Kisah Pilu Shandra Woworuntu Bertahan Hidup Jadi Budak Seks di AS

Sandra Woworuntu secara blak-blakan mengungkap perjalanan bertahan hidup menjadi budak seks demi bisa bertemu anak dan keluarganya

oleh Annissa Wulan diperbarui 02 Apr 2016, 19:37 WIB
Diterbitkan 02 Apr 2016, 19:37 WIB
Shandra Woworuntu
Sandra Woworuntu secara blak-blakan mengungkap perjalanan bertahan hidup menjadi budak seks demi bisa bertemu anak dan keluarganya

Liputan6.com, Jakarta Shandra Woworuntu, warga negara Indonesia yang berniat mengadu nasib di Amerika Serikat justru menjadi korban perdagangan manusia dan budak seks. Seperti kisah bagian pertama Shandra Woworuntu yang tak menyangka mimpi manisnya meraup Rp 90 juta per bulan malah menjebloskannya untuk menjadi pemuas seks di Negara Adikuasa tersebut. 

Kisah berlanjut ketika hari berikutnya, Johnny sang penjemput kembali muncul untuk meminta maaf dan berjanji ia tak akan menjadi pemuas nafsu pria hidung belang lagi. Sebab dalam beberapa jam setibanyak di Amerika Serikat, ia langsung dipaksa berhubungan seksual. Shandra yang saat itu dalam keadaan sangat kalut dan sedih menganggap Johnny sebagai sosok pahlawan, seperti dilansir dari bbc.com, Jumat (1/4/2016).

Johnny mengatakan Shandra dan dua teman wanitanya akan dibawa melakukan sesi foto untuk keperluan kartu identitas dan membeli seragam yang diperlukan untuk bekerja. Kenyataan yang terjadi keesokan harinya adalah Shandra dan dua temannya dibawa memasuki toko lingerie yang penuh dengan pakaian dalam wanita yang berenda dan seksi.

Di sini Shandra sadar ia kembali dibohongi dan sedang berada dalam situasi berbahaya. Ia mulai melihat ke sekeliling toko untuk melihat kemungkinan kabur dari sana, namun niat ini diurungkannya ketika menyadari ia tidak tahu harus lari ke mana dan merasa enggan untuk meninggalkan kedua teman lainnya yang sama-sama berasal dari Indonesia.

Hari berikutnya, Shandra dipisahkan dari kedua teman Indonesia dan dipertemukan dengan para pedagang yang memperjualbelikan dirinya. Mereka adalah orang-orang yang berasal dari Indonesia, Taiwan, Malaysia, China, dan Amerika. Dua orang dari mereka berbicara menggunakan bahasa Inggris, sedangkan yang lainnya menggunakan bahasa tubuh yang kasar.

Hal yang paling membuat Shandra tertekan dan ketakutan adalah bahwa ia melihat salah satu dari orang-orang tersebut memiliki lencana polisi.

Para pedagang ini mengatakan kepada Shandra dirinya berhutang 30.000 Dolar AS atau sekitar Rp 530 juta rupiah saat itu dan akan membayarnya sebanyak 100 Dolar AS atau 1,7 juta rupiah setiap ia menemani seorang pria. Selama minggu dan bulan-bulan berikutnya, Shandra dibawa berkeliling ke rumah bordil yang berbeda-beda, seperti apartemen, hotel, dan kasino.

"Saya tidak pernah berada di tempat yang sama selama dua hari berturut-turut," jelas Shandra.

Dan selama itu pula, Shandra rutin mengkonsumsi minuman keras, kokain, shabu, dan gulma di bawah ancaman para penjaganya. Shandra mengakui wanita-wanita sepertinya tidak pernah benar-benar dapat beristirahat dengan tenang. Mereka akan menunggu tamu datang dalam keadaan telanjang. Jika tidak ada tamu, seringkali para pedagang dan penjaganya lah yang memperkosa mereka.

Semua wanita yang dijual berasal dari Asia; Indonesia, Thailand, China, dan Malaysia. Selain para budak seks seperti Shandra, ia juga sering bertemu dengan para wanita yang memang berprofesi sebagai pelacur.

Shandra mendapatkan identitas samaran sebagai 'Candy'. Setiap hari, sekitar tengah malam, seorang pedagang akan menjemputnya dan mendandani Shandra layaknya seorang putri untuk diantarkan kepada pria yang membelinya. Sang pedagang pun selalu berdandan layaknya seorang pengawal si tuan putri. Mereka akan memakai setelan, sepatu hitam mengilap, dan berjalan di samping Shandra dengan menodongkan pistol di punggungnya.

Si pedagang akan menunggu di koridor hotel dan menunjukkan kamar yang harus dimasuki oleh Shandra. Di setiap kamar terdapat pria yang telah menunggu untuk dapat menikmati tubuh Shandra selama 45 menit, karena itulah batas waktunya.

Shandra mengakui dirinya tidak pernah dipukuli oleh para pedagang, sebaliknya ia kerap kali bertemu dengan pelanggan yang kasar. Ia mengira sebagian besar dari para pelanggannya ini adalah mafia Asia, ada pria berkulit putih, hitam, orang-orang hispanik, orang tua, dan anak muda.

Apa yang dialami Shandra menyebabkan ia mati rasa. Shandra merasa ia sudah tidak lagi bisa menangis, satu-satunya hal yang bisa dilakukannya adalah bertahan hidup, walaupun itu artinya ia harus terus menjajakan tubuhnya.

Tidak hanya melumpuhkan mental, Shandra juga menderita secara fisik. Setiap hari ia hanya diberi makan nasi dengan sup dan acar, namun 'sehat' dengan berbagai obat-obatan.

Satu-satunya harta yang selalu dibawa Shandra adalah tas kecil yang berisi kamus, alkitab kecil, beberapa pena, brosur hotel yang pernah dikunjunginya, dan sebuah harian. Dalam buku harian, Shandra selalu berusaha menuliskan apa saja yang telah dilakukannya, ke mana saja ia pergi, dan dengan siapa saja ia bertemu. Shandra juga selalu berusaha menuliskan tanggalnya, karena sulit baginya untuk tahu siang dan malam di dalam rumah bordil.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya