Sosok Perempuan Misterius yang Bepergian Bareng CEO Telegram Pavel Durov Sebelum Ditangkap di Bandara Prancis

CEO Telegram Pavel Durov diduga bepergian bersama seorang perempuan berambut pirang sebelum ditangkap di bandara Prancis. Rumor ini memicu beragam spekulasi tentang kehidupan pribadinya.

oleh Asnida Riani diperbarui 27 Agu 2024, 10:00 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2024, 10:00 WIB
Juli Vavilova
Juli Vavilova, perempuan diduga bepergian dengan CEO Telegram Pavel Durov sebelum ditangkap di Bandara Paris, 24 Agustus 2024. (dok. Instagram @julivavilova/https://www.instagram.com/p/CuuMPXqytzZ/)

Liputan6.com, Jakarta - Rumor CEO Telegram Pavel Durov bepergian bersama seorang perempuan berambut pirang telah memicu beragam spekulasi. Sosok perempuan yang belum teridentifikasi ini diduga mendampingi Durov di beberapa kesempatan, menimbulkan berbagai teori tentang siapa dia dan apa perannya dalam kehidupan CEO Telegram.

Perempuan tersebut dilaporkan tidak dapat ditemukan keluarganya setelah miliarder teknologi itu ditangkap di Prancis, akhir pekan kemarin, lapor NY Post, Selasa (27/8/2024). Nama yang muncul di antara banyak teori adalah Juli Vavilova, seorang streamer gim video berusia 24 tahun.

Ia jadi pusat spekulasi daring setelah membagikan serangkaian foto glamor saat bepergian dengan Durov ke Azerbaijan minggu lalu, menurut unggahan media sosial yang disorot sejumlah peneliti data privasi. Pengamat daring menduga unggahan tersebut mungkin telah membocorkan detail pergerakan pria Rusia yang diasingkan itu sebelum ditangkap.

Durov ditahan setelah jet pribadinya mendarat di Bandara Le Bourget di luar Paris, Sabtu, 24 Agustus 2024, waktu setempat. "Sulit untuk mengatakan apakah unggahan (Vavilova) berperan langsung dalam penangkapan Durov, tapi jika Anda mengikutinya di media sosial, Anda dapat dengan mudah melacak pergerakan Durov," kata peneliti data privasi Prancis Baptiste Robert.

Keluarga Vavilova kini memberi tahu kantor berita AFP bahwa mereka tidak dapat menghubunginya sejak penangkapan Durov. Penangkapan CEO Telegram telah membuat marah para pendukung kebebasan berbicara di bidang teknologi, termasuk pemilik X, Elon Musk.

Mereka mengklaim ia jadi sasaran karena menolak memberi kunci aplikasi terenkripsi miliknya pada pemerintah. Di sisi lain, hubungan Vavilova dengan Durov masih belum jelas, tapi akun media sosialnya dipenuhi foto dan video dirinya bepergian ke Timur Tengah dalam rentang waktu yang sama dengan perjalanan CEO Telegram ke tempat-tempat tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kompilasi Unggahan Juli Vavilova

Pendiri Telegram Temui Kemkominfo
Pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov mendatangi kantor pusat Kemenkominfo di Jakarta, Selasa (1/8). Kunjungan Pavel Durov ini berhubungan dengan pemblokiran 11 Domain Name System (DNS) situs web Telegram. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Robert mengompilasi unggahan-unggahan tersebut di X, dulunya Twitter. Ini termasuk video mereka berdua di Uzbekistan yang diambil awal musim panas oleh seorang blogger Rusia.

Unggahan lain tampaknya memperlihatkan Vavilova di kursi penumpang mobil yang dikendarai Durov di Azerbaijan pada 21 Agustus 2024. Keduanya terpantau mengunggah gambar diri mereka di tempat latihan tembak yang sama, kemudian di hotel yang sama di ibu kota negara tersebut.

