Liputan6.com, Brasilia - Negara-negara yang berupaya meningkatkan keamanan nasional melalui peningkatan persenjataan atau anggaran pertahanan juga harus memperkuat upaya iklim mereka. Jika tidak, mereka berisiko menghadapi lebih banyak perang di masa depan. Peringatan ini disampaikan oleh salah satu pemimpin KTT Iklim PBB (COP) yang akan datang.
Direktur eksekutif Brasil untuk KTT COP30 Ana Toni menyatakan bahwa beberapa negara mungkin bisa mempertimbangkan untuk memasukkan pendanaan iklim ke dalam anggaran pertahanan mereka.
Advertisement
Baca Juga
"Perubahan iklim adalah faktor yang mempercepat ketidaksetaraan dan kemiskinan, serta kita tahu bahwa konsekuensi dari ketidaksetaraan dan kemiskinan dapat berubah menjadi perang di masa depan," ujarnya seperti dikutip dari The Guardian. "Perjuangan melawan perubahan iklim perlu dilihat sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari masalah keamanan besar umat manusia."
Advertisement
Toni adalah salah satu pejabat tinggi Brasil yang mengoordinasikan KTT Iklim COP30, yang dijadwalkan berlangsung tahun ini di Belem, sebuah kota hutan hujan di muara Amazon. Semua negara diharapkan untuk menyerahkan rencana nasional yang ketat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, namun persiapan telah terhalang oleh situasi geopolitik yang kompleks.
Banyak negara maju, termasuk negara-negara anggota Uni Eropa dan Inggris, berusaha keras mengalokasikan lebih banyak dana untuk pertahanan sebagai reaksi terhadap ancaman Donald Trump untuk menarik dukungan Amerika Serikat (AS) kepada Ukraina, dan peringatannya tentang arah kebijakan luar negeri AS. Trump sendiri telah menarik AS dari Perjanjian iklim Paris.
Negara-negara tidak boleh membuat pilihan antara pertahanan dan iklim, kata Toni, namun harus memahami bahwa mengurangi upaya untuk memerangi krisis iklim akan berdampak pada keamanan masa depan mereka.
"Perang datang dan pergi. Sayangnya, perubahan iklim akan ada untuk waktu yang lama. Kita perlu sangat serius dalam menangani perubahan iklim, jika tidak kita akan memiliki lebih banyak perang di masa depan. Jadi, keseimbangan antara kebutuhan pertahanan jangka pendek saat ini dengan kebutuhan jangka panjang untuk mencegah pertarungan yang lebih besar terhadap perubahan iklim benar-benar diperlukan."
"Apakah kita harus memasukkan iklim ke dalam anggaran pertahanan atau tidak, setiap negara akan memutuskan," tambahnya. "Iklim adalah pertarungan yang lebih besar, bukan milik satu negara, tetapi milik seluruh umat manusia."
Peta Jalan untuk Penuhi Janji
Bersama pemerintah Azerbaijan, yang menjadi tuan rumah COP29, Brasil sedang menyusun peta jalan untuk menunjukkan bagaimana negara-negara maju dapat memenuhi janji yang dibuat tahun lalu, yaitu menyediakan USD 300 miliar per tahun untuk pendanaan iklim bagi negara-negara miskin pada tahun 2035.
Menteri Energi dan Nol Bersih Inggris Ed Miliband menyelesaikan kunjungan tiga hari ke China pada Senin (17/3). Toni memprediksi bahwa langkah AS menjauhi aksi iklim di bawah kepemimpinan Trump tidak akan melemahkan upaya China untuk mengurangi emisi karbon.
"Tidak ada kekosongan dalam kepemimpinan, dan perusahaan-perusahaan China benar-benar maju dalam proses dekarbonisasi karena mereka menyadari hal ini sangat baik untuk ekonomi mereka sendiri," ujarnya.
Semua negara, tegas Toni, telah sepakat untuk beralih dari bahan bakar fosil. Oleh karena itu, dia berharap China akan memasukkan komitmennya dalam rencana nasional yang dikenal sebagai Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) di bawah Perjanjian Iklim Paris 2015.
Lebih lanjut, dia menambahkan bahwa negara-negara berkembang dapat memanfaatkan NDC mereka sebagai rencana investasi untuk menarik dana dari sektor swasta dan publik di luar negeri.
"Kami berharap NDC dapat menjadi bagian integral dari rencana pembangunan sosial dan ekonomi. Saat ini, pembangunan tidak dapat lagi dipisahkan dari perspektif iklim," imbuhnya.
Advertisement
