Liputan6.com, Jakarta - Tepat hari ini, Senin (9/9/2024), Angkasa Pura I dan II dilebur menjadi PT Angkasa Pura Indonesia atau disebut pula InJourney Aviation. Dengan begitu, pengelolaan 37 bandara di Indonesia kini di bawah kendali anak usaha Injourney Group tersebut.Â
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan merger yang dilakukan tersebut untuk mengikuti jejak kesuksesan Pelindo yang melebur empat perusahaan menjadi satu. Ia menjamin bahwa proses peleburan itu bukan untuk merampingkan organisasi, tetapi untuk membesarkan penglolaan bandara di Indonesia.
"Isu layoff tidak ada, justru adanya isu pengembangan. Mengelola 37 airport di mana akan menjadi satu sistem layanan," ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta.
Advertisement
"Kalau kita lihat di Singapura, di beberapa negara, airport ini menjadi pusat kehidupan manusia. Jadi, bukan hanya traveling, tapi kehidupan yang lainnya," sambung dia.
Direktur Utama PT Angkasa Pura Indonesia, Faiq Faqih menambahkan bahwa konsep merger yang dianut adalah tidak untuk mengurangi jumlah karyawan maupun menurunkan tingkat kesejahteraannya. Ia menyebut yang terjadi adalah pergeseran lokasi tempat kerja yang mau tidak mau harus terjadi.
"Enggak ada yang sifatnya mengganggu, justru potensi jenjang karier karyawan menjadi lebih luas lagi," katanya.
Meski begitu, ia mengungkapkan ada konsekuensi yang terjadi. Utamanya adalah simplifikasi dokumen tata kelola utama yang menjadi dasar perusahaan dalam melaksanakan bisnis kebandarudaraan.
"Dengan adanya penggabungan ini, integrasi ini, kita sekaligus melakukan omnibus regulation, mensimplifikasi prosedur yang ada melalui filterisasi, penggabungan, simplifikasi. Dibuat lebih simpel sehingga hanya 96 dokumen (dari 1.400 dokumen) yang menjadi dasar kita," katanya seraya menyebutkan aturan itu meliputi isu komersial, operasi, hingga keuangan.
Â
3 Target Utama Angkasa Pura Indonesia
Faiq menyatakan ada tiga hal utama yang menjadi target perusahaan dengan peleburan tersebut. Pertama sebagai agent of development. "Bagaimana bandara membangun konektivitas udara, untuk membantu mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi, dan juga meningkatkan kegiatan pariwisata," katanya.
Berikutnya adalah menjadikan bandara wajah bangsa dengan menciptakan perubahan signifkan dalam pelayanan di bandara. Tujuannya adalah menjadikan bandara bukan hanya tempat orang naik turun pesawat, tetapi memberi kebanggaan mengenai Indonesia.
"Ketika orang datang ke Indonesia, impresi pertama itu di bandara. Kalau impresinya enggak bagus, impresi Indonesia enggak bagus. Ini salah satu peer kita bagaimana membuat bandara-bandara itu menjadi kebanggaan indonesia," ia menjelaskan.
Terakhir dari sisi penciptaan nilai. Ia menyebut dengan penggabungan AP I dan AP II, valuasi Angkasa Pura Indonesia naik sebagai pengelola bandara terbesar ke-5 di dunia. "Dari sisi positioning-nya menjadi jauh lebih kuat dibandingkan dengan bandara internasional yang lain, dibandingkan kalau jalan sendiri-sendiri," imbuhnya.
Dari tiga target jangka panjang itu, pihaknya mengungkapkan sejumlah target jangka pendek. Di antaranya transformasi Terminal III Bandara Soekarno Hatta dalam waktu dekat dan perubahan wajah Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali pada akhir September.
Advertisement
Dorong Porsi Kontribusi dari Non-Aero Lebih Besar
Dari sisi pendapatan, Faiq juga mengungkapkan target yang dikejar Angkasa Pura Indonesia adalah mengubah proporsi kontribusi pendapatan non-aero lebih besar dibandingkan pendapatan aero. Saat ini, komposisinya masih didominasi pendapatan aero (retribusi bandara) dengan persentase 60 persen.
"Kalau best practice itu kebalik, non-aeronya 60 (persen), aeronya 40 (persen)," ujarnya.
Untuk itu, pihaknya akan melakukan sejumlah upaya seperti pemanfaatan area komersial, mengubah brand-brand yang membuka tenant di bandara lebih baik, penataan tenant, dan sebagainya.
"Kita mengacu pada best practice internasional. Ini sudah mulai kita lakukan sehingga kalau dari sisi kemampuan, kita meraih revenue dari sisi non-aeronya naiknya menjadi cukup signifikan," katanya. Sebelumnya, Direktur Utama InJourney Donny Oskaria mengklaim pertumbuhan pendapatan non-aero mencapai 49 persern year on year.
Faiq menambahkan bahwa target pendapatan Angkasa Pura Indonesia pada 2024 mencapai Rp20,3 triliun. Ia berharap capaian pendapatan dalam lima tahun ke depan menembus Rp30 triliun. "Itu melalui inisiasi optimalisasi pendapatan, mulai dari non-aero, aero, dan revenue enhancement," katanya.
Â
Menyelesaikan Masalah Industri Aviasi di Indonesia
Faiq menyebut peleburan itu juga berdampak pada pengintegrasian sistem yang kini terbagi menjadi tiga hal, yakni airport technology, terminal technology, dan enterprise technology. Ketiganya akan digabungkan dalam satu big data untuk mengambil keputusan-keputusan penting di organisasi.
"Terus terang saja, merger ini tidak hanya menyelesaikan masalah AP I, AP II, tapi juga menyelesaikan masalah aviasi industry di Indonesia," ujarnya.
Dengan bergabungnya 37 bandara di bawah satu payung, InJourney Aviation menetapkan enam bandara menjadi hub utama. Di wilayah barat ada Kualanamu dan Cengkareng, sedangkan Yogyakarta International Airport untuk wilayah Semarang, Yogyakarta Solo, dan Surabaya.
Bandara di Bali di antaranya akan membawahi Lombok, Kupang, Banyuwangi. Sedangkan Makassar akan membawahi bandara-bandara di wilayah timur, seperti Manado, Ambon, Jayapura, dan Biak. Terakhir, Balikpapan menjadi hub utama untuk bandara-bandara yang ada di Pulau Kalimantan.
"Proses ini adalah awal dari sebuah transformasi panjang ke depannya termasuk menempatkan bandara kita ke dalam best practice industri," kata Donny dalam sambutan.
Â
Advertisement