Liputan6.com, London - Seorang ibu dari dua anak asal Inggris menorehkan sejarah hari ini 25 tahun lalu. Ia tercatat sebagai wanita pertama yang menaklukkan Gunung Everest tanpa bantuan tabung oksigen atau sherpa.
Alison Hargreaves yang berusia 33 tahun kala itu adalah orang kedua yang pernah mencapai puncak gunung tertinggi di dunia yaitu Everest tanpa bantuan.
Advertisement
Baca Juga
Dia mencapai puncak 29.028 kaki (8.847 meter) dan segera mengirimkan kabar melalui radio ke markasnya. Dia menyampaikan keinginannya mengirim faks kepada dua anaknya, Tom dan Kate yang berusia enam dan empat tahun, di rumahnya yang terletak di Fort William pantai barat Skotlandia.
Pesannya adalah: "Aku di puncak dunia dan aku sangat mencintaimu."
Dia menetapkan dirinya sebagai sosok yang tangguh. Sebelum mulai turun, ia menanam silk flower atau bunga sutra di atas puncak.
Suaminya, Jim Ballard, 48, seorang fotografer pendaki, yang tinggal di rumah untuk menjaga anak-anak berkata: "Saya sangat bangga dengan Alison. Saya selalu percaya pada kemampuannya untuk sampai ke puncak dunia"
Alison harus melalui punggungan utara gunung yang terkenal dari Tibet, setelah lebih dari setahun berlatih di lereng Ben Nevis.
Dia gagal dalam upaya serupa tahun lalu, ketika dia harus menyerah dari ketinggian 27.500 kaki Everest (8.382 m) oleh angin Arktik yang mengancam akan membekukan tangan dan kakinya.
Sosok Wanita Tangguh
Cally Fleming, juru bicara lereng Ben Nevis Range tempat Hargreaves dilatih berkata: "Ini adalah pendakian paling penting yang pernah dilakukan oleh seorang wanita. Ini luar biasa."
Hargreaves tiba di base camp pada 17.060 kaki (5.199.9m) pada 11 April. Dia memanjat seluruh rute tanpa bantuan tabung oksigen.
Dia terpaksa mendekati puncak hampir di sepanjang punggungan utara yang sulit karena kondisi cuaca berarti lereng di bawahnya hampir kosong dari salju.
Satu-satunya pendaki lain yang telah mencapai puncak Everest tanpa bantuan adalah Reinhold Messner pada 1980.
Sejarah lain mencatat pada 13 Mei 1969, terjadi kerusuhan rasial Tionghoa-Melayu di Kuala Lumpur, Malaysia, menyebabkan sedikitnya 184 meninggal.
Kemudian 13 Mei 1981, Paus Yohanes Paulus II ditembak dan mengalami luka serius di Lapangan Santo Petrus, Vatikan.
Advertisement