Dukung Ibu Bekerja untuk Tetap Berikan ASI Eksklusif Tanpa Kehilangan Karier

Tantangan ibu bekerja agar bisa memberikan ASI untuk bayinya memerlukan support system dari lingkungan, baik suami maupun keluarganya.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 10 Agu 2023, 15:00 WIB
Diterbitkan 10 Agu 2023, 15:00 WIB
Ilustrasi Ibu Menyusui
Ilustrasi ibu menyusui. (dok. Unsplash.com/sickhews)

Liputan6.com, Jakarta - Ibu bekerja memerlukan support system atau dukungan dari lingkungannya, terutama suami agar bisa sukses memberikan ASI untuk bayinya. Meski survei terbaru Health Collaborative Center (HCC) mengungkap bahwa 57 persen orang Indonesia sangat yakin ibu menyusui di Indonesia bisa tetap sukses menyusui dan bekerja. 

Ketua dan Peneliti Utama HCC Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK mengungkapkan saat dilakukan identifikasi kajian literatur lanjutan, temuan ini sangat erat hubungannya dengan job security dan kondisi ekonomi keluarga. "Artinya bahwa peran perempuan terutama istri untuk menopang ekonomi keluarga di mata laki-laki itu sangat penting," paparnya dalam Media Briefing HCC yang digelar daring, Sabtu, 5 Agustus 2023.

Ini menjadi alasan bahwa proses ibu menyusui tidak boleh dianggap sebagai barrier atau penghambat ibu untuk tetap sukses bekerja dan mencari nafkah. Dari aspek ini sangat terlihat bahwa dukungan menyusui di tempat kerja menjadi sangat penting, tegas Ray yang juga merupakan staf pengajar di Program Magister Kedokteran Kerja FKUI ini.

Temuan lain adalah terkait status pekerjaan. Sebanyak 59 persen responden yang berstatus pekerja dan beragam jenis pekerjaan, baik karyawan kantoran maupun buruh pabrik, menegaskan bahwa bekerja sambil menyusui adalah suatu hal yang sangat mungkin tetap bisa dilakukan bersamaan.  

Hal ini berarti terlepas dari kondisi dukungan dan perlindungan hukum saat ini, para pekerja merasa tetap bisa menyusui sambil bekerja. Bahkan ketika dilakukan analisis interkuartil untuk melihat aspek apa saja yang dianggap membentuk opini ini.

Perspektif Peran Ganda Ibu Bekerja

5 Langkah Aman Insiasi Menyusui Dini bagi Ibu yang Terkonfirmasi Covid-19
Inisasi Menyusui Dini (IMD) untuk bayi baru lahir tetap bisa dilakukan dengan sejumlah catatan. Simak panduannya dari IDAI. (FOTO: Unsplash.com/Kevin Liang).

Lebih lanjut ditemukan dua indikator, pertama adalah persepsi kebijakan waktu kerja berupa kebebasan waktu menyusui atau memompa ASI selama kerja bagi ibu menyusui. Lalu kedua, persepsi pemerintah sudah cukup mengakomodir ibu menyusui yang bekerja untuk tetap bekerja dan sukses menyusui, menjadi dua persepsi dominan para pekerja.

"Bahkan ketika dikaji persepsi antara cuti 6 bulan dan cuti 3 bulan, meskipun mayoritas responden mendukung penuh bila ada kebijakan cuti melahirkan 6 bulan dengan gaji penuh, namun terjadi polarisasi persepsi pada kebijakan cuti 3 bulan," tambah Ray.

Artinya, dengan kondisi cuti tiga  bulan pun sebenarnya pekerja perempuan dianggap bisa tetap menjalankan peran ganda sebagai ibu menyusui dan pekerja. "Selama tentu saja faktor supportive seperti dukungan fasilitas, waktu kerja fleksibel dan kebebasan memompa ASI di tempat kerja tetap dilindungi," sambung Dr Ray. 

Hal ini diperkuat dengan temuan kunci lain yaitu secara statistik ada hubungan yang signifikan antara kebijakan pemerintah yang sudah mengakomodir dukungan ibu menyusui yang bekerja dengan kesuksesan mereka menyusui. Begitupun dengan aspek pengetahuan dan pendidikan.

Tingkat Pendidikan Memengaruhi Perspektif

[Fimela] Ibu Menyusui
Ilustrasi Ibu Menyusui | unsplash.com/@davidoclubb

Perspektif orang berpendidikan lebih tinggi dan skor pengetahuan yang baik tentang ASI Eksklusif ternyata 1,5 kali lebih mendukung ibu menyusui untuk dapat tetap bekerja dan menyusui atau memompa ASi sambil bekerja. Melalui penelitian ini, HCC merekomendasikan perlunya pemerintah, akademisi dan seluruh pemangku kebijakan untuk memastikan bahwa sebenarnya masyarakat sudah sangat paham dengan manfaat menyusui.

Masyarakat pun memahami seorang ibu pekerja yang harus menyusui tetap harus didukung untuk sukses menyusui dan tetap aman dan produktif bekerja. Hal ini bisa dimantapkan dengan memastikan kebijakan promosi laktasi ditempat kerja merata dan berkualitas.

Ada pula kebijakan yang perlu disadari perusahaan tempat ibu bekerja agar semakin memantapkan upaya agar tempat kerja di Indonesia menjadi tempat kerja yang ramah laktasi atau ramah ibu menyusui. "Edukasi juga perlu terus digalakkan dan menyasar seluruh usia produktif, tidak hanya ibu pekerja saja," tambah Ray.

Ibu Bekerja Jangan Sampai Kehilangan Pekerjaan

Menyusui
Ibu menyusui/copyright: www.freepik.com

Satu aspek lain yang menjadi rekomendasi HCC adalah cuti 6 bulan tetap menjadi keinginan paling ideal dari orang Indonesia namun persepsi dominan bahwa cuti 3 bulan pun sebenarnya sudah memadai selama dukungan promosi fasilitas dan kebijakan ditempat kerja tetap dimaksimalkan.

Diketahui, bersamaan dengan perayaan Pekan ASI Sedunia 2023 bertema "Mengaktifkan Menyusui: Membuat perbedaan bagi orang tua yang bekerja", Health Collaborative Center (HCC) mengeluarkan temuan dan rekomendasi terkait penelitian tentang persepsi masyarakat Indonesia terhadap ibu menyusui yang juga berperan ganda sebagai pekerja.

HCC meneliti cross-sectional pada 1650 responden dari 34 provinsi. Hasilnya menunjukkan temuan yang sangat bermakna yaitu ternyata mayoritas responden laki-laki menunjukkan tendensi bahwa ketika dihadapkan dengan situasi istri, keluarga atau kerabat mereka yang harus menyusui sambil bekerja.

Sebanyak 7 dari 10 atau sekitar 67 persen laki-laki responden penelitian ini 3 kali lebih mendukung ibu untuk memrioritaskan jangan kehilangan pekerjaan dulu, dan proses menyusui bisa menyesuaikan sambil bekerja, ungkap Ray yang sering memberi edukasi kesehatan lewat akun Instagram.

Infografis Jangan Ragu, Vaksin Covid-19 Aman untuk Ibu Menyusui. (Liputan6.com/Niman)
Infografis Jangan Ragu, Vaksin Covid-19 Aman untuk Ibu Menyusui. (Liputan6.com/Niman)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya