Liputan6.com, Jakarta Setelah nama tempe mendoan ramai diberitakan telah menjadi hak eksklusif seorang pengusaha di Purwokerto, gelombang protes bermunculan. Salah satunya petisi yang menolak privatisasi nama ‘Mendoan’, dan menuntut Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kemenkumham untuk mencabut hak eksklusif atas nama ‘Mendoan’.
Beberapa menit setelah diterbitkannya petisi, beberapa komentar bermunculan, dan sebagian besar mendukung petisi. Eko Priyadi, salah seorang pendukung petisi dalam komentarnya menulis, “Mendoan merupakan budaya milik masyakat Banyumas. Bukan milik perorangan, apalagi untuk komersialisasi yang orang lain gak boleh pakai.”
Baca Juga
Lain halnya dengan Novi Trihastuti, dalam komentarnya yang mendukung penghapusan privatisasi nama ‘Mendoan’ mengungkapkan, “Nama organik kenapa dipivatisasi. Yang jelas Mendoan pun bukan dia yang menciptakan pertama kali.”
Advertisement
Sebelum petisi muncul, seorang pengusaha asal Purwokerto bernama Fudji Wong telah mengklaim telah menjadi pemegang hak eksklusif atas nama ‘Mendoan’ dengan sertifikat IDM000237714 yang terdaftar di Kemenkumham sejak 23 Februari 2010 sampai 15 Mei 2018.
Berikut isi petisi:
Hentikan privatisasi Mendoan dan nama-nama generik
Sejak kasus Kopitiam beberapa tahun lalu dan sekarang kasus Mendoan, makanan dari tempe asli Banyumas yang telah diprivatisasi oleh pengusaha dari Purwokerto, telah menunjukkan kejanggalan dalam hal pengurusan sebuah merek. Nama-nama generik apalagi nama makanan khas seharusnya tidak boleh diprivatisasi.
Bagaimana dengan nasib makanan dari daerah lain seperti Gudeg, Pempek, Soto Madura, Sate, Nasi Goreng, bubur ayam dan lain-lain jika nantinya juga ada yang berusaha memprivatisasi sebagai merek sehingga orang lain tidak punya hak lagi memakai kata-kata tersebut ? bukankah akan menjadi peristiwa yang menyedihkan bila nama-nama generik itu akhirnya hanya menjadi milik segelintir orang.
Semoga pihak-pihak yang berwenang terutama dari Kemenkum HAM dapat mengambil langkah strategis untuk mengantisipasi hal-hal ini terjadi lagi. Bila mana perlu pemerintah melalui departemen terkait bisa segera mengambil langkah untuk menyelamatkan aset-aset budaya kuliner yang sangat beragam di Indonesia.
(Ibo)