Chinguetti, `Perpustakaan` Kuno yang Berubah Jadi Kota Hantu

Chinguetti merupakan kota batu kuno yang menyimpan berbagai manuskrip Islam masa lampau.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 26 Feb 2016, 13:30 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2016, 13:30 WIB
Chinguetti
foto: Michail Huniewicz

Liputan6.com, Jakarta Seorang fotografer asal Polandia, Michail Huniewicz, mengabdikan dirinya selama tujuh tahun terakhir untuk menjelajahi berbagai tempat menarik di dunia. Saat berada di Afrika Barat, Michail menemukan tempat mengesankan, yang masyarakat setempat menyebutnya dengan Kota Batu Kuno Chinguetti. Kota batu ini menjadi rumah bagi koleksi mengagumkan berbagai manuskrip kuno dari dunia Islam.

Seperti dilansir weather.com, Jumat (26/2/2016), Michail mengungkapkan, “Saya suka perpustakaan dan buku-buku lama, saya merasa seperu telah menemukan harta karun di dalam labirin batu Chinguetti.”

Menurut sejarahnya, kota batu kuno ini pernah menjadi metropolis dan menjadi pusat perdagangan penting di abad ke-11. Chinguetti juga menjadi tempat singgah bagi jamaah haji yang tengah mengadakan perjalanan ke Mekkah. Tak hanya itu, sejak lama kota batu kuno ini juga menjadi tempat bagi mereka yang ingin belajar agama, hukum, astronomi, matematika, hingga ilmu kedokteran.

Hari ini, Chinguetti perlahan-lahan menjadi kota ‘hantu’ yang ditinggalkan warganya. Hanya tersisa beberapa ribu orang yang tersisa dan bertahan di kota ini, termasuk salah satunya keluarga yang dengan bangga terus melestarikan dan melindungi berbagai manuskrip peninggalan perpustakaan. Jika tak mendapat perawatan yang tepat, berbagai manuskrip akan hancur akibat iklim gurun sahara.

foto: Michail Huniewicz

Pustakawan yang bertugas di Chinguetti akan menyambut dengan hangat para pengunjung yang datang, termasuk Michail pada saat itu. “Pustakawan ingin menunjukkan buku-buku dan mereka bangga, saya membayangkan mereka bangga karena seperti memeliki warisan tradisi yang besar,” ungkap Michail.

foto: Michail Huniewicz

Lebih jauh Michail mengungkapkan, traveling dan memotret Gurun Sahara sangat menantang, mengingat kondisi cuaca yang keras. Butuh tiga malam bagi Michail untuk mencapai Kota Batu Kuno Chinguetti, dengan melintasi berbagai negara, dan terpaksa menggunakan kereta kargo.

“Suhu harian mencapai 50 derajat Celsius dengan kelembapan rendah. Saya harus memakai pakaian khusus, termasuk baju lengan panjang dan topi. Ini sangat parah, bahkan dua lensa utama saya hancur terkena pasir saat diperjalanan,”

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya