Liputan6.com, Jakarta - Sudah beberapa bulan sejak rencana pendaftaran kebaya jadi warisan budaya takbenda (ICH) UNESCO diumumkan. Barisan dukungan pun telah dirapatkan sebagai tanggapan inisiasi tersebut, baik oleh komunitas maupun inisiatif individu. Jadi, sudah sejauh mana prosesnya?
Direktur Perlindungan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Irini Dewi Wanti, mengatakan bahwa saat ini pemerintah Indonesia, melalui Kemendikbud, sudah bertemu secara daring dengan pihak Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam terkait pendaftaran kebaya ke UNESCO.
Advertisement
Baca Juga
"Keempat negara ini sepakat mendaftarkan kebaya secara bersama-sama ke dalam daftar ICH UNESCO. Nominasi bersama seperti ini dikenal dengan istilah joint nomination atau multi-national nomination," katanya melalui pesan pada Liputan6.com, Jumat, 5 Agustus 2022.
Menindaklanjuti kesepakatan tersebut, Irini menyambung, pihaknya telah bertemu dengan berbagai komunitas pelestari kebaya untuk menyamakan persepsi mengenai joint nomination tersebut. Ia berkata, "Kami pun meminta masukan dari para perwakilan komunitas mengenai jenis kebaya yang akan diusulkan, wilayah sebaran kebaya, dan daftar komunitas pewaris kebaya."
Itu dibenarkan Rahmi Hidayati, pendiri komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI). "Karena yang mendaftarkan (kebaya ke UNESCO) itu pemerintah, komunitas support dengan kegiatan," ia mengucapkan melalui sambungan telepon, Kamis, 4 Agustus 2022.
"(Bentuk) dukungan kita (yang lain juga) membuktikan pelestarian (kebaya) itu ada," tutur Rahmi. "Karena warisan, yang mana kebaya setidaknya harus diturunkan dari nenek, ke ibu, lalu ke anak, negara harus membuktikan bahwa kebaya sudah ada setidaknya selama 25 tahun, dan secara historis, Indonesia memenuhi kriteria itu."
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tahap Pendaftaran
Rahmi mengatakan, pihaknya kini tengah membantu mengumpulkan data soal jenis-jenis kebaya dan daerah sebarannya di Indonesia. "Walau banyak jenisnya, kebaya dalam hakikatnya punya bukaan di tengah, sementara kanan-kirinya simetris, membentuk lekuk tubuh, tapi tidak selalu ketat, dan berlengan," ia mengatakan.
Mereka pun menggandeng para akademisi untuk membuat kajian soal kebaya. Rahmi menuturkan, "Karena pendaftaran (kebaya ke UNESCO ditargetkan) bulan Oktober (2022), jadi dokumen (kajian kebaya) sudah harus terkumpul setidaknya pada akhir September."
Secara sistematis, Irini menjelaskan bahwa tahap pendaftaran kebaya sebagai warisan budaya takbenda UNESCO dimulai dengan pembentukan tim teknis penyusun nominasi kebaya. Tim ini akan menjembatani pemerintah Indonesia dan pihak-pihak lain, baik di dalam maupun luar negeri, untuk secara bersama menyusun naskah nominasi.
"Tim ini akan terdiri atas perwakilan pemerintah, komunitas, dan akademisi," tuturnya.
Selanjutnya, rancangan naskah nominasi akan dikonsultasikan dengan komunitas pewaris kebaya melalui diskusi kelompok terpimpin untuk meminta persetujuan atas isi naskah nominasi. Setelah tahapan-tahapan ini selesai, rancangan naskah nominasi akan dikirimkan ke Sekretariat ICH UNESCO di Paris.
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Menyusun Naskah Nominasi
Irini mengatakan, karena masih dalam proses pengumpulan data, hingga saat ini belum ada kesepakatan antara Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam mengenai jenis kebaya yang akan diusulkan sebagai warisan budaya takbenda ke UNESCO.
"Namun demikian, pemerintah Indonesia akan mencantumkan berbagai jenis kebaya yang ada di Indonesia untuk memperlihatkan keragaman dan kekayaan budaya Indonesia terkait kebaya," imbuhnya.
Ia melanjutkan, "Mengingat dalam menyusun naskah nominasi memerlukan konsentrasi dan perhatian yang saksama, saat ini kami masih fokus pada penyusunan naskah nominasi kebaya dengan melibatkan berbagai pihak. Seluruh proses penyusunan naskah nominasi merupakan proses akademis, sehingga setiap isi yang disampaikan harus berdasarkan data atau rujukan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah."
"Setelah itu akan dilakukan diskusi dengan counterpart di Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam untuk menyelaraskan isi naskah," tuturnya.
Pengusulan warisan budaya takbenda, Irini mengatakan, tidak memerlukan upaya khusus untuk mempercepat atau memperlancar prosesnya. Pasalnya, sudah ada prosedur yang tertuang dalam arahan operasional sebagai pedoman teknis pelaksanaan Konvensi 2023.
"Kita tinggal mengikuti prosedur tersebut," tuturnya.
Â
Â
Tidak Hanya Saat Pendaftaran
Irini mengatakan, joint nomination empat negara sebenarnya merupakan salah satu strategi mempercepat proses pencantuman kebaya dalam daftar ICH UNESCO. Pasalnya, komite UNESCO yang membidangi pengusulan akan mengutamakan warisan budaya takbenda yang dinominasikan lebih dari satu negara.
"Namun jika komunitas atau pemerintah daerah ingin mengadakan berbagai kegiatan untuk lebih mengenalkan kebaya pada masyarakat, hal itu dapat dilakukan," ia menambahkan. Partisipasi publik, menurut Irini, dapat dilakukan tidak hanya ketika proses pendaftaran, tapi terutama ketika kebaya sudah tercantum sebagai warisan budaya takbenda UNESCO.
"Kita perlu mendorong agar penggunaan kebaya jadi marak dalam masyarakat untuk memperlihatkan bahwa kebaya memang warisan budaya takbenda yang masih hidup di Indonesia," tuturnya. "Selain itu, semakin banyak masyarakat yang menggunakan kebaya akan semakin membantu para perajin kebaya secara ekonomi."
Dampak dari kemungkinan kebaya jadi warisan budaya takbenda dari segi ekonomi pun disinggung Rahmi. "Orang pakai kebaya kan biasanya tidak kebaya saja. Nanti bisa berdampak ke perajin aksesori, wastra, selopnya, tasnya, macam-macam," tuturnya.
Selain, gaung adanya pakaian bernama kebaya pun disebutkannya sebagai kemungkinan dampak lain. "Budaya kita jadi bisa menyebar ke seluruh dunia. Mungkin nanti ada juga yang akan pakai kebaya di luar Indonesia," tutupnya.
Advertisement