Liputan6.com, Jakarta - Drama Korea atau drakor "Extraordinary Attorney Woo" telah menciptakan ledakan pariwisata di wilayah selatan Negeri Ginseng. Kota pesisir tenggara Ulsan dan pulau resor selatan Jeju, yang telah menjadi tujuan wisata populer, melihat lebih banyak kunjungan turis sejak drama yang menampilkan seorang pengacara dengan gangguan spektrum autisme, bernama Woo Young-woo, menjadi hit.
Dikutip dari The Korea Times, Selasa (23/8/2022), dalam drakor yang dibintangi oleh Park Eun Bin itu, paus adalah hewan favorit Woo. Ulsan, yang juga dikenal dengan kesempatan melihat pausnya, telah diuntungkan oleh popularitas drama tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Perusahaan Manajemen Kota Ulsan Namgu, sebanyak 4.924 penumpang naik perahu wisata paus kota itu pada pertengahan Agustus 2022. Angka tersebut telah mencapai 76 persen dari total jumlah penumpang tahun lalu.
Jumlah rata-rata orang yang naik perahu juga meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 259 orang selama setahun terakhir. Wilayah yang dilanda pandemi Covid-19 menyambut kembalinya turis.
Perusahaan manajemen kota meluncurkan sebuah acara yang menyediakan akses masuk gratis ke semua aktivitas dan fasilitas terkait paus bagi pengunjung yang memiliki nama yang diawali dan diakhiri dengan huruf yang sama seperti karakter utama serial ini Woo Young-woo. Enam orang beruntung mendapatkan akses gratis dari acara tersebut.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dampak Lingkungan
Pulau Jeju adalah habitat paus terkenal lainnya di negara yang industri pariwisatanya diuntungkan dari drama tersebut. Meskipun kondisi cuaca buruk dalam beberapa pekan terakhir, "Semakin banyak wisatawan datang untuk melihat lumba-lumba setelah menonton serial itu," kata seorang pemilik bisnis perahu wisata lumba-lumba yang tidak mau disebutkan namanya.
Ia mengatakan bisnisnya kini mengoperasikan wisata lumba-lumba sekitar 10 kali sehari untuk memenuhi permintaan yang telah tumbuh 7 hingga 8 kali sejak drama itu ditayangkan. Namun, kelompok perlindungan hewan laut menyuarakan kekhawatiran bahwa kapal wisata lumba-lumba cenderung berlayar terlalu dekat dengan spesies laut yang terancam punah dan dapat mengancam ekosistem mereka.
"Tur di perairan pesisir Daejeong-eup, di kota Seogwipo Pulau Jeju menawarkan wahana untuk menyaksikan kawanan lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik, yang merupakan spesies terancam punah yang ditunjuk oleh kementerian kelautan," kata Jo Yak-gol, co-leader kelompok advokasi hewan Jeju, Hot Pink Dolphins, kepada The Korea Times, Rabu, 17 Agustus 2022.
Â
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Ganggu Ekosistem Laut
Hanya sekitar 120 lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik yang diketahui hidup di perairan pesisir Jeju dan spesies tersebut telah dilindungi di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak 2012. Kementerian merekomendasikan pada 2017 bahwa tidak lebih dari dua kapal berlayar pada waktu yang sama di sekitar kawanan lumba-lumba dan kapal-kapal tersebut harus berada setidaknya 50 meter jauhnya.
Namun, pedoman tersebut tidak efektif dalam melindungi hewan yang terancam punah karena tidak berkekuatan mengikat. Sementara itu, persaingan antar-bisnis ini semakin ketat untuk berlayar lebih dekat ke lumba-lumba untuk memenuhi harapan penumpang.
Banyak bisnis menjanjikan di media sosial dan iklan mereka untuk membawa penumpang sedekat mungkin dengan lumba-lumba. Jo mengungkapkan bahwa kelompoknya memantau aktivitas mamalia laut lebih dari 100 kali setiap tahun dan mendeteksi beberapa bisnis yang berulang kali melanggar pedoman kementerian. Kelompok tersebut melaporkan pelanggaran tersebut kepada kementerian dan pemerintah daerah dan mengutuk bisnis wisata karena mengambil keuntungan dari kekosongan hukum untuk menarik lebih banyak pengunjung.
Habitat Lumba-Lumba
Operator bisnis kapal wisata menyebut bahwa kapal tidak berniat mendekati lumba-lumba dan mengklaim bahwa hewan itu sendiri mendekati kapal, mungkin karena penasaran atau sebagai isyarat ramah kepada manusia. "Lumba-lumba adalah sumber daya pariwisata yang penting bagi kami juga dan kami melakukan yang terbaik untuk melindungi mereka," katanya.
Jo tidak setuju dan menjelaskan bahwa lumba-lumba cenderung mengirim anggota kelompok mereka yang kuat dan cerdas untuk mengalihkan perhatian sumber bahaya dan melindungi kawanan lainnya. Hewan-hewan itu tidak akan mendekati perahu jika mereka tidak menyerbu habitat aslinya, kata Jo.
Kelompok perlindungan hewan mengatakan mereka bahkan menemukan lumba-lumba dengan sirip yang rusak, kemungkinan dari baling-baling kapal. Pedoman kementerian hanya melindungi lumba-lumba Indo-Pasifik di perairan pesisir Jeju, tetapi ledakan wisata paus yang sedang berlangsung dan persaingan di antara bisnis untuk berlayar lebih dekat ke mamalia laut dapat membahayakan keberadaan mereka dan seluruh ekosistem, menurut kelompok itu.
"Ini belum waktunya untuk wisata lumba-lumba, setidaknya dengan spesies yang terancam punah. Ketika populasi mereka kembali stabil, mungkin sudah saatnya manusia mengunjungi mereka," kata Jo.
Advertisement