Liputan6.com, Jakarta Strategi Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya more for less, you get more you pay less, makin efektif. Pasar Singapore atau menjaring “ikan” dari Negeri Singa Putih itu makin memikat. Yakni paket-paket promosi dan wisata dengan harga kompetitif di hari-hari biasa (weekday/low) di pasar Batam-Bintan.
"PWI Terpadu Crossborder" terbukti makin favourite. Strategi ini akan diperkuat dengan terus menggenjot promosi dan hard selling serta mengembangkan dan mengombinasikannya di daerah-daerah lain.
Asisten Deputi Pengembangan Pasar Asia Tenggara, Rizki Handayani Mustafa mengatakan, sejak diluncurkan secara resmi oleh Menpar Arief Yahya pada bulan Agustus lalu, hingga kini tercatat lebih dari 60 industri di Batam, Bintan dan Tanjung Pinang yang bergabung dalam konsep ini.
Advertisement
Dari 60 industri tersebut, tercipta lebih dari 250 paket yang ditawarkan ke para wisatawan di Singapura dan Malaysia, khususnya di Johor Bahru.
"Setiap bulan kita lakukan pertemuan rutin dengan industri. Di situ kita koordinasi dan evaluasi mana paket-paket yang disukai, tidak disukai atau yang perlu dimodifikasi," ujar Rizki Handayani.
Hasilnya, jelas Rizki, hingga kini sudah terjual lebih dari 10.500 paket promosi dan wisata yang tidak hanya disukai wisatawan Singapura dan Malaysia. Tapi juga wisatawan lain yang ada di Singapura.
Seperti diketahui, Singapura merupakan salah satu negara tersibuk di Asia Tenggara. Sebagai salah satu pusat perekonomian di Asia bahkan dunia, banyak warga negara asing lainnya di Singapura.
"Tidak hanya warga Singapura dan atau Malaysia, tapi banyak juga wisatawan lainnya yang ikut tergoda," kata Rizki. Dari 250 paket wisata tersebut, Rizki menjelaskan, selain paket leisure, yang juga diminati adalah paket-paket untuk menikmati golf serta spa.
"Jadi memang ke depan promosi akan terus kita lakukan di Singapura dan Malaysia, khususnya Johor Bahru," ujar Rizki. Berbeda dengan Singapura yang sudah sangat mengenal Batam, wisatawan di Johor Bahru masih banyak yang belum mengenal Batam, Bintan dan Tanjung Pinang. Salah satunya, mereka beranggapan bahwa wisata di Batam sangat mahal.
"Karena image-nya banyak warga Singapura di sana. Jadi mereka menanggapnya sudah pasti mahal," ujar Rizki.
Namun setelah mendapat penjelasan, mereka akhirnya mengerti dan paham. Terlebih dengan adanya paket-paket dalam "PWI Terpadu Crossborder" yang harganya kompetitif. Wisatawan Johor Bahru pun langsung tergoda.
"Saat kami consumer selling di Johor Bahru beberapa waktu lalu, selama tiga hari penyelenggaraan langsung terjual 200 pax. Dan ini potensinya sangat besar. Jadi pendekatan Pak Menteri (Arief Yahya,red) yang ini memang sangat efektif," kata Rizki.
Deputi Bidang Pengembangan dan Pemasaran Pariwisata Mancanegara, I Gde Pitana ikut mengamini pemaparan Rizki. Menurutnya feedback dari para pihak yang terkait, terutama industri sangatlah baik.
"Karena itu konsep yang dijalankan di Asia Tenggara ini kami akan kembangkan dan modifikasi ke daerah lain," ujar Pitana.
Kuncinya, kata Pitana, adalah memanfaatkan excess capacity. Ia menjelaskan, di daerah lain, seperti Bali sekalipun, tentunya ada masa-masa dimana tingkat keterisian pesawat ataupun hotel di bawah 60 persen. Di saat itulah maka strategi seperti ini akan diterapkan. Dengan tentunya melibatkan industri-industri yang ada.
"Ini juga akan kita terapkan di tempat lain, tidak hanya akses transportasi lewat laut tapi juga udara. Karena di udara juga ada excess capacity, tidak selalu penuh 100 persen. Untuk di Bali kita akan utamakan untuk tamu dari Australia," jelas Pitana.
"Di Bali hotel di saat weekend mungkin penuh, tapi saat weekdays mungkin okupansinya hanya 60 persen. Jadi 40 persen sisa, daripada nol, lebih baik dijual dengan paket," jelas Pitana.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menjelaskan program promosi terpadu seperti ini merupakan jurus ampuh dalam menjaring wisatawan, terutama mancanegara sebanyak-banyaknya.
"Dengan penggarapan yang baik maka pertumbuhan wisman di Batam-Bintan bisa meningkat tiga kali lipat. Begitu juga dengan daerah lain dengan modifikasi paket yang disesuaikan dengan market," kata Menpar Arief Yahya. Ia pun terus mengajak industri untuk memaksimalkan peluang ini.
"Karena saat ini bukan yang besar makan yang kecil, tapi yang cepat makan yang lambat. Industri harus mau berinovasi, memodifikasi dalam melihat peluang pasar," jelas Menpar.
(*)