Cerita Muslim Indonesia di Jepang, Suka Duka Selama di Negeri Sakura

Hidup di negara di mana Islam menjadi minoritas memang tidak mudah bagi seorang muslim. Banyak tantangan yang harus dihadapi. Mulai dari tantangan mencari tempat ibadah, makanan halal, hingga budaya yang berbeda.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 24 Jan 2023, 19:08 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2023, 14:30 WIB
Cerita Muslim Indonesia di Jepang
Muhammad Dhandi Dharma, muslim Indonesia menceritakan suka dukanya tinggal di negara Jepang, di mana Islam menjadi minoritas (Liputan6.com/Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Hidup di negara di mana Islam menjadi minoritas memang tidak mudah bagi seorang muslim. Banyak tantangan yang harus dihadapi. Mulai dari tantangan mencari tempat ibadah, makanan halal, hingga budaya yang berbeda.

Muhammad Dhandi Dharma, seorang muslim Indonesia yang sedang magang di Daiichi Pan membagikan pengalamannya selama tinggal di Misato, Saitama, Jepang. Sebagaimana diketahui, Jepang adalah negara minoritas muslim. Penduduk Jepang mayoritas beragama Shinto Budha. Adapun muslim persentasenya hanya 0,1 persen dari keseluruhan populasi Negeri Sakura.

“Kalau pas awal-awal itu kan baru sampai di bandara itu susah nyari tempat salat. Itu aku sempat salat di pelatarannya, waiting room-nya bandara. Teman-teman kaya (bilang) ‘ngapain salat di sana’. Saya sih lebih prioritas menunaikan ibadah salat, dan posisi saya juga tidak mengganggu orang lain lewat,” Dhandi memulai ceritanya kepada Liputan6.com, Sabtu (21/1/2023).

Saat awal-awal tinggal di Negeri Sakura, Dhandi mengakui bahwa dirinya perlu adaptasi dengan lingkungan yang baru. Masjid yang di Indonesia mudah ditemukan sementara di Jepang jaraknya jauh-jauh menjadi salah satu tantangan alumnus IPB University ini untuk tetap menunaikan kewajibannya sebagai muslim.

“Sekarang tinggal di sebuah apartemen. Kalau salat Jumat ke masjid. (Tapi) kalau sehari-hari salat di rumah (apartemen), karena lumayan jauh sekitar 8-9 KM. Kalau naik sepeda lumayan, kalau naik bus lebih mahal harganya dibanding kereta. Jadi, salat di masjid hari Jumat saja, itu pun naik sepeda,” kata pria asal Bangkinang Kota, Riau ini.

“Alasan salat di masjid hanya di waktu Jumat karena kerja mulai jam 8 atau 9 pagi, dan pulang kerja itu sekitar jam 6 atau 7 malam. Jadi menunaikan sholat di ruang ibadah di perusahaan,” tambah dia. 

Sebagai muslim, ia mau tidak mau harus menyesuaikan dengan budaya di negara orang. Misalnya, setiap pagi memberikan sapaan kepada orang yang dijumpai, tidak boleh berisik ketika malam, dan sebagainya. Meski demikian, ia tetap berpegang teguh pada akidahnya.

“Mau di mana dan kapan pun kita berada, tetaplah ingat dan yakin bahwa Allah bersama kita. Sejauh apapun dan sesulit apapun kondisi kita, jangan pernah tinggalkan salat dan ngaji (membaca Al-Qur'an). Karena dua hal itu sangat penting bagi seorang muslim,” pesan Dhandi.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Toleransi Umat Beragama

Cerita Muslim Indonesia di Jepang
Muhammad Dhandi Dharma, muslim Indonesia menceritakan suka dukanya tinggal di negara Jepang, di mana Islam menjadi minoritas (Liputan6.com/Istimewa)

Toleransi umat beragama di negara Jepang cukup baik. Dhandi pun yang belum lama tinggal di Jepang mengakui akan hal ini. 

“Banyak keragaman budaya di Jepang membuat adanya toleransi, menghargai, walaupun kita berbeda budaya dan agama, mereka juga welcome, mereka saling sapa,” katanya.

Dhandi menyebut di Jepang ada masjid yang dijaga oleh nonmuslim. Penjaga tempat ibadah umat Islam ini saling menghormati dan menghargai kepada siapa saja muslim yang akan melaksanakan salat di masjid tersebut.

Atmosfer toleransi juga dirasakan oleh Dhandi di tempat kerjanya. Menurut dia, Daiichi Pan termasuk perusahaan di Jepang yang menjunjung tinggi nilai toleransi umat beragama.

“Kalau di tempat kerja perusahaannya baik banget, welcome sama orang muslim,” katanya.

Bahkan, perusahaannya menyediakan ruangan khusus untuk salat. Ruangan salat ini baru dibuat ketika ia dan teman-teman muslim lainnya datang.

“Pas kita datang perusahaan ini menyediakan ruangan khusus untuk salat yang sebelumnya belum ada tempat salat. Sebagian orang perusahaan ini tertarik dengan budaya muslim,” ungkapnya.

Wujud toleransi penduduk Jepang juga dirasakan Dhandi saat dirinya salat di taman. Awalnya ia ingin melihat pandangan orang Jepang ketika ada orang yang melakukan gerakan-gerakan salat.

“Hari Sabtu 3 minggu yang lalu ke taman. Pas zuhurnya aku salat dan alhamdulillah meski banyak orang Jepang yang sedang jalan-jalan, mereka tidak ada yang mempertanyakan. Karena mereka sangat menghargai privasi dan agama seseorang,” ceritanya.

Bagi muslimah yang mau ke Jepang tak perlu khawatir. Menurut Dhandi, penduduk Negeri Sakura welcome dengan wanita-wanita yang memakai jilbab atau cadar.

“Perempuan muslimah yang mau ke Jepang gak usah takut, karena orang Jepang terbuka, bersahabat,” ujar pria berusia 23 tahun ini.

Makanan Halal

Cerita Muslim Indonesia di Jepang
Muhammad Dhandi Dharma, muslim Indonesia menceritakan suka dukanya tinggal di negara Jepang, di mana Islam menjadi minoritas (Liputan6.com/Istimewa)

Mencari makanan yang halal di Negeri Sakura tidak mudah. Kata dia, makanan Jepang banyak yang mengandung alkohol atau lemak babi. Sebagai muslim harus mencari makanan yang berlabel halal.

"Kalau ayam tanpa label halalnya kita juga ragu, gak halal kan, tanpa dipotong menyebut bismillah,” cerita Dhandi tentang makanan halal di Jepang.

“Jadi, ketika hendak keluar untuk jalan-jalan atau perjalanan lama, sebaiknya membawa cemilan atau roti sebagai makanan pengganti bila tidak menemukan makanan halal,” saran Dhandi.

Selama tinggal di Jepang, biasanya Dhandi dan teman-teman muslim lainnya memasak sendiri dengan bahan-bahan yang halal. Kalau pun makan di luar, harus berusaha mencari makanan halal. Kalau tidak menemukan, roti adalah solusinya.

“Pernah makan gak halal. sempat dicicipi. Kalau ayam gak ada halalnya sebenarnya haram ya. Pernah sekali lanjut makan (gak halal) karena gak ada lagi makanan halal, terpaksa makan walaupun daging ayam,” kata lulusan Manajemen Agribisnis (MAB) Sekolah Vokasi IPB University ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya