Tegas, Ini Hukuman Pencuri dan Pezina di Brunei Darussalam yang Berdasarkan Syariat Islam

Brunei Darussalam menerapkan hukum syariat Islam yang ketat, menjatuhkan hukuman berat seperti rajam bagi pezina dan potong tangan bagi pencuri, memicu kontroversi internasional.

oleh Laudia Tysara Diperbarui 07 Mar 2025, 17:15 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2025, 17:15 WIB
Brunei Berlakukan Hukum Rajam LGBT Mulai Hari Ini
Sultan Hassanal Bolkiah menyampaikan pidato dalam sebuah acara di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, Rabu (3/4). Mulai hari ini, Kerajaan Brunei Darussalam resmi memberlakukan hukum rajam hingga tewas terhadap pelaku gay (sesama laki-laki). (AFP)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Brunei Darussalam, negara kecil di Asia Tenggara, telah menerapkan hukum pidana syariat Islam yang ketat sejak April 2019. Hukum ini, yang sebagian besar berlaku bagi warga Muslim namun beberapa aspeknya juga berlaku untuk non-Muslim.

Penerapan hukum ini mencakup hukuman-hukuman berat untuk berbagai pelanggaran, termasuk perzinaan, hubungan sesama jenis, pencurian, dan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Pemahaman mendalam tentang hukum ini penting bagi siapa saja yang tertarik dengan sistem hukum Islam, hubungan internasional, dan isu-isu hak asasi manusia.

Hukuman-hukuman yang diterapkan di Brunei Darussalam ini telah memicu kecaman luas dari berbagai organisasi hak asasi manusia internasional dan negara-negara lain. Amnesty International, misalnya, menyebut hukuman-hukuman tersebut kejam dan tidak manusiawi.

Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Minggu (2/3/2025).

Fakta Hukuman Pencuri dan Pezina di Brunei Darussalam

Brunei Berlakukan Hukum Rajam LGBT Mulai Hari Ini
Sultan Hassanal Bolkiah menyampaikan pidato dalam sebuah acara di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, Rabu (3/4). Hukum syariah baru juga akan menghukum pencuri dengan potong tangan dan aborsi dicambuk di depan publik. (AFP)... Selengkapnya

Hukuman bagi pencuri di Brunei Darussalam, berdasarkan hukum syariat Islam yang diterapkan, adalah pemotongan tangan (amputasi) untuk pelanggaran pertama. Melansir dari berbagai sumber berita internasional seperti Deutsche Welle, pengulangan pencurian dapat mengakibatkan hukuman yang lebih berat, yaitu pemotongan kaki.

Namun, penting untuk dicatat bahwa hukuman hadd seperti ini memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka hukuman ta'zir (hukuman lain yang ditentukan hakim) dapat diberikan. Syarat-syarat ini meliputi bukti yang cukup kuat, kesaksian saksi yang terpercaya, dan sebagainya.

Hukuman Zina

Hukuman untuk perzinaan (zina) di Brunei Darussalam adalah hukuman mati dengan dirajam (dilempari batu hingga mati), baik untuk pria maupun wanita. Hal ini juga berlaku bagi non-Muslim yang berzina dengan Muslim.

Informasi ini didapatkan dari berbagai sumber, termasuk laporan dari Amnesty International dan berita-berita internasional. Hukuman ini merupakan salah satu yang paling kontroversial dan telah memicu kecaman internasional yang meluas. Implementasi hukuman ini juga telah menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan hak asasi manusia.

Hukuman Pencuri hingga Koruptor

Penerapan hukuman hadd, termasuk rajam dan potong tangan, di Brunei Darussalam telah menuai kecaman keras dari berbagai organisasi hak asasi manusia internasional. Amnesty International, misalnya, telah secara konsisten mengecam hukuman-hukuman ini sebagai kejam, tidak manusiawi, dan melanggar hak asasi manusia.

Organisasi ini mendesak pemerintah Brunei Darussalam untuk membatalkan hukuman-hukuman tersebut dan menggantinya dengan sistem peradilan yang sesuai dengan standar internasional. Kecaman serupa juga datang dari berbagai organisasi hak asasi manusia lainnya.

Hukuman LGBT

Selain hukuman untuk pencurian dan perzinaan, Brunei Darussalam juga menerapkan hukuman mati bagi hubungan sesama jenis (LGBT) dan penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Untuk hubungan sesama jenis, pria akan dihukum mati dengan dirajam, sementara wanita lesbian akan dihukum cambuk maksimal 40 kali atau penjara maksimal 10 tahun.

Hukuman mati untuk penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW berlaku bagi siapa pun yang tinggal di Brunei, terlepas dari agamanya. Informasi ini bersumber dari berbagai laporan berita dan pernyataan resmi pemerintah Brunei Darussalam.

