6 Fakta Menarik Kabupaten Langkat, Punya Patung Dewa Hindu Tertinggi Kedua di Dunia

Kesultanan Langkat yang pernah berkuasa di Langkat, merupakan monarki tertua di antara monarki-monarki Melayu di Sumatra Timur.

oleh Henry diperbarui 24 Nov 2021, 08:30 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2021, 08:30 WIB
Bukit Lawang
Bukit Lawang, Kabupaten Langkat, Sumut (Reza Efendi/Liputan6/com)

Liputan6.com, Jakarta - Langkat adalah kabupaten di Provinsi Sumatra Utara yang beribu kota di Stabat. Kabupaten Langkat terdiri dari 23 kecamatan dengan luas 6.273 kilometer persegi dan berpenduduk sejumlah 1.041.775 jiwa pada 2020. Nama Langkat diambil dari nama Kesultanan Langkat.

Nama Langkat juga berasal dari nama sebuah pohon yang menyerupai pohon langsat. Pohon langkat memiliki buah yang lebih besar dari buah langsat tapi lebih kecil dari buah duku. Rasanya pahit dan kelat. Pohon ini dulu banyak dijumpai di tepian Sungai Langkat, yaitu di hilir Sungai Batang Serangan yang mengaliri kota Tanjung Pura. Hanya saja, pohon itu kini sudah punah.

Pada masa Pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus keresidenan dan kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten. Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orang-orang asing saja, sedangkan bagi orang-orang asli (pribumi/ bumiputera) berada di tangan pemerintahan kesultanan Langkat.

Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatra dipimpin oleh seorang Gubernur yaitu Mr. Teuku Muhammad Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat tetap dengan status keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh Tengku Amir Hamzah. Berdasarkan PP No.7 Tahun 1956 secara administratif Kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri.

Tentu bukan itu saja hal-hal menarik dari Langkat. Berikut enam fakta menarik seputar Kabupaten Langkat yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.

1. Kesultanan Langkat

Kesultanan Langkat merupakan kerajaan yang dulu memerintah di wilayah Kabupaten Langkat. Kesultanan Langkat menjadi makmur karena dibukanya perkebunan karet dan ditemukannya cadangan minyak di Pangkalan Brandan.

Kesultanan Langkat merupakan monarki tertua di antara monarki-monarki Melayu di Sumatra Timur.  Pada 1568, di wilayah yang kini disebut Hamparan Perak, salah seorang petinggi Kerajaan Aru yang bernama Dewa Shahdan berhasil menyelamatkan diri dari serangan Kesultanan Aceh dan mendirikan sebuah kerajaan. Kerajaan inilah yang menjadi cikal-bakal Kesultanan Langkat modern.

Beberapa bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah menyatakan bergabungnya kesultanan dengan negara Republik Indonesia. Kesultanan Langkat runtuh bersamaan dengan meletusnya Revolusi Sosial yang didukung pihak komunis pada 1946.

Setelah Sultan Mahmud Abdul Jalil Rakhmat Shah wafat pada 1948, para Sultan Langkat praktis kehilangan kekuasaan politiknya dan hanya bertakhta sebagai Pemangku Adat dan Kepala Keluarga Kerajaan.

2. Patung Dewa Murugan 

Sumatra Utara dikenal sebagai provinsi yang memiliki tingkat tolensi beragama yang tinggi di Indonesia. Di sana pun banyak destinasi wisata religi yang bisa dikunjungi. Salah satunya adalah Kuil Shri Raja Rajeshwari Amman Kovil, yang terletak di Desa Padang Cermin, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat.

Kuil ini punya patung Dewa Murugan yang sangat populer.Dewa Murugan adalah Dewa Hindu yang terkenal di kalangan orang Tamil di negara bagian Tamil Nadu di India, dan Sri Lanka. Dewa ini juga dikenal dengan berbagai nama, seperti Kartikeya, Kumara, Shanmukha, Skanda, hingga Subramaniam.

Digambarkan sebagai dewa berparas muda, bersenjata tombak dan mengendarai burung merak, Dewa Murugan ternyata merupakan dewa perang dan pelindung negeri Tamil. Patung Dewa Murugan ini memiliki tinggi 17 meter dan masuk rekor MURI sebagai patung Dewa Murugan tertinggi di Indonesia.

Selain itu, patung yang berada di Langkat ini menjadi yang tertinggi kedua di dunia setelah yang ada di Malaysia. Patung ini dibangun pada 2012 lalu. Pembangunan patung ini dilakukan oleh pemahat yang didatangkan langsung dari India, begitu juga dengan arsitekturnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

3. Wisata Alam Batu Katak

6 Fakta Menarik Langkat, Punya Patung Dewa Murugan Tertinggi Kedua di Dunia
Wisata Alam Batu Katak di Langkat, Sumatra Utara. (dok.Instagram @sumatrawild_batukatak/https://www.instagram.com/p/CRjPBpGMezA/Henry)

Ada banyak potensi wisata alam di wilayah Kabupaten Langka. Salah satunya objek wisata Batu Katak yang terletak di Desa Batu Jongjong, Kecamatan Bahorok.Beberapa kegiatan yang bisa dilakukan para wisatawan yang berkunjung ke tempat wisata ini di antaranya adalah melakukan treking hutan dan memantau beberapa hewan seperti orangutan hingga siamang.

