Liputan6.com, Jakarta - Seorang turis warga negara Ukraina mengeluh kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno. Ia merasa ditipu saat menjalani karantina di sebuah hotel di Jakarta. Pasalnya, sehari sebelum keluar dari hotel karantina di Jakarta, ia dan putrinya dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan hasil tes PCR.
Dalam tangkapan layar yang dibagikan Sandiaga di akun Instagramnya, Sabtu, 29 Januari 2022, turis dari Ukraina itu mengaku tak bergejala apapun. Ia yang merasa tak sakit lalu minta agar dites PCR ulang agar mendapat hasil pembanding. Namun, pihak hotel tak membolehkannya dan ia pun diminta memperpanjang durasi karantina.Â
Advertisement
Baca Juga
"Kami tidak bergejala dan isolasi tambahannya sangat mahal sehingga saya yakin kami sedang ditipu," tulis WN Ukraina itu.
"Ini sulit dipercaya dan saya butuh bantuan," imbuh dia yang berencana akan liburan ke Bali.
Sandiaga pun merespons dengan menugaskan staf ahlinya, Henky Manurung, untuk menyelesaikan masalah yang terjadi pada minggu lalu itu. Beberapa waktu kemudian, turis tersebut mengaku masalah sudah terselesaikan dan ia dinyatakan negatif menurut hasil tes PCR.
Terkait kasus tersebut, Sandiaga mengingatkan agar semua pihak berperan menjaga reputasi baik Indonesia dalam menerapkan pengendalian pandemi. Ia tak ingin ada permainan dari oknum yang bisa mencoreng nama Indonesia dalam pengendalian pandemi.
"Perlu kita garis bawahi bahwa kita bertindak tegas, itu bukan miskom (miskomunikasi). Jadi, apa yang dialami jangan disederhanakan sebagai miskom, tapi memang terjadi dalam penanganan pandemi kita, terutama PPLN," ucap Menparekraf seraya meminta ada perbaikan alur penanganan karantina untuk pelaku perjalanan luar negeri, termasuk wisatawan asing.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penjelasan PHRI
Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menyebut insiden tersebut kesalahpahaman antara pihak hotel dan tamu. Ia mengatakan turis Ukraina itu meminta tes PCR oleh laboratorium yang dia rujuk, bukan rujukan dari Kementerian Kesehatan.
"Mungkin kenalannya atau dokter yang dia kenal. Ingin labnya preferensi beliau, tapi aturan karantina tidak bisa seperti itu. Laboratorium harus sesuai rekomendasi Kementerian Kesehatan. Beliau lalu minta waktu berpikir," jelas Hariyadi.
Pihak hotel, sambung dia, sudah menjelaskan konsekuensi bila turis itu berkeras menggunakan laboratorium preferensinya. Setelah beberapa waktu, turis itu memutuskan pindah hotel untuk menjalani isolasi mandiri.Â
"Karena regulasi ini gonta-ganti, gonta-ganti, menurut saya harus ada penjelasan untuk PPLN atau wisatawan asing tentang apa saja yang harus dipersiapkan (untuk karantina) agar tidak terjadi miskomunikasi," kata Hariyadi.
Advertisement
Tak Ingin Terus Disalahkan
Hariyadi menyatakan pihaknya tak ingin terus disudutkan dalam persoalan seputar karantina. Ia pun mengingatkan banyak pihak terlibat dalam proses karantina, mulai dari penanganan di bandara, transportasi ke hotel, pemeriksaan oleh Satgas Covid-19, hingga bisa keluar karantina.Â
"Apa-apa yang disalahkan, hotel mulu. Hotel mahal untuk karantina 10 hari, padahal harga kamar sama saja. Makan juga begitu. Kenapa makan harus di hotel, ya Satgas persyaratannya begitu. Enggak boleh dari luar. Dianggapnya hotel yang punya tendensi kurang baik. Dituduh mafia karantina, segala macam,"Â katanya.
Ia menegaskan bahwa sektor perhotelan pada prinsipnya ingin berjalan sesuai aturan. Ia juga tak ingin jajarannya menyusahkan masyarakat karena regulasi karantina. Ia pun mengingatkan para anggotanya yang melanggar akan ditindak tegas sesuai aturan berlaku.
"Kemarin juga ada turis Australia, malah pamer jalan-jalan pakai ojek. Hotelnya kita tindak tegas, kok bisa biarkan tamu keluyuran. Pasti ada yang bertindak tidak sesuai aturan, tapi hasil monitoring kami sejauh ini (anggota PHRI) cukup baik," ia menerangkan.
Tarif Kamar Hotel Karantina Mandiri
Advertisement