Implementasi hukum syariat Islam di Brunei Darussalam telah berlangsung secara bertahap. Fase pertama dimulai pada tahun 2014, dengan hukuman yang relatif lebih ringan. Namun, fase selanjutnya, yang dimulai pada April 2019, mencakup hukuman-hukuman yang lebih berat, termasuk rajam dan potong tangan.

 

Reaksi Internasional terhadap Hukum Syariat Islam di Brunei

Brunei Berlakukan Hukum Rajam LGBT Mulai Hari Ini
Sultan Hassanal Bolkiah pergi usai menyampaikan pidato dalam sebuah acara di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, Rabu (3/4). Dalam hukum syariah baru, seseorang akan dihukum rajam sampai mati bila berhubungan seks gay, baik mengaku atau ketahuan oleh empat saksi. (AFP)... Selengkapnya

Penerapan hukum syariat Islam yang ketat di Brunei Darussalam telah memicu reaksi internasional yang kuat, terutama dari organisasi-organisasi hak asasi manusia dan negara-negara Barat. Banyak pihak mengecam keras hukuman-hukuman yang dianggap kejam dan tidak manusiawi, seperti rajam dan potong tangan.

Melansir dari Deutsche Welle, Sekretaris Jenderal PBB juga turut mengecam penerapan hukum ini, menekankan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi. Kecaman ini didasarkan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia internasional yang diakui secara universal.

Reaksi internasional tidak hanya berupa kecaman verbal. Beberapa negara dan organisasi telah mengambil tindakan nyata, seperti menyerukan boikot terhadap bisnis-bisnis yang dimiliki oleh Sultan Brunei. Aktor George Clooney dan bintang pop Elton John, misalnya, memimpin seruan boikot terhadap sembilan hotel mewah milik Sultan Brunei.

Melansir dari berbagai sumber berita seperti AFP dan Reuters, seruan ini mendapatkan dukungan luas dari berbagai kalangan, termasuk selebriti dan tokoh politik lainnya. Boikot ini bertujuan untuk memberikan tekanan ekonomi kepada pemerintah Brunei agar merevisi hukum-hukum tersebut.

Pemerintah Amerika Serikat juga telah menyatakan keprihatinannya atas penerapan hukum syariat Islam di Brunei. Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa hukuman-hukuman tersebut bertentangan dengan kewajiban hak asasi manusia internasional.

Melansir dari Reuters, pernyataan ini menekankan komitmen AS terhadap perlindungan hak asasi manusia di seluruh dunia dan mendesak Brunei untuk merevisi hukum-hukum yang dianggap melanggar hak asasi manusia. Sikap serupa juga ditunjukkan oleh berbagai negara Barat lainnya.

 

 

Penerapan Hukum Syariat Islam di Brunei

Brunei Darussalam adalah negara dengan mayoritas penduduk Muslim, dan sistem politiknya didasarkan pada konsep Melayu Islam Beraja (MIB). Konsep ini menekankan pentingnya Islam dalam kehidupan masyarakat dan pemerintahan. Melansir dari berbagai sumber, penerapan hukum syariat Islam merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat identitas nasional dan nilai-nilai keagamaan.

Namun, penting untuk memahami bahwa penerapan hukum syariat Islam di Brunei Darussalam tidak seragam di seluruh dunia Muslim. Ada berbagai interpretasi dan praktik hukum syariat Islam yang berbeda-beda, tergantung pada konteks budaya, politik, dan sosial masing-masing negara.

Implementasi hukum syariat Islam di Brunei Darussalam juga telah menimbulkan pertanyaan tentang keseimbangan antara hukum agama dan hukum negara. Bagaimana hukum syariat Islam diintegrasikan ke dalam sistem hukum nasional? Bagaimana hak asasi manusia dilindungi di bawah sistem hukum ini?

Selain itu, penting untuk mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari penerapan hukum syariat Islam di Brunei Darussalam. Bagaimana hukum ini mempengaruhi kehidupan sehari-hari warga negara Brunei? Apakah ada dampak negatif terhadap perekonomian dan investasi asing?

Pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan analisis yang lebih mendalam untuk memahami dampak keseluruhan dari penerapan hukum syariat Islam di Brunei Darussalam. Analisis yang komprehensif harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk sosial, ekonomi, dan politik.

Hukuman pencuri dan pezina di Brunei Darussalam, berdasarkan hukum syariat Islam, telah memicu kontroversi internasional yang signifikan. Meskipun pemerintah Brunei berpendapat bahwa hukum ini bertujuan untuk memperkuat nilai-nilai Islam, banyak pihak internasional mengkritik keras hukuman-hukuman tersebut sebagai kejam dan tidak manusiawi, serta melanggar hak asasi manusia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya