Liputan6.com, Jakarta - Jalan-jalan di akhir pekan ke mal sudah biasa. Belakangan, acara kebudayaan dan pameran seni jadi favorit kalangan muda untuk menghabiskan waktu senggang. Salah satu penyebabnya adalah besarnya pengaruh media sosial.
Head of Visual Arts Committee Dewan Kesenian Jakarta, Mia Maria Kresnadi menyebut tren anak muda membanjiri beragam pameran seni bahkan dimulai sejak tahun 2015. Menurut Mia, media sosial berperan dalam meluaskan informasi hingga orang-orang sadar ada aktivitas lain selain menghabiskan waktu di tempat yang itu-itu saja.
"Kedua adalah pergerakan komunitas yang merakyat banget. Orang jadi lebih aware tentang pameran seni," kata Mia saat ditemui Liputan6.com di acara bincang-bincang Wave of Tomorrow x Freeware Spaces, Jakarta, Sabtu, 29 September 2018 lalu.
Advertisement
Ia menyambut positif antusiasme warga, khususnya kalangan muda, pada benda seni. Dengan begitu, karya seni tidak lagi terkesan eksklusif karena hanya bisa diakses atau diminati mereka yang biasa berkecimpung di dalamnya.
"Orang sampai antre bermeter-meter untuk masuk ke pameran seni. Sampai pusing untuk ngurusin security-nya. Bolak-balik," celoteh Mia sambil tertawa.
Baca Juga
Mia menyebut tidak masalah ketika kebanyakan pengunjung pameran datang hanya untuk berfoto-foto. Namun, ada hal yang mengganggunya soal perilaku para pengunjung yang dinilai tak beretika.
Hal itu lantaran dua aturan yang jelas-jelas disampaikan kepada pengunjung yang sering dilanggar hanya untuk memuaskan tampilan foto pribadi. Aturan pertama adalah tidak menyentuh benda seni yang dipamerkan, baik lukisan maupun karya lainnya.
Alasan logisnya adalah kandungan minyak pada tangan atau bagian lain dari tubuh kita. Karya seni, terutama lukisan, lama-lama kalau terus disentuh tangan kita akan berubah warnanya. Untuk memperbaikinya tidak mudah dan membutuhkan biaya besar.
"Saya pernah nemuin pengunjung. Sudah jelas-jelas ada batas pakai tali, dia terus mundur-mundur. Tasnya sempat nyentuh lukisan. Saya langsung tegur, tapi dia masih di sana mau foto. Pas lihat, rambutnya dikibaskan sreet, kena lagi deh ke lukisan. Aduh," tuturnya kesal.
Aturan kedua yang kerap dilanggar adalah mengambil foto dengan flash alias lampu kilat. Itu sangat terlarang karena akan mempengaruhi kualitas karya seni yang dipajang.
"Untuk hasilkan karya seperti itu, senimannya kan butuh proses yang panjang. Nggak mudah. Jadi, semestinya kita hargai kerja keras mereka dengan tidak merusaknya," ucap Mia.
Â
Â
Cara Efektif
Pengumuman mengenai aturan sudah terpasang jelas. Namun, pelanggaran masih kerap terjadi. Mia akhirnya meminta saran terbaik.
Merespons hal tersebut, Yoga Prathama dari Kinara Darma berucap bahwa ketidakpedulian pengunjung atas aturan tertulis saat berada di pameran seni bisa jadi karena penyampaiannya yang kurang tepat. Maka itu, gaya peringatannya bisa diubah agar lebih menarik perhatian.
"Misalnya, kayak di pengumuman di bioskop-bioskop gitu. Diumumkan berulang-ulang kalau karya seni itu nggak boleh disentuh. Atau, dibuat kayak pramugari yang menyampaikan secara unik ke pengunjung," kata dia.
Meski begitu, ia mengatakan kunci kepatuhan berada di tangan para pendidik. Pengetahuan dasar soal itu harus mulai diajarkan sedini mungkin. Mia pun mengamini sambil menambahkan, pengajaran tentang seni murni harus diperbaiki karena ada misleading.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement