Liputan6.com, Jakarta - Perlakuan kurang menyenangkan dialami seorang ibu ketika ia berbelanja sendirian di outlet Dior di Roma, Italia, bulan lalu. Seorang staf diduga mengabaikan wanita itu dan menolak menunjukkan barang yang ia minta, melansir AsiaOne, Selasa, 7 Juni 2022.
Pasalnya, cara si ibu berpakaian membuatnya "terlihat miskin," menurut keterangan anak dari wanita tersebut. Pada 18 Mei 2022, pengguna TikTok Singapura, Nahtyourbby, mengunggah video dirinya membawa ibunya kembali ke toko Dior tersebut.
"Saya tahu bekerja sebagai SA (sales associate) itu tidak mudah. Anda bisa tidak menghormati saya, tapi jangan pernah tidak menghormati ibu saya," katanya.
Advertisement
Pada kunjungan kedua, seorang staf penjualan yang berbeda melayani wanita paruh baya itu, yang sekarang ditemani putrinya. "Ia memberi kami layanan pelanggan dasar. Ia memberi kami kopi dan air, dan itu sangat panas," jelas Nahtyourbby.
Dari video terlihat mereka membeli setumpuk tas Dior. Bukannya itu mengesankan staf penjualan yang pertama kali mengabaikan ibu Nahtyourbby, karena ia diduga menoleh ke rekannya untuk mengucapkan selamat kepadanya dengan cara yang sarkas saat mereka membayar tagihan.
Dengan video TikTok yang saat artikel ini ditulis telah mendapatkan lebih dari delapan juta tampilan tersebut, beberapa warganet dibuat heran, bertanya-tanya apakah Nahtyourbby perlu memamerkan kekayaannya. "Masalah orang kaya sangat lucu," kata seorang pengguna.
Yang lain menunjukkan fakta bahwa perilaku staf penjualan adalah taktik penjualan yang umum. Sayangnya, ibu-anak itu terperdaya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ada Nada Rasis
Nahtyourbby tidak setuju, menunjukkan mungkin ada nada rasis pada perilaku staf outlet Dior tersebut. Selain, ada juga pengguna yang bertanya-tanya tentang pekerjaan Nahtyourbby, mengingat ia menghabiskan cukup banyak uang untuk berbelanja di Italia.
Nahtyourbby menyebutkan bahwa pekerjaan yang ia lakukan sebelumnya adalah membantu siswa menulis esai penerimaan perguruan tinggi. Selama enam tahun, ia mengaku mengumpulkan sekitar 54 ribu dolar Singapura (sekitar Rp567 juta). Saat ini, ia bekerja sebagai manajer pemasaran produk, menghasilkan 150 ribu dolar Singapura (Rp1,6 miliar) setahun.
Pada 30 Mei 2022, ia mengunggah video TikTok lain yang berkaitan pengalaman berbelanjanya di Roma tersebut, menyatakan bahwa si staf penjualan tidak mau mengakui kesalahan apa pun.
"Saya sama sekali tidak mencoba untuk membalas dendam, membuktikan suatu hal, atau memecat siapa pun. Saya hanya ingin pengalaman berbelanja yang baik dan staf toko yang sopan," jelasnya. Ia juga menyebut akan melakukan apa saja untuk membuat ibunya bahagia.
Advertisement
Cerita Lainnya
Masih tentang gerai barang branded, sebelum ini, warganet sudah lebih dulu menyimak cerita seorang anak yang membelikan tas Louis Vuitton untuk ibunya, karena ia merasa "tidak pantas" masuk ke outlet merek mewah tersebut. Pengguna TikTok, Minxchen, mengunggah video pada 13 Maret 2022, berbagi anekdot dari masa kecilnya tentang pergi window shopping dengan ibunya dan bagaimana ibunya menunjuk ke sebuah tas yang sangat ia sukai.
"Saya mengatakan kepadanya bahwa kita harus masuk dan melihatnya. Ia mengatakan tidak karena ia tidak terlihat cukup baik untuk memasuki toko," tulis Minxchen dalam video tersebut. "Saya berkata pada diriku sendiri bahwa saya tidak akan pernah membiarkan ibu saya merasa seperti itu ketika saya bisa mandiri."
Sepuluh tahun kemudian, Minxchen akhirnya bisa mewujudkan keinginan ibunya, dengan membawanya ke toko Louis Vuitton dan mengejutkannya dengan membelikan sebuah tas. Dalam video tersebut, wanita paruh baya terlihat membuka bungkusan kotak dengan gembira, dan memeluk putrinya untuk berterima kasih atas hadiahnya.
Konsumen Lebih Muda
Terlepas dari bagaimana setiap orang memaknai kepemilikan barang branded, konsumen lebih muda mulai tercatat melakukan pembelian luxury goods. Fenomena ini pun ternyata tidak mengecualikan Indonesia.
Head of Marketing and Communication VOILA, Zoey Rasjid, mengatakan saat ditemui April lalu, bahwa semakin ke sini, usia pembeli barang mewah di Indonesia memang makin muda. "Sebagian mungkin diedukasi orangtua mereka tentang luxury items," ia mengatakan.
Zoey menambahkan, "Tapi, mereka akhirnya punya selera sendiri, dan kami membantu untuk membuka mata mereka tentang apa yang ada di luar sana, terutama untuk (konsumen) remaja. Karena itu, kami mencoba melayani semua umur."
Terkait tren belanja barang branded oleh konsumen lebih muda, fashion expert Caren Delano menambahkan di kesempatan yang sama, "Ada satu hal positif yang bisa dilihat dari sini bahwa Indonesia jauh lebih membaik (secara pendapatan)."
"Dalam konteks melihat makin banyak pembeli muda, itu juga tidak hanya di branded (brands). Semakin muda berbelanja, berarti semakin bagus pekerjaan mereka atau orangtua mereka semakin mampu," ia menambahkan.
Ia juga menilai bahwa tidak ada salahnya orangtua memanjakan anak dengan barang mewah. Caren menyebutnya "bukan sebagai bentuk penghargaan terhadap anak, tapi orangtua." "Orangtua punya hak untuk memberi tahu orang di sekitar mereka bahwa kami cukup baik, kami ada di posisi ini. Salah? No. Kelihatan sombong? No, selama mereka mampu," tuturnya.
Advertisement