperti Richmond Hotel dan Kyoto Century Hotel. Hotel-hotel ini menyediakan menu halal, tempat salat, dan fasilitas lainnya yang sesuai dengan kebutuhan Muslim.
Beberapa penginapan tradisional (ryokan) juga menawarkan fasilitas privat bagi wisatawan Muslim yang menginginkan privasi lebih, seperti onsen (pemandian air panas) pribadi.
Paket wisata khusus untuk wisatawan Muslim juga ditawarkan oleh beberapa agen perjalanan, yang meliputi kunjungan ke tempat-tempat wisata, makanan halal, dan penginapan yang nyaman.
Pariwisata Halal, Strategi Baru Jepang
Pemerintah Jepang menyadari potensi besar pasar wisata halal global dan telah menetapkan strategi untuk mengembangkan pariwisata halal sebagai sektor ekonomi baru.
Inisiatif pemerintah Jepang untuk mengembangkan pariwisata halal mencakup peningkatan fasilitas ramah Muslim, promosi destinasi wisata halal, dan penyediaan informasi yang mudah diakses.
Kota-kota besar seperti Tokyo, Osaka, Kyoto, Nagoya, dan Fukuoka telah menjadi pusat pengembangan pariwisata halal di Jepang, dengan berbagai fasilitas dan layanan yang tersedia.
Aplikasi dan website seperti halalgourmet.jp dan masjid-finder.jp memberikan informasi penting bagi wisatawan Muslim, seperti lokasi restoran halal, masjid, dan fasilitas lainnya.
Strategi promosi wisata halal yang gencar dilakukan oleh pemerintah Jepang berhasil menarik minat wisatawan Muslim dari berbagai negara.
Pariwisata halal telah menjadi salah satu sektor andalan dalam strategi pengembangan ekonomi Jepang.
Advertisement
Produk dan Bisnis Halal di Jepang
Jepang juga menunjukkan komitmennya dalam mengembangkan produk dan bisnis halal melalui berbagai kolaborasi dan inovasi.
Kolaborasi Uniqlo dengan desainer Muslim Hana Tajima menghasilkan koleksi busana Muslim yang populer di Jepang dan internasional.
Produk kosmetik halal seperti Melati dan Blanc Elena juga telah mendapatkan sertifikasi halal dan tersedia di pasaran.
Inovasi produk tradisional Jepang untuk Muslim, seperti tatami untuk sholat, menunjukkan kreativitas dan adaptasi budaya Jepang terhadap kebutuhan komunitas Muslim.
Agen perjalanan khusus Muslim-friendly menyediakan paket wisata yang terintegrasi dan memudahkan wisatawan Muslim dalam merencanakan perjalanan mereka.
Perkembangan produk dan bisnis halal ini menunjukkan potensi besar pasar halal di Jepang dan upaya untuk memenuhi kebutuhan komunitas Muslim.
Tantangan yang Masih Dihadapi
Meskipun telah menunjukkan kemajuan signifikan, Jepang masih menghadapi beberapa tantangan dalam mewujudkan visi sebagai negara ramah Muslim.
Keterbatasan pemakaman Muslim di Jepang menjadi salah satu tantangan utama, karena budaya pemakaman tradisional Jepang berbeda dengan tradisi pemakaman Muslim.
Kurangnya pendidikan agama Islam dalam sistem pendidikan formal juga menjadi kendala dalam memperkenalkan Islam kepada masyarakat Jepang secara lebih luas.
Keterbatasan jumlah dai dan imam yang fasih berbahasa Jepang juga menjadi hambatan dalam penyebaran ajaran Islam dan pelayanan keagamaan.
Distribusi fasilitas halal yang masih terkonsentrasi di kota-kota besar juga perlu diatasi agar dapat menjangkau komunitas Muslim di daerah-daerah.
Pemerintah dan komunitas Muslim di Jepang perlu bekerja sama untuk mengatasi tantangan-tantangan ini.
Advertisement
Masa Depan Islam di Jepang
Komunitas Muslim di Jepang diproyeksikan akan terus tumbuh, baik melalui imigrasi maupun konversi warga Jepang ke Islam.
Pertumbuhan ini akan menciptakan peluang ekonomi yang besar di sektor halal, yang akan mendorong pengembangan produk dan layanan halal lebih lanjut.
Potensi pengembangan pendidikan Islam di Jepang semakin terbuka, dengan munculnya lembaga pendidikan Islam dan program-program pendidikan keagamaan.
Jepang memiliki visi untuk menjadi negara ramah Muslim yang terkemuka di Asia Timur, dengan tetap menjaga keseimbangan antara pelestarian budaya Jepang dan akomodasi kebutuhan komunitas Muslim.
Komitmen Jepang dalam mengembangkan fasilitas ramah Muslim dan menghormati kebebasan beragama akan menjadi kunci kesuksesan dalam mewujudkan visi ini.
Masa depan Islam di Jepang dipenuhi dengan peluang dan tantangan, yang menuntut kerja sama antara pemerintah, komunitas Muslim, dan masyarakat Jepang secara luas.
Jepang telah menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam menjadi negara ramah Muslim, melalui berbagai strategi inovatif dan komitmen yang kuat dari pemerintah dan masyarakatnya. Keberhasilan ini didorong oleh potensi ekonomi dari pasar wisata halal, kebijakan kebebasan beragama, dan sikap toleran masyarakat Jepang.
Kisah sukses Jepang ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi negara-negara non-Muslim lainnya yang ingin mengembangkan pariwisata halal dan menciptakan lingkungan yang inklusif bagi komunitas Muslim. Hubungan Jepang dengan dunia Muslim di masa depan diprediksi akan semakin erat, ditandai dengan peningkatan kerja sama ekonomi dan budaya.
