Liputan6.com, Jakarta - Komunitas Tari FISIP UI (KTF UI) Radha Sarisha akan menjadi perwakilan Indonesia untuk mementaskan tari tradisional di International Folklore Festivals "Du Sud" Tour yang akan diadakan di Prancis dan Spanyol selama tiga minggu pada bulan Juli hingga Agustus 2023.
Sebelum keberangkatannya ke Eropa, Komunitas Tari FISIP UI mementaskan Gelar Pamit bertajuk “Larung” kepada publik pada Selasa, 30 Mei 2023, di Gedung Kesenian Jakarta. Pentas tersebut berlangsung selama dua jam dan menampilkan enam tarian kreasi dari berbagai daerah di Indonesia karya koreografer Jamilah Siregar, diringi oleh pertunjukan musik secara langsung karya komposer musik tradisional, Imam Firmansyah.
Ketua pelaksana Gelar Pamit KTF UI, Olivyolanda Liana Sianturi atau akrab disapa Oliv mengatakan kepada Liputan6.com, "Dinamakan Gelar Pamit karena mereka mau pamitan ke Eropa untuk melakukan Misi Budaya."
Advertisement
Misi Budaya adalah salah satu program tahunan KTF UI Radha Sarisha untuk membawakan musik dan tari tradisional Indonesia di panggung internasional. Sebelumnya, KTF UI pernah mengikuti Festival Mondial de Folklore di Belgia pada 2019 hingga International Folklore Festival di Bulgaria dan Turki pada 2018.
"Cuma semenjak pandemi, (Misi Budaya) sempat berhenti tiga tahun tapi kita tetap bikin secara online. Sekarang ini adalah Misi Budaya pertama setelah pandemi selesai. Sebelumnya sudah pernah beberapa kali hampir ke Korea tapi batal karena ada corona," ungkap Oliv yang merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UI 2020.
Tampilkan Enam Tarian Tradisional
Komunitas Tari FISIP UI (KTF UI) Radha Sarisha adalah komunitas profesional berbasis mahasiswa dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. KTF UI Radha Sarisha bertujuan untuk mengembangkan minat dan bakat mahasiswa FISIP UI di bidang seni tari, baik tari tradisional maupun modern, serta seni musik.
Didirikan pada 2008, KTF UI Radha Sarisha memiliki banyak pencapaian mulai dari produksi pertunjukan, kompetisi, dan misi budaya. Tahun ini KTF UI Radha Sarisha akan mengirimkan 34 anggota kontingen untuk Misi Budaya ke Prancis dan Spanyol.
"Kontingen penari terbagi ke empat tim, namanya Indo, Nesia, Bangsa, Raya. Satu tim berisi laki-laki semua, tiga lainnya perempuan, dan ada satu tim pemusik," jelas Oliv.
Dalam Gelar Pamit yang dihadiri lebih dari 300 penonton ini, tarian Nusantara yang ditampilkan sangat variatif. Oliv mengungkapkan, "Kita mau menampilkan dari Sabang sampai Merauke. Dari Sumatra Barat ada Tari Coga sampai dari Papua ada Tari Mambri."
Selain itu, KTF UI menampilkan Tari Rampak Gendang khas Jawa Barat, Tari Kembheng Malate dari Madura, Tari Taruni dari Jawa Timur, dan Tari Pia Baine dari Tana Toraja.
Advertisement
Kisah Seorang Gadis Mencari Ibunya
Gelar Pamit 2023 KTF UI membawakan pagelaran berjudul "Larung” dalam bentuk sendratari atau seni, drama dan tari. Melalui tema besar "Taste of Indonesia", Gelar Pamit 2023 bertujuan memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia melalui semua pancaindra.
Pentas Larung bercerita soal tokoh perempuan bernama Pramadana yang sedang mencari ibunya. Pada akhirnya, "Ibu" yang dicari oleh Pramadana tidak terikat pada satu konsep tertentu.
"Konsepnya berangkat dari Indonesia sebetulnya nggak punya satu definisi atau identitas khusus, sehingga di dalam Larung ini, ada satu tokoh di mana dia mencari Ibu. Ibu itu didefinisikan sebagai ibu Pertiwi gitu," jelas Oliv.
Ia menambahkan, "Sebenarnya kita kembali lagi kepada audiens mengartikan cerita ini bagaimana. Tapi alur ceritanya antiklimaks. Pada akhirnya, dia (Pramadana) menyadari bahwa dirinyalah Indonesia."
Pentas tari ditambah cerita sandiwara ini adalah inovasi terbaru dari KTF UI yang dihadirkan di Gelar Pamit 2023. Pada Gelar Pamit sebelumnya, pentas hanya berbentuk kumpulan repertoire saja tanpa ada jalan cerita.
Latihan Selama Satu Tahun
Untuk mempersiapkan diri menjadi delegasi Indonesia satu-satunya di Festival Du Sud, KTF UI menghabiskan hampir satu tahun penuh dengan latihan. "Mereka intens banget (latihan) apalagi sekarang semakin dekat dengan kepergian. Mereka awalnya latihan 3 kali seminggu, semakin ke sini jadi empat kali seminggu, terus sekarang jadi setiap hari," ungkap Oliv.
Proses latihan memakan waktu yang lama karena detail tariannya sangat diperhatikan, dari mulai gerak tangan setiap orang, energinya, hingga ekspresinya. Bahkan, di tengah latihan menari di Kampus UI, para kontingen juga harus mengurus hal-hal administratif untuk mempersiapkan keberangkatannya ke Eropa.
"Semuanya benar-benar juggling karena panitianya juga semua dari mereka. Mereka yang mengatur soal kepergian tiket pesawat, dapat dananya, untuk perizinan. Jadi, mereka juggling antara menari yang bebannya sudah sangat berat, kuliah, dan mikirin bagaimana biar bisa ke Eropa," tutur Oliv.
KTF UI didukung oleh ikatan alumni yang kuat, dari mulai memberi arahan menari hingga menghubungkan KTF UI dengan sponsor. KTF UI berharap dapat menorehkan kekayaan budaya Indonesia di mata dunia. "Kami fokusnya ingin memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia, terutama berkontribusi untuk budaya Indonesia," tutup Oliv.
Advertisement