Selain itu, wisatawan juga bisa treking di gua sepanjang 1 km dan gua-gua lainnya yang tak kalah indah. Objek wisata Batu Katak ini juga menyediakan tempat kemah dalam skala besar bagi para wisatawan rombongan. Selain itu, wisatawan juga bisa menjumpai bunga langka, yaitu Raflesia dan Amorphophallus titanum.

4. Kota Budaya dan Pendidikan

Salah satu kecamatan di Kabupaten Langkat adalah Tanjung Pura. Tanjung Pura merupakan salah satu titik yang dilewati oleh Jalan Raya Lintas Sumatra menuju Provinsi Aceh.

Meski wilayahnya termasuk kecil, Tanjung Pura dijuluki sebagai kota pendidikan dan kota budaya. Salah satunya karena merupakan tempat kelahiran pujangga besar dari tanah Melayu, Tengku Amir Hamzah. Bermula dari tanah bertuah inilah ia mulai mengukir bait-bait goresan pena emasnya. 

Amir dijuluki Raja Penyair Zaman Pujangga Baru an satu-satunya penyair Indonesia berkelas internasional dari era pra-Revolusi Nasional Indonesia. Pada 1975, ia dinyatakan sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Jenazahnya dimakamkan di Kompleks Pemakaman Umum Masjid Azizi Tanjung Pura.

Dalam sejarahnya, terdapat pula nama-nama besar yang pernah menimba ilmu di Tanjung Pura seperti Amir Hamzah, Chairil Anwar, Armin Pane dan Adam Malik (Wakil Presiden Indonesia 1978-1983).

5. Kuliner Khas Langkat

6 Fakta Menarik Langkat, Punya Patung Dewa Murugan Tertinggi Kedua di Dunia
Halua, kuliner khas Langkat, Sumatra Utara. (dok.Instagram @n.a.z.gallery/https://www.instagram.com/p/CNv3vYsnHdj/Henry)

Langkat, seperti banyak daerah lainnya di Indonesia, punya makanan atau kuliner khas. Salah satunya adalah Bolu Kemejo. Kuliner ini banyak dijumpai di kota Stabat dan sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Kue ini awalnya hanya dibuat untuk konsumsi dalam keluarga saja dan tidak dijual untuk umum. Namun karena makin populer dan banyak disukai, akhirnya banyak yang menjual kue bolu ini.

Lalu ada Roti Asidah yang bertekstur lembut. Rasanya manis dan ada perpaduan rempah yaitu cengkeh, kayu manis dan daun pkamun.

Ada juga Halua yang ini mirip seperti manisan dan umumnya dibuat dari buah-buahan. Konon, makanan khas Langkat ini sudah ada sejak zaman kesultanan dan masih banyak ditemukan hingga saat ini. Masyarakat biasanya menyajikan makanan ini untuk tamu, khususnya saat Lebaran.

Sama seperti manisan pada umumnya, halua ini biasanya dibuat dari berbagai macam buah yang tumbuh di Langkat. Ada buah pepaya, buah gelugur, buah renda, kolang kaling dan buah gundur. Tapi, ada juga halua yang terbuat dari sayuran, seperti cabai, labu, wortel, terung dan daun pepaya.

Kuliner khas lainnya adalah Cencaluk yang biasa disantap untuk melengkapi lauk saat makan. Makanan ini merupakan olahan dari udang (biasanya udang rebon) yang sudah dihaluskan, kemudian dicampur dengan bumbu dan bawang bombai.

6. Kampung Bali

Kampung Bali adalah sebuah perkampungan yang dihuni oleh masyarakat asli Suku Bali sejak puluhan tahun yang lalu. Kampung ini terletak di Desa Paya Tusam, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat. Di kampung ini, bermukim komunitas etnis Suku Bali yang masih taat akan tradisi.

Banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang tertarik untuk mengunjungi kampung ini, untuk melihat dan menikmati suasana perkampungan khas Bali ataupun untuk mempelajari kehidupan Suku Bali yang bisa hidup rukun berdampingan dengan masyarakat sekitar di sana.

Ledakan Gunung Agung pada Februari 1963 silam adalah awal mula bagaimana Suku Bali bisa mendiami dataran Sumatra. Tanah pertanian saat itu menjadi tandus, dan banyak masyarakat Bali kehilangan sumber pendapatan sehari-hari.

Pemerintah pada masa itu merencanakan program transmigrasi bagi masyarakat Bali keluar pulau agar mendapat pengganti lahan pekerjaan dan kehidupan yang baik. Salah satunya ke Sumatra Utara, termasuk ke Langkat. Jejak keberadaan masyarakat Bali di Sumatra Utara hingga kini dapat dilihat di Desa Paya Tusam.

Libur Natal dan Tahun Baru, Ini 5 Langkah Cegah Lonjakan Covid-19

Infografis Libur Natal dan Tahun Baru, Ini 5 Langkah Cegah Lonjakan Covid-19
Infografis Libur Natal dan Tahun Baru, Ini 5 Langkah Cegah Lonjakan Covid-19 (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya