Liputan6.com, Jakarta - Dzikir merupakan salah satu amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Namun, seringkali muncul pertanyaan di tengah umat: manakah yang lebih utama, dzikir dengan lisan atau dzikir hati? Pertanyaan ini akhirnya dijawab oleh KH Yahya Zainul Ma’arif atau yang lebih dikenal dengan Buya Yahya dalam sebuah kajian yang mendalam.
Dalam ceramahnya, Buya Yahya menegaskan bahwa dzikir merupakan bentuk ibadah yang bisa dilakukan dengan berbagai cara. Ia menjelaskan bahwa menyebut nama Allah dengan lisan memang memiliki nilai pahala tersendiri, namun kesempurnaan dzikir sesungguhnya terletak pada kehadiran hati.
Advertisement
Menurut Buya Yahya, dzikir yang sempurna adalah ketika lisan mengucap dan hati menyadari makna dari apa yang diucapkan. Jika hanya lisan yang bergerak, tanpa kehadiran hati, maka pahala yang diperoleh adalah pahala dzikir lisan semata.
Advertisement
“Kalau hati belum bisa berdzikir, paling tidak lisanmu berdzikir sudah dapat pahala,” ujar Buya Yahya. “Tapi dzikir yang sempurna adalah saat lisan berucap dan hati menyadari, maka lengkaplah pahalanya.”
Penjelasan ini disampaikan Buya Yahya dalam sebuah ceramah yang dinukil dari kanal YouTube @buyayahyaofficial, dikutip pada Selasa (22/04/2025). Video tersebut mendapat perhatian luas karena membahas amalan harian yang sering dilakukan oleh umat Islam.
Buya Yahya menguraikan bahwa mengucapkan kalimat “Alhamdulillah” dengan tulus dan serius termasuk dalam bentuk dzikir lisan yang memiliki pahala besar. Namun pahalanya akan jauh lebih sempurna jika dibarengi dengan kesadaran hati akan nikmat Allah.
“Kalau kamu hanya mengucap 'Alhamdulillah' tanpa menyadari keagungan nikmat Allah, maka itu hanya dzikir lisan,” jelas Buya Yahya. “Tetapi kalau lisan berucap dan hati sadar, itu yang paling utama.”
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Begini Dzikir yang Sempurna
Dalam pandangan Buya Yahya, dzikir yang sempurna adalah perpaduan antara jasad, roh, batin, dan hati yang semuanya terlibat dalam menyebut nama Allah. Ia menekankan bahwa manusia tidak hanya terdiri dari tubuh fisik, tetapi juga memiliki dimensi ruhani yang harus dihidupkan lewat dzikir.
Ia mengingatkan, jangan sampai seseorang menunda berdzikir hanya karena merasa belum khusyuk. Sebab selama lisan masih mampu menyebut nama Allah, maka pahala tetap mengalir.
“Para ulama mengatakan, jangan sampai kamu tidak berdzikir hanya karena tidak khusyuk. Sebab dzikir lisan tetap berpahala,” katanya.
Buya Yahya juga menyentuh fenomena di mana ada orang yang hanya berdzikir dengan hati, tanpa menggerakkan lisannya. Menurutnya, ini juga sah dan berpahala, terutama jika kondisi memang tidak memungkinkan untuk melafazkan dzikir secara verbal.
Namun, ia menegaskan bahwa dalam kondisi ideal, sebaiknya seorang mukmin menghadirkan dzikir dalam dua dimensi sekaligus: lisan dan hati. Hal ini mencerminkan kesadaran penuh dan keimanan yang kuat.
“Ada orang yang berdzikir dengan hatinya saat diam, tapi hatinya terus ingat Allah. Itu bagus,” kata Buya Yahya. “Tapi lebih sempurna lagi kalau lisannya juga ikut menyebut.”
Mengucapkan “Alhamdulillah”, menurut Buya Yahya, adalah bentuk nyata dari rasa syukur. Rasa syukur inilah yang menjadi pembuka pahala dan memperberat timbangan amal seseorang di akhirat kelak.
Advertisement
Kalau Sudah Terbiasa Dzikir Begini
Ia menambahkan bahwa untuk bisa mengucapkan “Alhamdulillah” dengan tulus, seseorang harus menyadari nikmat-nikmat yang ia miliki. Kesadaran inilah yang akan membawa lisan dan hati menyatu dalam dzikir.
“Mengucapkan ‘Alhamdulillah’ dengan serius terjadi ketika seseorang menyadari karunia-karunia Allah,” ujarnya. “Karena itu bagian dari mensyukuri nikmat.”
Buya Yahya juga mengingatkan bahwa dzikir adalah cara efektif untuk menjaga hubungan dengan Allah dalam segala keadaan, baik saat senang maupun susah. Ia menekankan pentingnya menjadikan dzikir sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
“Kalau kita sudah terbiasa dzikir, maka dalam kondisi apapun, kita akan tetap dekat dengan Allah,” tutur Buya Yahya.
Baginya, dzikir bukan hanya ritual yang dilakukan setelah sholat, tetapi bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, dengan niat yang tulus. Hal ini akan menjadikan seseorang lebih tenang dan damai dalam menjalani hidup.
Buya Yahya kemudian menutup penjelasannya dengan seruan kepada umat Islam agar tidak meremehkan dzikir lisan, sekalipun hati belum sepenuhnya hadir. Sebab pahala tetap ada, dan menjadi jalan untuk meraih kehadiran hati secara perlahan.
“Lakukan dzikir dengan lisan walau belum sempurna, karena itu akan melatih hati untuk ikut hadir,” pungkasnya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
