Angka Kematian Ibu dan Bayi di Jateng Capai Ratusan Kasus, DPRD Soroti Layanan Kesehatan dan Asupan Gizi

Sejumlah faktor diperkirakan memengaruhi naiknya angka kematian ibu. Di antaranya keterbatasan layanan kesehatan dan gizi bagi ibu hamil selama pandemi.

oleh Tito Isna Utama diperbarui 27 Mar 2022, 12:59 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2022, 12:59 WIB
Wakil Ketua DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko
Wakil Ketua DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko (Foto : Titoisnau)

Liputan6.com, Semarang - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah ingin Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bisa fokus menangani tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di wilayahnya. Dari data triwulan III tahun 2021, kematian ibu mencapai 867 kasus. Sebelumnya, ada 530 kasus kematian ibu melahirkan pada 2020.

Sejumlah faktor diperkirakan memengaruhi naiknya angka kematian ibu. Yakni keterbatasan layanan kesehatan dan gizi bagi ibu hamil selama pandemi, potensi keterpaparan virus, dan komplikasi kehamilan (perdarahan, hipertensi kehamilan, jantung, diabetes).

"Sementara angka kematian bayi di Jawa Tengah juga masih tinggi. Pada 2021, hingga triwulan III telah tercatat sebanyak 2.851 kasus. Faktor penyebab kematian bayi antara lain kurangnya asupan gizi bayi selama dalam kandungan yang menyebabkan berat badan lahir rendah, kelainan konginetal pada bayi dan komplikasi kehamilan, serta keterbatasan layanan kesehatan ibu dan anak pada masa pandemi Covid-19," kata Wakil Ketua DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko, Jumat (25/3/2022).

Persoalan ini menurutnya butuh perhatian serius dari pemerintah daerah. Apalagi selama pandemi Covid-19, banyak masyarakat yang takut mengakses pelayanan kesehatan. Daerah-daerah yang menurutnya banyak terjadi kasus kematian ibu dan bayi yaitu daerah yang masuk dalam data daerah dengan angka kemiskinan tinggi.

"Setiap daerah punya karakteristik yang berbeda-beda. Banyak faktor yang mempengaruhi angka kematian ibu dan anak. Terutama penanganan pra dan pasca ibu melahirkan saat berada di klinik bersalin, puskesmas, dan rumah sakit," beber politisi Partai Gerindra ini.

 

 

Penyebab Kematian

Ia melanjutkan, 63 persen kematian ibu dan bayi di Jawa Tengah terjadi pada usai 0-42 hari setelah persalinan. Maka dari itu, pentingnya peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan di klinik, puskesmas, dan rumah sakit juga sangat memengaruhi.

"Penyebab terbesar yang mengakibatkan ibu meninggal setelah melahirkan dikarenakan pendarahan. Jumlahnya sebanyak 33 persen. Sedangkan di urutan kedua karena hipertensi sebesar 27 persen. Sisanya karena infeksi, kardiovaskuler, dan lain-lain," terangnya.

Tak hanya itu, angka kematian balita (AKABA) di Jawa Tengah pada 2021 sampai dengan triwulan III dilaporkan sebanyak 3.224 kasus. Beberapa penyebab kematian balita antara lain pneumonia, penyakit bawaan, diare, cedera, campak dan malaria di daerah endemis.

Selain infeksi penyakit, faktor pola asuh juga menjadi faktor penyumbang kasus kematian balita. Dikatakan, masih perlu upaya edukasi dan peningkatan pemahaman orang tua dan pengasuh untuk menerapkan pola asuh secara benar kepada balita.

"Perilaku hidup sehat menjadi hal yang penting untuk ditanamkan pada masyarakat sejak mulai usia dini. Salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat adalah melalui program Open Defacation Free (ODF) atau Bebas Buang Air Besar Sembarangan,"  tandasnya.

Di antara upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah provinsi, lanjutnya, adalah meningkatkan jumlah desa/kelurahan agar terverifikasi sebagai ODF melalui pemberian jamban kepada kepala keluarga. Pada tahun 2021, jumlah desa/kelurahan ODF 8.523 desa kelurahan, tetapi masih terdapat 1.693 desa/kelurahan yang belum ODF.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya