Protes Krisis Iklim, 2 Aktivis Lingkungan Lem Tangan ke Lukisan Picasso di Australia

Kelompok aktivis yang menyuarakan soal krisis iklim itu mengklaim tidak ada lukisan Picasso yang dirusak

oleh Dinny Mutiah diperbarui 11 Okt 2022, 07:31 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2022, 07:31 WIB
Protes Krisis Iklim, 2 Aktivis Lingkungan Lem Tangan ke Lukisan Picasso di Australia
Protes krisis iklim dengan mengelem tangan ke lukisan Picasso. (dok. Instagram @xrebellionaus/https://www.instagram.com/p/Cjgk4qBvKUy/?hl=en/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Sepasang aktivis lingkungan, Daisy dan Tony, dari kelompok Extinction Rebellion berulah. Mereka berusaha menarik perhatian banyak pihak dengan mengelem tangan mereka ke lukisan Picasso yang dipajang di Galeri Nasional Victoria di Melbourne pada Minggu, 9 Oktober 2022.

Kedua aktivis yang berkaus hitam dengan simbol grup mereka mengelem tangan mereka ke lukisan berjudul Pembantaian di Korea. "Sebuah refleksi yang jelas dari keyakinan pasifis Picasso, "Pembantaian di Korea" menunjukkan kengerian perang melalui penggambaran saat-saat terakhir sekelompok wanita dan anak-anak yang ditahan di bawah todongan senjata oleh tentara yang tidak manusiawi," demikian pernyataan Extinction Rebellion yang diunggah lewat akun Instagram mereka.

Mereka juga memajang spanduk yang bertuliskan 'Kekacauan Iklim = Perang dan Kelaparan', untuk menekankan bahwa ada hubungan antara kerusakan iklim, konflik bersenjata, dengan penderitaan manusia.

"Menurut David Attenborough (pejuang lingkungan asal Australia), 'Bila kita terus melanjutkan jalan yang ada saat ini, kita akan menghadapi runtuhnya segala sesuatu yang memberi kita keamanan kita'," sambung mereka lagi.

Aksi mereka berlangsung sekitar sejam. Mereka mengklaim tidak ada karya seni yang dirusak dalam protes tersebut. Mereka hanya menempelkan tangan ke kaca yang melapisi lukisan yang selesai dibuat pada 18 Januari 1951 tersebut. Tujuannya adalah menagih tanggung jawab dari semua pemerintah, korporasi, dan lembaga agar segera bertindak mengatasi krisis iklim dan ekologi.

"Pesan kami: Tak ada lagi gas, tak ada lagi minyak, tak ada lagi batubara, dan tak ada lagi pembalakan asli," kata Extinction Rebellion.

Ditangkap Polisi

Protes Krisis Iklim, 2 Aktivis Lingkungan Lem Tangan ke Lukisan Picasso di Australia
Protes krisis iklim dengan mengelem tangan ke lukisan Picasso. (dok. Instagram @xrebellionaus/https://www.instagram.com/p/Cjgk4qBvKUy/?hl=en/Dinny Mutiah)

Kepolisian Victoria kemudian menangkap keduanya setelah memperoleh informasi, begitu pula dengan rekan yang membantu mereka yaitu seorang pria berusia 49 tahun. Mereka yakin para aktivis memasuki galeri dari lantar bawah sebelum seorang lelaki dan perempuan mengelem tangan mereka ke lukisan tersebut sekitar pukul 12.40 siang, waktu setempat.

Keduanya diketahui adalah perempuan berusia 49 tahun dari New South Wales dan pria berusia 59 tahun dari pinggir Melbourne. Sekitar pukul 2 siang, aksi pun dihentikan.

Dikutip dari CNN, Senin, 10 Oktober 2022, perubahan iklim sedang berlangsung yang mengubah kehidupan di Bumi. Kecuali pemanasan global diperlambat secara dramatis, miliaran orang dan spesies lain akan mencapai titik di mana mereka tidak dapat lagi beradaptasi dengan normal baru, menurut laporan yang dirilis tahun ini oleh sebuah organisasi besar yang didukung PBB.

Berdasarkan penelitian bertahun-tahun dari ratusan ilmuwan, mereka menemukan bahwa dampak dari perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. Penulis memperingatkan bahwa dampak ini terjadi jauh lebih cepat dan lebih mengganggu dan meluas daripada yang diperkirakan para ilmuwan 20 tahun lalu. Mereka yang berkontribusi paling sedikit terhadap masalah adalah yang paling parah terkena dampak, para ahli menambahkan dalam laporan tersebut.

Kejadian di Italia

Ilustrasi pengertian, seni lukis
Ilustrasi pengertian, seni lukis. (Photo by Yannis Papanastasopoulos on Unsplash)

Aksi protes serupa juga pernah menimpa lukisan berjudul Primavera karya Sandro Botticelli yang dipajang di sebuah galeri seni di Florence, Italia, pada Juli 2022. Aktivis dari kelompok Ultima Generazione mengatakan protes itu sebagai yang pertama dalam 'musim aksi baru' yang menargetkan museum.

Langkah itu, dikutip dari The Guardian, terinspirasi dari aksi para aktivis Just Stop Oil di Inggris. Mereka juga menggelar kampanye protes serupa di galeri seni.

Dua pengunjuk rasa menempelkan telapak tangan mereka ke pameran di Galeri Uffizi sebelumnya. Dengan bantuan orang ketiga, mereka membentangkan spanduk bertuliskan, 'Ultima Generazione No Gas No Carbone (Generasi Terakhir, Tanpa Gas, Tanpa Batubara)'.

Seorang pria dan dua wanita yang membayar tiket untuk masuk ke galeri akhirnya dibawa pergi oleh polisi, menurut kantor berita Italia Ansa. Tidak ada kerusakan yang terjadi pada lukisan itu, kata Ansa mengutip museum itu.

Primavera Botticelli yang berusia 540 tahun (artinya Musim Semi) adalah salah satu lukisan paling terkenal di dunia. Situs web Galeri Uffizi menggambarkan lukisan itu sebagai "perayaan cinta, perdamaian, dan kemakmuran".

"Apakah mungkin melihat mata air seindah ini hari ini?" Ultima Generazione mengatakan dalam sebuah pernyataan.

"Kebakaran, krisis pangan, dan kekeringan membuatnya semakin sulit. Kami memutuskan untuk menggunakan seni untuk membunyikan panggilan alarm, kita menuju keruntuhan sosial dan eko-iklim."

Lukisan Mona Lisa

Heboh Lukisan Mona Lisa Dirusak dengan Krim Kue oleh Aktivitis Lingkungan Hidup, Ada Apa?
Lukisan Mona Lisa dirusak oleh aktivis lingkungan hidup menggunakan krim kue (Twitter.com/@lukeXC2002)

Di tempat berbeda, lukisan Mona Lisa jadi sasaran vandalisme pada Minggu, 29 Mei 2022. Seorang pengunjung melempari lukisan yang dipajang di Museum Louvre, Paris, itu dengan sepotong kue hingga mengotori kaca pelindung.

Aksi pria yang mengenakan wig itu terekam dalam video yang kemudian beredar viral di media sosial. Sebelumnya, lelaki yang tak diketaui namanya itu mendekati lukisan dengan kursi roda sebelum melemparkan kue ke karya seni dari era Renaissance tersebut. Dalam video lain, pria itu berdiri di kakinya sendiri setelah puas melemparkan kue, sedangkan kursi rodanya berada di dekatnya. 

"Seorang pengunjung yang terlihat cacat dengan menggunakan kursi roda untuk mendekati karya seni yang dipasang di etalase dengan aman. Louvre menerapkan prosedur biasa untuk orang-orang dengan mobilitas terbatas, memungkinkan mereka untuk mengagumi karya seni utama ini," demikian pernyataan resmi Museum Louvre, dikutip dari laman CNN.

"Ketika berdiri dekat lukisan itu, individu tersebut melemparkan pastry yang disembunyikannya di barang-barang pribadinya ke selubung kaca Mona Lisa. Aksi ini tidak berefek pada lukisan, tidak ada kerusakan sedikit pun," sambung pernyataan tersebut.

Juru bicara museum menjelaskan kembali bahwa pengunjung berkursi roda diperkenankan untuk maju ke depan, melewati pengunjung lainnya. Hal itu agar mereka bisa melihat karya seni ternama dari museum itu dengan lebih baik.

Si pelaku yang diketahui berusia 36 tahun itu ditahan. Ia juga dibawa ke rumah sakit jiwa di markas polisi, menurut kantor kejaksaan Paris. Investigasi telah dimulai oleh jaksa atas tuduhan "upaya merusak properti budaya." Museum Louvre juga sudah mengajukan keluhan.

Infografis Seniman Indonesia Mendunia Cerita Akhir Pekan
Seniman Indonesia yang tampil di panggung global, masih eksis hingga sekarang. (Dok: Liputan6.com Tim Grafis) 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya