Mengembalikan Teater Jakarta agar Tak Asyik Sendiri

Seni teater di Jakarta pernah sangat diperhitungkan dalam pergaulan seni mancanegara, tetapi makin merosot pada akhir 1990-an.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 22 Jul 2016, 10:30 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2016, 10:30 WIB
Augusto Boal
Augusto Boal, seniman teater Brasil sedang memberikan workshop seni teater.

Liputan6.com, Jakarta Seni teater modern di Jakarta sudah ada sejak awal abad 19. Hal tersebut makin diperkuat saat Belanda membangun Theater Shcouwburg Weltevreden pada 1821, yang kini dikenal dengan Gedung Kesenian Jakarta. Di bawah pemerintahan Ali Sadikin, Jakarta juga membangun Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, yang pada masanya sangat diperhitungkan dalam pergaulan seni mancanegara. Namun, pamor itu kian merosot pada akhir 1990-an hingga sekarang.

Atas dasar itulah Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta menggelar acara bertajuk “Unpacking Jakarta” sebagai upaya untuk memetakan kembali kesenian di Jakarta, khususnya seni teater. Zen Hae, sastrawan yang juga pegiat budaya Betawi saat ditemui Liputan6.com di sela-sela acara diskusi, Kamis (21/7/2016) mengatakan, permasalahan mendasar kelompok teater modern saat ini adalah kurang memperluas panggung, dalam artian seni teater hanya asyik dalam wilayahnya sendiri.

“Di Brasil Augusto Boal itu membuat rancangan teater. Dia hadir di sebuah kafe, kemudian itu tidak diberitahukan pada pengunjung bahwa itu adalah pertunjukan teater. Yang datang ke kafe menonton itu dan berinteraksi. Pertunjukan teater seperti ini yang diinginkan Augusto Boal. Nah, bentuk teater di Jakarta menurut saya kurang banyak memperluas panggung. Karena panggung yang dipercaya hanya sebagai panggung prosonium yang memisahkan penonton dengan tontonannya,” kata Zen Hae.

Lebih jauh dirinya mengatakan, saat ini format teater Jakarta seharusnya tidak lagi memusatkan pada gedung-gedung pertunjukan, tetapi juga berusaha memperluas jangkauannya dengan cara mengadaptasi sebanyak mungkin bentuk-bentuk teater tradisional.

“Apa yang dilakukan Teater Sahid di kawasan Kali Pesanggrahan merupakan fenomena baru bagaimana sebetulnya teater melebur dirinya ke dalam kehidupan masyarakat setempat. Jika bentuk-bentuk teater ini diperluas dengan cara berbeda di tempat lain di Jakarta tentu akan lebih baik,” kata Zen Hae.

Berbagai upaya tentu juga telah dilakukan pegiat teater untuk mengembalikan teater kepada penontonnya, yaitu masyarakat. Festival Teater Jakarta sebagai ukuran perkembangan seni teater di ibukota juga pernah mengupayakan format pementasan teater yang melebur bersama masyarakat.

“Apa yang dilakukan Teater Kubur yang pernah buat pementasan di Pasar Senen, dan Teater Sahid di Pesanggrahan itu adalah bukti, selalu ada upaya yang dilakukan kelompok-kelompok teater yang punya minat pemberdayaan masyarakat. Tapi kan itu secara umum tidak dijadikan kebijakan perteateran di Jakarta, dalam hal ini yang dijalankan DKJ,” kata Zen Hae menambahkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya