Liputan6.com, Jakarta - Puncak Gunung Everest 'tumbuh'. Ya, melansir laman Strait Times, Rabu, 9 Desember 2020, titik tertinggi di Bumi jadi sedikit lebih tinggi pada Selasa, 8 Desember 2020, karena Tiongkok dan Nepal akhirnya menyetujui ketinggian yang tepat untuk Gunung Everest setelah perdebatan selama beberapa dekade.
Ketinggian yang disepakati dan diumumkan pada konferensi pers bersama di Kathmandu, yakni 8.848,86 meter (m). Angka tersebut 86 sentimeter (cm) lebih tinggi dari ukuran sebelumnya yang diakui Nepal, dan lebih dari 4 m di atas angka resmi Tiongkok.
Perbedaan tersebut disebabkan Negeri Tirai Bambu mengukur pangkalan batu di puncak dan bukan, seperti pada pembacaan baru, selubung salju dan es di puncak tertinggi dunia tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Menggunakan trigonometri berjarak ratusan kilometer (km) di dataran India, ahli geografi kolonial Inggris pertama kali menentukan ketinggian Everest pada 1856 di angka 8.840 m di atas permukaan laut.
Setelah Edmund Hillary dan Tenzing Norgay Sherpa terkenal karena pertama kali mencapai puncak Everest pada 29 Mei 1953, sebuah survei India menyesuaikan ketinggian jadi 8.848 m.
Pengukuran puncak Everest itu diterima secara luas, dengan jumlah yang memikat tak hanya pendaki gunung yang ambisius, tapi juga nama-nama menginspirasi lini pakaian petualangan, restoran, bahkan vodka.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Debat Panjang Tinggi Puncak Everest
Kemudian, pada 1999, US National Geographic Society menyimpulkan bahwa titik tertinggi di dunia lebih tinggi, yakni di angka 8.850 m. Namun, Nepal tak pernah secara resmi mengakui ketinggian baru puncak Everest tersebut, meski dikutip secara luas.
Sementara, Tiongkok melakukan beberapa survei, dan pada tahun 2005 muncul dengan ukuran 8.844,43 m.
Hal itu memicu perselisihan dengan Nepal yang baru terselesaikan pada 2010 ketika Kathmandu dan Beijing sepakat bahwa pengukuran mereka mengacu pada hal-hal berbeda. Satu ke ketinggian batuan Everest dan yang lainnya bertolak ukur ke ketinggian lapisan salju.
Nepal memutuskan melaksanakan survei, pertama kali melakukannya sendiri, setelah ada dugaan bahwa pergerakan lempeng tektonik, termasuk gempa bumi besar pada 2015, mungkin telah memengaruhi ketinggian Everest.
Sekitar 300 ahli dan surveyor Nepal terlibat dalam latihan ini, beberapa berjalan kaki, sementara yang lain menggunakan helikopter untuk mencapai stasiun pengumpulan data. Musim semi lalu, surveyor Nepal mencapai puncak Everest dengan lebih dari 40 kg peralatan, termasuk penerima Sistem Navigasi Satelit Global (GNSS).
Mereka menghabiskan kira-kira dua jam untuk mengumpulkan data saat puluhan pendaki lain berdiri di atas gunung.
"Mendaki Everest sendirian adalah tugas yang menantang, tapi kami juga harus mengukurnya," kata Khim Lal Gautam, pejabat Departemen Survei yang kehilangan jari kaki karena radang dingin dalam ekspedisi tersebut.
Advertisement
Pengambilan Keputusan Akhir
Nepal seharusnya merilis hasil pengukuran puncak Everest pada awal tahun ini. Tapi, Tiongkok kemudian terlibat setelah kunjungan Presiden Xi Jinping ke Nepal pada Oktober 2019.
Tahun ini, ekspedisi survei Tiongkok memiliki ruang kerja lebih tenang di puncak karena mereka adalah satu-satunya pendaki di gunung yang tutup akibat pandemi corona COVID-19.
Dang Yamin, seorang ahli di Biro Survei dan Pemetaan Nasional, mengatakan pada CCTV, penyiar pemerintah China, bahwa hasil akhirnya adalah nilai rata-rata antara pengukuran yang dilakukan Nepal dan Tiongkok, sesuai aturan ilmiah.
"Ketinggian akhir disimpulkan setelah kedua belah pihak berbagi dan memproses data secara virtual," kata Damodar Dhakal, juru bicara Departemen Survei Nepal.
Infografis 6 Cara Aman Buang Masker Sekali Pakai
Advertisement