Tidak diketahui bagaimana atau kapan Vavilova dan Durov bertemu. Namun, keduanya diketahui tinggal di Dubai, tempat Durov mendirikan Telegram setelah melarikan diri dari Rusia pada 2014 saat ia menolak menyerahkan data terenkripsi ke Kremlin.

Durov tidak bersembunyi atau melarikan diri, karena pria yang juga berkewarganegaraan Prancis itu secara rutin melakukan perjalanan ke Eropa, kata perusahaannya dalam sebuah pernyataan. Pihak berwenang Prancis mengeluarkan surat perintah penggeledahan untuk Durov sebagai bagian dari penyelidikan Kementerian Dalam Negeri negara itu atas tuduhan kejahatan terhadap anak di bawah umur.


Mengapa CEO Telegram Ditangkap?

Pavel Durov
Pavel Durov, CEO Telegram. (Foto: Instagram)

Penangkapan Durov telah memicu intrik internasional dan pertanyaan seputar alasan sebenarnya ia ditangkap. Pejabat Prancis menuduh Durov terlibat dalam perdagangan narkoba global, pedofilia, dan penipuan yang merajalela di Telegram karena kurangnya moderasi dan alat transaksi yang ditawarkannya, termasuk mata uang kripto.

"Inti dari kasus ini adalah tidak adanya moderasi dan kerja sama dari pihak platform," kata Jean-Michel Bernigaud, sekretaris jenderal badan kepolisian Ofmin Prancis dalam sebuah pernyataan. Hubungannya dengan rezim Presiden Rusia Vladimir Putin juga masih belum jelas.

Telegram diblokir di Rusia pada 2018, tapi kemudian diizinkan lagi dua tahun kemudian. Itu merupakan platform media sosial utama bagi pejabat, serta militer Rusia, menurut BBC. Rumor daring tanpa bukti menyebut bahwa kunjungan Durov ke Azerbaijan dilakukan demi bertemu Putin, sebuah klaim yang dibantah Kremlin.

Tidak jelas pula mengapa Durov kembali ke Paris dengan pesawat pribadinya ketika surat perintah itu hanya berlaku jika ia menginjakkan kaki di tanah Prancis. Kedatangannya tentu akan terdeteksi pihak berwenang.


Serangan terhadap Kebebasan Berpendapat

Pendiri Telegram Temui Kemkominfo
Menkominfo Rudiantara menyambut kedatangan pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov setibanya di kantor Kemenkominfo, Jakarta, Selasa (1/8). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Telegram juga menuai kritik dari banyak pemerintah di seluruh dunia karena mengizinkan "militan dan penjahat terorganisasi" berkomunikasi secara diam-diam di aplikasi tersebut, yang mengutamakan privasi pengguna di atas segalanya.

Durov, yang menurut perkiraan Forbes memiliki kekayaan sekitar 15,5 miliar dolar AS, telah berulang kali mengatakan bahwa Telegram adalah platform media sosial yang netral. Ia mengaku melarikan diri dari Rusia untuk menghindari perintah dari Moskow.

Pejabat Prancis mengatakan, Durov akan ditahan setidaknya sampai besok, Rabu, 28 Agustus 2024, tapi tuduhan pasti yang dijatuhkan padanya masih belum jelas. Maka itu, para pendukung Durov mengecam penangkapan tersebut, menyebut tindakan ini sebagai "serangan terhadap kebebasan berpendapat."

"Apakah ini ada hubungannya dengan informasi soal Gaza yang terus-menerus bebas beredar di Telegram?" tanya salah satunya.

Menanggapi penangkapan tersebut, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa penangkapan Durov "sama sekali bukan keputusan politik." "Terserah pada sistem peradilan, dengan independensi penuh, untuk menegakkan hukum," kata Macron.

Infografis 7 Tips Bijak Gunakan Media Sosial. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 7 Tips Bijak Gunakan Media Sosial. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya