Liputan6.com, Jakarta - Wabah kudis yang parah telah menyebar di antara ratusan tahanan Palestina di penjara Israel, menambah penderitaan yang telah lama dialami akibat kondisi yang tidak manusiawi dan tidak higienis. Situasi ini semakin memburuk sejak perang di Gaza dimulai, mengungkap kebijakan keras yang diterapkan oleh otoritas penjara Israel terhadap tahanan Palestina.
Mengutip dari laman TRT World, Senin (7/10/2024), kudis sebagai penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi parasit, telah menyerang banyak tahanan. Penyakit ini jarang terjadi di negara-negara berkembang dan biasanya muncul di tempat-tempat yang penuh sesak dengan tingkat kebersihan yang buruk.
Baca Juga
Penyebarannya yang cepat di penjara-penjara Israel menunjukkan pelanggaran hak-hak dasar tahanan, seperti akses terhadap kebersihan, perawatan medis, dan kebutuhan dasar lainnya. Morshed al Shawamreh, seorang pria Palestina berusia 25 tahun yang baru saja dibebaskan dari penjara Ramon di gurun Naqab, menceritakan penderitaannya akibat kudis.
Advertisement
"Saya mengalami infeksi di ginjal, hati, dan darah saya," ungkap Shawamreh kepada TRT World.
Kondisi kesehatannya memburuk akibat kurangnya akses terhadap perawatan medis yang memadai selama di penjara. Menurut laporan, penyebab utama merebaknya kudis di antara tahanan Palestina adalah karena para tahanan tidak diizinkan untuk berganti pakaian, mandi, atau mendapatkan akses perawatan medis yang memadai. Selain itu, mereka juga kekurangan makanan, air, dan produk higienis untuk menjaga kebersihan.
Kesaksian Mantan Tahanan
Kami tidak diizinkan meninggalkan sel selama enam bulan pertama perang. "Kami tidak punya sabun atau deterjen untuk mencuci pakaian dengan benar," kata Shawamreh.
Kondisi ini diperparah oleh suhu dingin di gurun Naqab selatan, yang membuat para tahanan harus mengenakan pakaian basah dan lembap, meningkatkan risiko infeksi kulit. Ibrahim Abu Saffiyah, mantan tahanan lainnya, juga mengalami penderitaan serupa.
Ia dilarang mandi selama 40 hari berturut-turut dan menyaksikan bagaimana 700 dari 2.400 tahanan di penjara Naqab terinfeksi kudis. "Kami akan gatal-gatal 24 jam sehari dan bisul di kulit kami akan pecah. Itu siksaan," ungkapnya.
Standar internasional mengharuskan tahanan untuk menghabiskan waktu setidaknya 30 menit hingga satu jam di udara terbuka setiap hari. Namun, otoritas penjara Israel memberlakukan larangan total untuk menghabiskan waktu di luar ruangan bagi ribuan tahanan politik Palestina, yang dianggap sebagai hukuman kolektif.Â
Setelah enam bulan pertama, mereka mulai memberi kami waktu satu jam sehari di luar sel. "Namun, lebih seringnya, mereka memutuskan untuk tidak membiarkan kami keluar," kata Shawamreh.  Â
Advertisement
Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Kondisi penahanan yang penuh sesak dan akses terbatas terhadap kebutuhan dasar membuat situasi semakin parah. Di penjara Ramon, tahanan hanya diberi sedikit waktu untuk mengambil air guna minum dan keperluan kamar mandi.
Sel yang ditinggali Shawamreh, yang berukuran sekitar 18 meter persegi, dihuni oleh 12 orang, jauh di bawah standar internasional. Situasi ini menyoroti pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh tahanan Palestina di penjara Israel, menuntut perhatian dan tindakan dari komunitas internasional.
Mengutip dari kanal Global Liputan6.com, Minggu, 6 Oktober 2024, ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan di berbagai kota besar di seluruh dunia pada Sabtu lalu. Mereka menuntut diakhirinya kekerasan di Gaza dan Timur Tengah, seiring mendekatnya peringatan pertama perang Israel vs Hamas pecah.
Dilansir CNA, sekitar 40 ribu demonstran pro-Palestina berbaris melalui pusat kota London, sementara ribuan lainnya juga berkumpul di Paris, Roma, Manila, Cape Town, dan New York City. Demonstrasi juga berlangsung dekat Gedung Putih di Washington, D.C., sebagai bentuk protes terhadap dukungan AS kepada Israel dalam kampanye militernya di Gaza dan Lebanon.
Tuntutan Dunia Internasional
Di Times Square, New York City, para pengunjuk rasa mengenakan scarf keffiyeh hitam-putih dan meneriakkan slogan seperti "Gaza, Lebanon akan bangkit, rakyat ada di sisimu."
Mereka mengangkat spanduk yang menuntut embargo senjata terhadap Israel. Kekerasan terbaru dalam konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun ini dipicu oleh serangan militan Hamas terhadap Israel selatan pada 7 Oktober 2023, yang mengakibatkan 1.200 orang tewas dan sekitar 250 orang diculik menurut data Israel.
Menurut laporan, serangan militer Israel selanjutnya di Gaza telah mengakibatkan hampir 42 ribu kematian warga Palestina. Selain itu, hampir seluruh 2,3 juta penduduk terpaksa mengungsi, menyebabkan krisis kelaparan dan tuduhan genosida yang dibantah oleh Israel.
"Sayangnya, walau semua niat baik kami, pemerintah Israel tidak memperhatikan hal ini dan terus melanjutkan kekejaman mereka di Gaza, kini juga di Lebanon dan Yaman," sebut Agnes Kory, seorang pengunjuk rasa di London.
"Dan pemerintah kami, pemerintah Inggris, sayangnya cuma memberikan pernyataan tanpa tindakan sambil terus menyuplai senjata ke Israel," sambungnya.
Advertisement