Liputan6.com, Jakarta - Hotel Sultan dikosongkan, Rabu, 4 Oktober 2023. Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) telah memasang sejumlah spanduk di sekitar area Hotel Sultan untuk mendeklarasikan pengosongan hotel bintang lima milik PT Indobuildco itu setelah habis hak pemakaian lahannya.
Kendati demikian, pihaknya tetap beroperasi melayani tamu, lantaran banyak di antaranya yang terlanjur memesan kamar. "Operasional hotel masih tetap jalan. Saya bilang jalan saja terus. Agenda orang di sini sudah pesan dari enam bulan lalu," ujar Kuasa hukum PT Indobuildco, Hamdan Zoelva, lapor kanal Bisnis Liputan6.com, Rabu, 4 Oktober 2023.
Kejadian ini menambah daftar kontroversi selama hotel itu eksis. Hotel yang dulunya dikenal dengan nama Hotel Hilton Jakarta ini merupakan rancangan tim arsitektur EdKillingsworth yang pembangunannya berlangsung secara bertahap, dimulai pada 1971 hingga selesai pada 1993 dengan rampungnya tower Lagoon.
Advertisement
Mengutip situs webnya, sebelum 2006, hotel itu merupakan bagian dari jaringan Hilton International, bisnis keluarga Paris Hilton yang juga melibatkan sang ayah, Richard Hilton. Selain keluarga Hilton, Hotel Hilton di Jakarta juga dimiliki Pontjo Sutowo dan keluarganya. Pontjo merupakan paman Indraguna Sutowo, suami Dian Sastrowardoyo.
Pada 1996, Singgasana Group mulai mengelola hotel tersebut sebagai joint venture Indobuildco-Hilton International. Itu merupakan manajemen hotel dan resor lokal yang juga menghadirkan Ayodya Resort Bali, Singgasana Hotel Surabaya, HOUSE Sangkuriang Bandung, dan Singgasana Hotel Makassar, lapor Antara.
Selepas kontrak dengan jaringan Hilton International, di samping berganti nama jadi Hotel Sultan Jakarta, pengelola juga menyulapnya jadi hotel mewah bernuansa budaya Jawa. Kamar tamu dan suites-nya hadir dalam jumlah fantastis, mencapai lebih dari 700 unit.
Sudah Jadi Polemik Sejak Awal
Sedari awal, penguasaan lahan dan pendirian bangunan Hotel Hilton, sekarang Hotel Sultan, memang sudah jadi polemik. Pasalnya, lokasi hotel, yakni kompleks GBK, tercatat berstatus lahan milik negara, tapi selama puluhan tahun dikuasai keluarga Sutowo.
Kasus penyalahgunaan perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton juga sempat muncul pada 2002. Perpanjangan hak guna itu diduga menyalahi prosedur karena dilakukan tanpa izin dari pengelola GBK. Melansir merdeka.com, saat diperiksa tahun 2005, mantan Gubernur Jakarta, Ali Sadikin, mengaku tertipu PT Indobuildco yang dikiranya merupakan anak perusahaan Pertamina.
Saat itu, Ibnu Sutowo sebagai Direktur Pertamina diminta membangun hotel Pertamina di Senayan dengan hak guna bangunan 30 tahun. Namun, hotel ternyata dimiliki perusahaan pribadi Ibnu. Saat HGB-nya berakhir pada 2002, sengketa berlarut pun dimulai.
Hingga akhirnya mantan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi menyatakan bahwa status tanah Hotel Sultan sudah kembali ke pangkuan pemerintah setelah melalui proses pengadilan selama puluhan tahun. Tanah di kompleks GBK ini berhasil direbut kembali melalui keputusan Mahkamah Agung.
"Asetnya negara, sekarang baru kita menangkan 2012, setelah berpuluh-puluh tahun kita kalah terus. Ini aset negara kok bisa jatuh ke tangan swasta," ungkap Sudi.
Advertisement
Punya Kewajiban Membayar pada Negara
Dengan kemenangan melalui proses hukum Peninjauan Kembali (PK), pihak pengelola hotel memiliki kewajiban membayar pada negara. "Kita menang dan kita pelajari apa yang menyebabkan beralih ke swasta. Kita PK dan menang. Mereka bayar royalti dan setor ke negara," tandas Sudi saat itu.
Hotel ini pun sempat jadi tuan rumah debat calon presiden (capres) edisi kedua, yang saat itu menampilkan Jokowi dan Prabowo Subianto, pada 17 Februari 2019. Sementara, dua calon wakil presiden saat itu, KH Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno, duduk di bangku penonton.
Terkini, setelah tiga kali menang gugatan dari PT Indobuildco, pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) resmi memutuskan akan mengelola sendiri Blok 15 Kawasan Gelora Bung Karno (GBK) yang jadi lokasi Hotel Sultan.
Selama proses pengosongan pada Rabu, lapor kanal Bisnis Liputan6.com, tampak sekelompok anggota organisasi kemasyarakatan (ormas) berbalut jaket Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI) mengawal aksi persuasif terhadap Pontjo Sutowo.Â
Kelompok Masyarakat Pecinta Pontjo Sutowo?
Hamdan Zoelva mengaku tidak tahu banyak soal keterlibatan FKPPI. Namun, ia berasumsi ormas tersebut merupakan kelompok masyarakat pecinta Pontjo Sutowo. Selain ormas, sejumlah aparat penegak hukum, seperti TNI dan polisi, juga terlibat dalam aksi deklarasi pengosongan Hotel Sultan.
Kelompok ini dikerahkan untuk membantu PPKGBK dan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Sekretariat Negara. Namun, kuasa hukum lainnya PT Indobuildco, Amir Syamsudin mempertanyakan sikap tersebut. Menurut dia, kehadiran TNI/Polri seakan melambangkan sikap represif pemerintah.Â
"Apalah artinya itu dibandingkan dengan sudah melibatkan polisi, sudah ada militer. Ini lebih-lebih lagi menimbulkan pertanyaan," kata Amir. Mantan Menteri Hukum dan HAM ini lantas berharap DPR bisa turut mengangkat masalah yang terjadi di Hotel Sultan.
Pasalnya, dalam upaya hukum tersebut, ia menganggap ada campur tangan dari unsur-unsur kekuasaan. "Saya kira kita tidak ingin ini jadi preseden ke depan, karena itu akan memberi jejak buruk daripada penegakan hukum kita," sebut Amir.
Advertisement