Beragam Makna tentang Air Diterjemahkan Melalui Musik Klasik

Konser orkes Jakarta City Philharmonic mengambil tema Tirta yang berarti air.

oleh Vinsensia Dianawanti diperbarui 17 Mei 2018, 12:03 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2018, 12:03 WIB
Sajikan Karya Tiga Komposer, Jakarta City Philharmonic Bius Penonton
Konser Jakarta City Philharmonic Jakarta City Philharmonic (JCP) di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (16/5). Konser membius seluruh penonton yang hadir.(Liputan6.com/Arya Manggala)

Liputan6.com, Jakarta Konser orkesta Jakarta City Philharmonic digelar kedua kalinya di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki pada Kamis (17/5/2018). Konser musik klasik kali ini mengambil tema Tirta yang berarti air. Ini menjadi sebuah usaha bagi para musisi, terutama musisi musik klasik untuk mengartikan air sebagai sumber kehidupan dalam keberlanjutan ekosistem makhluk hidup di lingkungan alamnya.

Aditya Pradana Setiada, seorang musikolog, menuturkan bahwa air menjadi inspirasi bagi para tiga komposer, yakni Alexander Arutinuian, Claude Debussy, dan Bedrich Smetana. Di mana ini menggambarkan era musik romantik yang lebih menggambarkan sesuatu di dalam musik tu sendiri. Ini menjadi sebuah gebrakan baru di tengah maraknya musik klasik dari Mozart dan Beethoven begitu terkenal di masyarakat.

Beragam Makna Air Diterjemahkan Melalui Musik Klasik

Sajikan Karya Tiga Komposer, Jakarta City Philharmonic Bius Penonton
Pemain orkestra saat tampil dalam konser Jakarta City Philharmonic di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (16/5). (Liputan6.com/Arya Manggala)

Dengan musik ini, air digambarkan dalam beragam bentuk, sebagai anugerah sekaligus bencana, oasis di tengah kekeringan, hingga banjir yang memusnahkan makhluk hidup. Oleh karena itu, upaya manusia dalam memaknai air yang beragam berkaitan erat dengan kebudayaan dan kebiasaan. Berusaha menjawab tantangan alam, isu lingkungan hidup, serta bagaimana ekosistem kehidupan mencapai titik keseimbangannya.

Konser ini dimulai dengan lagu Sungai Moldau dari Bedrich Smetana. Pada lagu Konserto untuk Trompet dan Orkesta dari Alexander Arutiunian, Eric Awuy, seorang pemain trompet yang terkenal ikut meramaikan konser musik klasik ini.

Sebagai tradisi, JCP membawakan sebuah karya dari komposer tanah air, Mochtar Embut yang berjudul Anak Perahu. Lagu ini terinspirasi ketika banjir besar melanda Jakarta. Mochtar Embut melihat perahu-perahu kertas hanyut terbawa arus banjir. Namun alunan musik yang dihadirkan justru sangat tenang dan reflektif.

Peringatan 100 tahun meninggalnya Claude Debussy

Sajikan Karya Tiga Komposer, Jakarta City Philharmonic Bius Penonton
Pemain orkestra saat tampil dalam konser Jakarta City Philharmonic (JCP) di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (16/5). Konser tersebut mengangkat tema "Tirta". (Liputan6.com/Arya Manggala)

Tahun ini juga menjadi peringatan 100 tahun meninggalnya komposer asli Prancis Claude Debussy. Oleh sebab itu, para pemusik membawakan lagu La Mer yang berarti lautan. Eric Awuy menjelaskan bahwa lagu ini menjadi karya Debussy yang menerobos genre musik di akhi abad 19. Dalam alunan musik yang dihasilkan terdapat dialog antara angin dan lautan yang diterjemahkan melalui nada-nada yang menarik.

Konsep Jakarta City Philharmonic ini diaba langsung oleh Budi Utomo Prabowo selaku Pengaba Utama JCP. Selain menggelar konser, JCP juga membuka donasi dari bagi para penonton untuk mendukung kemandirian JCP dalam melestarikan musik klasik. Selain itu, melalui donasi ini diharapkan mampu menumbuhkembangkan rasa memiliki dari para penonton terhadap orkes kota tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya