Liputan6.com, Jakarta - Medium seni tak pernah ada habisnya, dimulai dari kanvas, dinding, patung, hingga elemen yang dekat dengan keseharian seperti pakaian. Inilah yang mendasari hadirnya berbagai kolaborasi antar seniman dan fesyen. Bahkan, Nonita Respati, founder dan Creative Director Purana Indonesia, menyebut kolaborasi antara seni dan dunia mode membentuk genre baru bagi pasar para kolektor.
Ia menuturkan sejak 2018, label miliknya mulai mengggandeng sejumlah seniman lokal yang dianggap berpotensi besar untuk berkembang dan bisa bekerja sama. Kolaborasi tersebut dianggap membuka peluang pasar baru, khususnya para kolektor seni sekaligus pecinta fesyen.
Advertisement
Baca Juga
Pasalnya, produk yang dihasilkan mengandung dua unsur sekaligus. Tentunya, proses produksinya tak mengabaikan kualitas dan harga yang terjangkau.
"Mungkin itu salah satu letak seksinya kolaborasi antara seni dan fesyen," ujar Nonita dalam Fashion Talks Nusantara Fashion Festival (NUFF) 2020 bertema When Art & Fashion Collide: Local Context in Fashion Collaboration yang digelar Kamis, 20 Agustus 2020.
Kolaborasi antara dunia seni dan fesyen juga terjadi di level global. Nonita menyebut sederet contoh sukses, seperti kolaborasi Louis Vuitton dengan seniman Yayoi Kusama, atau karya unik seniman ternama Salvador Dalà dengan desainer Elsa Schiaparelli dalam mendesain The Lobster Dress yang membuat banyak orang rela mengantre untuk mendapatkannya.
Menurut Nonita, kolaborasi tersebut bisa dianggap investasi karena sifatnya yang dapat bertahan lama serta langka. Bagi kedua brand, hal itu digunakan untuk menyampaikan kompleksitas visual dan kultural brand.
"Memang hal-hal seperti itu di dunia fesyen sudah dibutuhkan, terutama untuk menjangkau market yang lebih luas lagi bagi kedua brand dan melebarkan pasar baik secara umur dan demografik konsumen itu sendiri," Nonita menambahkan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kunci Sukses Kolaborasi
Riset bersama menyangkut tujuan karya juga perlu dilakukan. Sama seperti yang dilakukan Nonita dalam Purana, membangun minat dan tujuan yang sama dengan seniman, chemistry, dan sikap sadar akan tanggung jawab kedua pihak sangatlah penting. Saling mengerti porsi masing-masing dalam berkarya adalah kuncinya.
"Chemistry personal dan profesional itu harus berjalan seimbang , ya. Karena salah satu pihak yang berkolaborasi tidak boleh menganggap dirinya lebih besar daripada orang lain. Jadi, kalau dikasih masukan diskusi karya revisi itu selalu open, mau bekerja sama untuk bertanggung jawab terhadap karya," ucapnya.
Nonita juga mengatakan bahwa menjadi tanggung jawab brand untuk mengomunikasikan pesan atau latar belakang dari sebuah karya kepada konsumen. Penting untuk mengingat bahwa kesuksesan karya juga bergantung pada daya tarik yang diberikan pada pelanggan. "Pada akhirnya, tolok ukur kesuksesan kolaborasi itu pasti berujung pada sales (penjualan)," tuturnya.
Bagi Nonita, kolaborasi dapat terjadi dalam bentuk apa pun. Tidak hanya bersanding dengan seniman, brand juga bisa bereksplorasi dengan unsur lain di luar seni. Ia menambahkan bahwa karya itu berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik dan paling modern, tetapi kadang orang lupa akan esensi kolaborasi yang fleksibel, kolaboratif, dan kooperatif.
"Aku bilang everyting is possible asal dua pihak yang berkolaborasi tersebut tidak merasa terlalu besar atau terlalu kecil untuk berkolaborasi dengan sebuah brand karena at the end, persona untuk menghasilkan karya yang bagus itu penting," ujarnya. (Brigitta Valencia Bellion)
Advertisement