Konektivitas Udara di Bandara Kualanamu dan Silangit Diperkuat

Penguatan konektivitas ini dilakukan melalui Forum Group Discussion (FGD) Pemanfaatan dan Pengembangan Bandara Internasional Kualanamu dan Silangit.

oleh Gilar Ramdhani diperbarui 03 Des 2018, 10:11 WIB
Diterbitkan 03 Des 2018, 10:11 WIB
Konektivitas Udara di Bandara Kualanamu dan Silangit Diperkuat
Penguatan konektivitas ini dilakukan melalui Forum Group Discussion (FGD) Pemanfaatan dan Pengembangan Bandara Internasional Kualanamu dan Silangit.

Liputan6.com, Medan Konektivitas menjadi kunci dalam pariwisata. Begitu juga bagi Sumatera Utara yang memiliki destinasi prioritas Danau Toba. Untuk itu, konektivitas udara di Bandara Kualanamu dan Silangit diperkuat. Sebab, dua bandara ini adalah akses udara utama ke Sumatera Utara dan Danau Toba.

Penguatan konektivitas ini dilakukan melalui Forum Group Discussion (FGD) Pemanfaatan dan Pengembangan Bandara Internasional Kualanamu dan Silangit. FGD dilakukan di Hotel Grand Mercure Medan, Kamis (29/11).

Staf Khusus Menteri Pariwisata Bidang Infrastruktur Pariwisata, Judi Rifajantoro mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk membangun akses konektivitas, baik dari maupun menuju Sumatera Utara. Akses sendiri menyangkut 3A. Yaitu Airlines, Airports, dan Authority.

“Selanjutnya untuk mengetahui aktivitas apa saja yang telah dilakukan Pemda dan Stake Holder dalam mendukung semua rute international dari atau ke Sumatera Utara. Lalu untuk meningkatkan kualitas, keamanan, serta kenyamanan pada Bandara Internasional Kualanamu dan Silangit,” ungkapnya.

Sejumlah hal penting dibahas dalam FGD kali ini. Seperti Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) menyoroti kondisi Ajibata Tomok sebagai tempat puncak kemacetan untuk intra moda transportasi darat. Mahalnya biaya sewa kendaraan atau transportasi dari bandara Silangit ke Parapat, menjadi masalah lain yang juga dikemukakan.

Untuk itu, BPODT sudah menyiapkan kerjasama dengan Damri untuk Blue Line, Purple Line, Greenline dan Yellow Line. Sementara transportasi Kualanamu DTB akan ditenderkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara.

“Di sisi lain, harus diakui bahwa beroperasinya Kapal Motor Sinar Bangun memiliki dampak positif pada pasar regional terdekat yaitu Medan dan Jawa. Namun, harga tiket menjadi masalah karena terhitung mahal. Karena itu, diperlukan intervensi pemerintah soal kebijakan tarif (air fair),” terang Judi.

Berbeda lagi dengan situasi yang disampaikan pihak PT Angkasa Pura II sebagai pengelola Kualanamu. Pada akses penerbangan, Kualanamu sudah bagus dan akan dijadikan sebagai smart airport.

Bahkan, traffic sekarang sudah mencapai 10 juta penumpang. Padahal, kapasitasnya hanya 9 juta penumpang. Oleh karena itu, dilakukan perluasan terminal area komersil dan ruang tunggu.

Sementara Tenaga Ahli Menteri Bidang Aksesibilitas Udara Robert D. Waloni menyimpulkan, sudah saatnya key performance indicator berubah menjadi key performance collaboration.

Diharapkan, semuanya dapat berkolaborasi agar seluruh stakeholder aksesibilitas di Sumatera Utara mempunyai satu grup komunikasi sebagai wadah untuk berdiskusi lebih mendalam terkait permasalahan yang terjadi secara dinamis.

“Beberapa contoh kolaborasi yang sudah terjadi yaitu belajar dari sejarah bali dengan bencananya, dimana mereka sudah mempersiapkan bali hospitality team. Railink juga pernah melakukan kerjasama dengan Citilink, dimana saat menunjukan boarding pass Citilink, penumpang akan mendapatkan diskon,” bebernya.

Terpisah, Menteri Pariwisata Arief Yahya menuturkan, Sumatera Utara sudah memiliki 100 destinasi prioritas yang disiapkan dari 33 kabupaten/kota yang ada. Maka, segala kebutuhan penunjang harus dilengkapi dan diperbaiki demi mendongkrak kunjungan wisatawan, baik nusantara maupun mancanegaraa.

"Blue Bird harusnya tersedia di Kualanamu, karena klien-klien dari China hanya mengetahui Blue Bird, khususnya masyarakat Hongkong. Aksesibilitas menuju King Kong Island dan atraksinya juga harus lebih gencar dipromosikan,” tandasnya.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya