Bahasa Indonesia Bakal Diajarkan di Universitas Harvard Mulai Tahun 2023

Bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa yang bakal diajarkan di Universitas Harvard tahun ini. Bahasa Indonesia bergabung dengan dua bahasa lainnya yang bakal diajarkan di universitas top dunia itu, yakni Tagalog atau bahasa Filipina dan bahasa Thailand.

oleh Putu Elmira diperbarui 30 Mar 2023, 20:17 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2023, 20:17 WIB
Harvard University - Universitas Harvard
Pemandangan umum kampus Universitas Harvard terlihat pada 22 April 2020 di Cambridge, Massachusetts. (MADDIE MEYER / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / GETTY IMAGES VIA AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa yang bakal diajarkan di Universitas Harvard tahun ini. Bahasa Indonesia bergabung dengan dua bahasa lainnya yang bakal diajarkan di universitas top dunia itu, yakni Tagalog atau bahasa Filipina dan bahasa Thailand.

Kabar tersebut diumumkan melalui surat kabar mahasiswa Universitas Harvard, The Harvard Crimson pada Jumat, 24 Maret 2023. Departemen Studi Asia Selatan akan mempekerjakan tiga pembimbing untuk mengajar bahasa Tagalog, bahasa Indonesia, dan Thailand, untuk penawaran kursus mulai tahun akademik 2023-24.

Dikutip dari The Harvard Crimson, Kamis (30/3/2023), Pusat Asia Universitas Harvard mendapatkan dukungan keuangan untuk posisi tersebut melalui upaya penggalangan dana, menurut Direktur Eksekutif Elizabeth K. Liao. Posisi itu akan menjadi penunjukan jangka waktu tiga tahun untuk setiap pembimbing dan dapat diperpanjang hingga lima tahun tambahan.

James Robson, seorang profesor Bahasa dan Peradaban Asia Timur dan direktur Pusat Asia, mengungkapkan bahwa pemerintah dapat memperoleh 1 juta dolar AS atau setara Rp15 miliar dari anggaran Pusat Asia untuk mendanai posisi pembimbing Tagalog. Namun, dia menyebut mendanai posisi tersebut setelah tiga tahun "mungkin tidak sepenuhnya berkelanjutan".

"Kami sangat bersemangat dan berharap bahwa posisi ini akan menjadi pengubah permainan dalam hal misi jangka panjang Pusat Asia untuk membangun studi Asia Tenggara di Harvard, serta keterlibatan universitas dengan kawasan ini," tulis Liao dalam sebuah surel.

Galang Dukungan Studi Asia Tenggara

20151116-Diancam Bom, Universitas Harvard Dikosongkan -Amerika Serikat
Universitas Harvard (Scott Eisen/Getty Images/AFP)

Robson mengatakan Asia Center telah menghabiskan lebih dari dua tahun bekerja untuk meningkatkan pendidikan tentang Asia Tenggara di Harvard. "Apa yang saya harapkan adalah jika kita dapat menunjukkan bahwa ada permintaan untuk bahasa-bahasa ini dan para siswa muncul dan bersemangat tentangnya," katanya.

Ia menambahkan, "Semoga kita juga dapat menggunakan ini untuk meyakinkan pemerintah untuk lebih mendukung studi Asia Tenggara pada umumnya dan pengajaran bahasa pada khususnya."

Jorge Espada, associate director untuk Program Asia Tenggara di Asia Center, mengatakan timnya melihat kurangnya penawaran studi Asia Tenggara dan kursus bahasa ketika mereka mensurvei terhadap semua sumber daya semacam itu di Harvard. "Sebagian besar bahasa Asia Tenggara diajarkan sebagai bagian dari format tutorial di Departemen Studi Asia Selatan," ujarnya.

"Kami ingin melihat apakah bahasa-bahasa ini dapat diajarkan oleh posisi tingkat pembimbing untuk memprofesionalkan pengajaran, membuatnya lebih konsisten, dan membangkitkan antusiasme untuk itu di Harvard," lanjutnya.

Prestasi 2 Mahasiswa Indonesia

Ilustrasi Penghargaan, Kejuaraan, Piala
Ilustrasi juara. Kredit: Arek Socha (qimono) via Pixabay

Sementara, dua mahasiswa Indonesia, yakni Adella Suwandhi dari Unika Atma Jaya dan Rifki Saputra dari Universitas Jember meraih penghargaan Diplomacy Award Legal Committee di ajang Harvard World Model United Nation (MUN) 2023. Gelaran ini dilaksanakan di Paris, Prancis pada 12--16 Maret 2023.

Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Harvard World MUN adalah salah satu ajang simulasi sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) paling prestisius yang diikuti lebih dari 2.000 peserta dari 110 negara setiap tahunnya. Acara ini juga dikenal sebagai olimpiade terbesar untuk kegiatan MUN serupa di level internasional.

Dalam program Djarum Beasiswa Plus, para Beswan Djarum, sebutan bagi penerima Djarum Beasiswa Plus), yang memilih kegiatan International Exposure berkesempatan mengikuti MUN. Di Harvard World MUN 2023 ini, Djarum Foundation mengirimkan delegasi yang terdiri dari sembilan mahasiswa.

Selain Adella dan Rifki, tujuh anggota delegasi lainnya adalah Ahmad Yusril Yusro (Universitas Lampung), Bunga Almia Gane Sari Santina Putri (Universitas Negeri Malang), Farel Muhamad Alfarisi (Institut Teknologi Sepuluh Nopember), Ridha Albary (Institut Teknologi Bandung), Ryan Kam Vikri (Universitas Diponegoro), Shannice Fidelia Akwilla (Unika Atma Jaya), dan Yudika Putra Perdana Pangaribuan (Universitas Brawijaya).

Adella dan Rifki yang dipasangkan sebagai double delegation untuk legal committee berhasil mengungguli 186 peserta dari berbagai negara, yang berkompetisi di komite sama saat mendiskusikan isu Non-Self-Governing Territories atau teritori yang tidak memiliki pemerintahannya sendiri.

Melalui Proses Panjang

Ilustrasi kerja keras, belajar
Ilustrasi kerja keras, belajar. (Photo by bruce mars on Unsplash)

Adella menyampaikan tak menyangka bisa meraih penghargaan ini. MUN adalah ajang internasional pertamanya.

"Tentunya pencapaian ini merupakan buah dari kerja keras setelah selama dua bulan, kami digembleng dengan pelatihan dan simulasi intensif. Kami jadi semakin terarah memahami berbagai isu politik, hukum dan ekonomi global, serta mampu meningkatkan soft skill berbicara di depan publik, serta membuat tulisan ilmiah untuk persiapan ke ajang ini," tambah Adella.

Keikutsertaan Adella dan Rifki dalam Harvard World MUN 2023 merupakan hasil dari proses panjang mereka sebagai Beswan Djarum angkatan 37. Tidak cukup beradu ilmu dan kemampuan menyampaikan argumentasi dalam bahasa Inggris, keduanya pun bersaing secara mental terkait kemampuan sosialisasi dan negosiasi dengan para delegasi asing yang mereka rasa lebih unggul.

Dalam ajang tersebut, Adella dan Rifki bertindak sebagai delegasi Pemerintah Turki dalam membahas sejauh mana negara yang berkuasa atas teritori tersebut dapat memegang kekuasaan. Sebagai delegasi negara Turki, keduanya dituntut dapat memberikan solusi atas pemaknaan ulang atau redefinition serta referendum netral, yang dapat dilaksanakan dengan pengawasan PBB dan beberapa badan di bawahnya dalam menghadapi isu tersebut. Teknik menulis dokumen, negosiasi, melobi, riset, dan kemampuan mengemukakan pendapat mereka pun diuji.

"Sekalipun sebelumnya sudah mengikuti beberapa simulasi sidang PBB, pencapaian ini tetap menjadi bonus yang berlipat ganda bagi saya. Selain mendapat pengalaman seumur hidup dan kesempatan untuk menjalin relasi, saya jadi tahu bahwa kemampuan mahasiswa Indonesia sebetulnya tidak kalah dengan peserta dari negara lain, khususnya di bidang riset," kata Rifki.

Ia menambahkan, "Para WorldMUN Chairs dari Universitas Harvard yang mengobservasi juga menilai secara positif keaktifan berjejaring, kemampuan mendengarkan dan mengakomodasi masukan dari kami."

Infografis Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Internasional
Infografis Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Internasional
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya